Kali ini ingin aku ceritakan tentang mamaku. Perempuan yang selalu aku ingat kerut diujung matanya karena selalu tersenyum. Tak pernah kuingat ia menangis. Ia selalu tertawa. Dan kerut-kerut di ujung matanya selalu membuatku ikut bahagia. ia adalah perempuan paling kuat yang pernah kutemui.
Yang aku punya tentangnya adalah kenangan-kenangan yang tak terkikis waktu. Waktu kecil saat usia 5 tahun aku selalu tidur dengan mama dan etta. Kamar paling belakang di rumah panggung. Tempat tidurnya melantai. Yang ada cuma kasur. Kami berkelambu. Menyenangkan ketika ada acara sepakbola di TVRI dan etta mengangkat televisi masuk ke kelambu. Rasanya seperti main rumah-rumahan bersama etta dan mama. Aku suka pendar-pendar cahaya dari kotak televisi di dalam kelambu. Ribut suaranya yang mampu melenakanku dalam tidur disamping mama yang juga tertidur dan etta yang menonton sepakbola.
Moment tidur adalah moment yang terasa dekat dengan mama. Saat semua pekerjaan rumah selesai, ia akan cuci muka dan sikat gigi. Memakai bedak bayi merek okana di wajahnya. Sedikit tebal. Tidur di sampingku. Baunya bedaknya bercampur dengan bau daster mama. Hmmm...wanginya tak ada yang mengalahkan. Bahkan parfum paling wangi sedunia pun. Kami tidur depan televisi. Ketika aku terlelap ia akan menggendongku masuk di kamar. Kadang aku terbangun. Di dalam kelambu aku mencari mama. Memeluk lengannya. Dan mengemut telinganya. Kebiasaan waktu kecilku. Aku tak pernah tahu mengapa. Tapi aku menyukainya. Cuping telinga mama dingin dan lembek. Telinga itu seperti jalan memasuki dunia mimpi. Ketika kuemut maka aku akan melihat biskuit Mari besar, lorong waktu Doraemon, dan aku telah berada di dunia mimpi. Terlelap di samping mama.
Kala pagi Mama bangun sebelum subuh. Mengepulkan asap di dapur. Memasak nasi dari arang. Selalu nikmat dan wangi. Kadang aku menangis saat tak menemukannya di pembaringan. Jadinya mama berinisiatif menggendongku ke dapur. Lengkap dengan sarung dan bantal. Agar aku kembali terlelap dan ia tetap bisa beraktivitas. Paling menyenangkan adalah terbangun dan mendapati nasi goreng dan the hangat buatan mama. Aku selalu menyukai nasi goreng buatannya. Tak pernah kudapati rasa yang seenak itu di restoran manapun. Bahkan jika aku membuatnya sendiri dengan bumbu yang sama tetap tak sama. Aku merindukan nasi gorengnya. Nasi goreng yang selalu cukup untuk semua keluarga meski tak pernah cukup sebakul nasi.
Jika menu sarapan adalah nasi, maka mama akan mengambilkan seporsi nasi yang paling atas di panci. Coppo' nanre, nasi yang berada di puncak. Diharapkan bisa menjadi pemimpin kelak. Masih mengepul uapnya dan wangi. Dibagi bertiga dengan kakak-kakakku. Masing-masing mendapat sesaji.
Mamaku seorang guru. Aku bersekolah di sekolah tempatnya mengajar. Bahkan saat belum sekolah pun aku telah mengecap bangku sekolah. Waktu kecil aku hanya tahu angka dua. Saat mengajar di kelas mama juga mengajariku. Memberikan soal-soal matematika kepadaku. "1 + 1 berapa" tanyanya. Kujawab "dua". "5-3?", "dua","100:50?", "dua". Seisi kelas heran aku bisa menjawab pertanyaan ratusan saat aku masih belum bersekolah. Yang pandai sebenarnya adalah mamaku. Dia yang membuat soal yang semua jawabannya adalah dua.
Waktu kelas 1 SD, aku datang ke kantornya usia pelajaran olahraga. Menangis sedih. Uang jajan yang kusimpan di laci meja hilang. Dia hanya tersenyum dan berkata "Sudahlah. Biarkan saja. Tak usah dipikirkan". Mamaku
Waktu kelas 5 SD saat mengikuti lomba siswa teladan di kabupaten, saat itu aku ditemani mamaku. Aku selalu senang jika bersamanya. Apalagi jika jauh dari rumah. Dimana saja asal bersama mama aku selalu merasa aman. Monster sekalipun datang mengganggu aku selalu tahu aku berani. Karena ada mama.
Jika acara kemah 17an, mama selalu ikut kemah. Karena ia jadi pembina pramuka. Kemah sekalipun rasanya tetap di rumah karena dia. Pernah sekali saat malam terakhir perkemahan, ada renungan malam. Isinya renungannya membuat sedih. Membuatku membayangkan jika pulang kemah dan mamaku tiada. Aku pulang dan menangis sedih skali. Kehilangan mama merupakan hal yang sangat menakutkan.
Saat mengikuti lomba siswa teladan tingkat SMP rasanya sedih sekali. Karena saat itu mama tidak lagi menemani. Padahal kala itu aku sangat butuh dukungannya. Tiga hari ikut lomba,tiga hari juga aku harus menguatkan diri. Rasanya saat itu begitu cengeng.
Menginjak SMA aku mulai bisa mandiri. Mama pun tak melarangku melakukan aktivitas extrakurikuler sekolah. Saat kuliah pun dia tak mempermasalahkan pilihanku mengambil jurusan komunikasi, sospol. Pesannya cuma satu,belajar yang rajin. Kemudian kuliah dan sesekali pulang kampung. Mengirim kabar yang ujungnya minta uang karena persediaan uang menipis.
Ia tak pernah sempat melihatku wisuda sarjana. Apalagi menikah dan melahirkan. Rasanya sangat ingin ia berada di sini. Melihatmu bertumbuh dan mendengarkan cerita tentangku waktu aku bayi.
Ara, aku pernah bertanya pada mamaku tentang Tuhan. Bagaimana wujud? Ia menjawab "tak ada satu makhluk pun yang tahu mengenai wujud Tuhan". Lantas aku yang masih kecil saat itu kemudian berkata "mungkin Tuhan berwujud setengah dari segala benda yang ada di dunia".
Tapi jika aku mengkhayalkan wujud Tuhan saat ini, aku mengimajinasikan sosokNya adalah perempuan. Ia termanifestasi pada ibu. Aku merindukan mamaku, nak.(*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Selamat hari ibu yah mama Ara
ReplyDeleteterharu kak!!!!! deskripsi yang begitu mengharukan
ReplyDeleteSama .___. aku juga selalu membayangkan sosok perempuan jika “melihat” Tuhan :)
ReplyDeleteAhh setidaknya mamanya kak dwi bisa melihat kakak masuk kuliah :) Andi’ ku bahkan sudah tiada sebelum saya lulus SMP
Selamat hari ibu teman2.selamat menyayangi!!!
ReplyDelete