Skip to main content

Pain

Tuhan takkan pernah memberikan ujian di luar kemampuan manusia. Saya berusaha memahami salah satu kalimat Tuhan dari Al-Qur'an ini. Duapuluh enam tahun dan saya telah merasa cukup lelah. Hal di dalam dan luar diriku membuatku lelah. Urusan pribadi, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan itu membuatku lelah. Orang di luar saya mungkin akan sangat gampang menilai dan cukup mengatakan, ayolah itu hanya sebuah hal kecil. Kamu hanya mendramatisasinya. Berbahagialah. Segampang itu.

Saya mencoba untuk tidak mendramatisirnya. Saya mencoba untuk memilih bahagia. Tapi ini adalah perasaan saya. Tak pernah mudah untuk menyelesaikannya . ini bukan sakelar lampu yang cukup ditekan kemudian semuanya berubah. Cukup tekan ON dan gelap berubah jadi terang. Ini adalah hati dan ia bukan sakelar lampu.

Saya telah mencoba mengingat hal-hal baik. Mengingat pepatah-pepatah bijak. Memasukkannya dalam kepalaku. Otakku mencernanya dengan baik. Tapi tak mampu benar-benar menenangkan. Saya kadang iri pada orang lain. Hidupnya begitu bahagia. Menikmati tiap malam dan memulai hari. Bersenang-senang dan melakukan aktualisasi diri. Berkumpul bersama keluarga, tertawa, tanpa pernah merasakan kehilangan. Tanpa pernah merasakan sakit. Atau mungkin saya juga hanya melihat dipermukaan tanpa pernah tahu kedalaman.

Saya lelah. Ini mungkin dramatisasi. Tapi seperti inilah saya menyeimbangkan jiwa. Menangis sesunggukan dan menulis hal yag tak jelas. Banyak pertanyaan di benakku. Coretan ini bukan untuk menjelaskan secara detail apa yang terjadi. Hatiku tahu tapi tak ingin berbagi. Jejeran huruf ini hanyalah serupa upaya untuk menguatkan hati. Melepaskan penat. Mengangkat beban yang menghimpit. TIdak menyembuhkan. Tapi cukup melegakan. Ini adalah inhaler.
Tak perlu tanyakan apa kabarku. Karena lisanku akan berkata saya baik-baik saja. Meski saya tahu bahwa ada ruang di dalam jiwa yang butuh menyembuhkan diri. Belajar dewasa, belajar ikhlas, belajar melepaskan dan belajar berbagi.

Saya sedang tidak baik. Ini cukuplah sebagai sebuah pengakuan. Biarkan saja sepeti ini hingga imun jiwa menyembuhkan kembali. Jangan memaksaku menganggap ini baik-baik saja. I'm just a human being. This is totally normal. Tak perlu dianggap serius. Karena saya pun berusaha mengganggapnya tak serius.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

  1. Aviva lyla12/19/2011

    Persis sperti yg sya rasakan mb :)

    ReplyDelete
  2. Bunda.....
    Kenapa perasaan kita sama

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Eksistensi Rasa : Kisah Cinta Tak Biasa Untuk Mereka Yang Mencari

Devin Jelaga Osman atau lebih akrab disapa Djo. Ia memiliki pertanyaan paling besar buat dirinya sendiri . Siapa sebenarnya dirinya? Selain pertanyaan yang masih terus ia cari jawabannya itu, ia memiliki rahasia lain. Yang takut ia bagi dengan sahabat terdekatnya, Rindu.  Rindu Vanilla. Mahasiswa arsitektur seangkatan Djo. Ia membenci perpisahan. Kepergian Langit, Mamanya, persiapaan pernikahan ayahnya. Mengapa ia merasa selalu ia yang ditinggalkan sendirian. Hanya Djo satu-satunya yang selalu menemaninya.  Ezra, asisten dosen yang juga mahasiswa Arsitektur di kampus yang sama. Ia menyimpan rahasia tentang kehidupan Djo.  Eksistensi Rasa adalah buku lanjutan dari Konstelasi Rindu yang menceritakan kisah persahabatan antara Djo dan Rindu. Jika belum membaca Konstelasi Rindu, seperti saya, pada halaman-halaman awal buku ini kamu akan sedikit bingung dengan jalannya cerita. Namun jangan berhenti, teruslah membaca. Karena di halaman-halaman berikutnya kamu akan memahami perma...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Meet Esti Maharani

Baru saja saya menghempaskan tubuh di kasur di rumah kakakku yang beralamat Sudiang setelah menempuh waktu 4 jam dari Bone ketika saya menerima pesan text darinya. "Dwi, saya lagi di Makassar. Kamu di mana?" pengirim Esti PJTL 2006. Kubalas segera "Saya juga di Makassar. Kamu dimana?". Dan berbalas-balas smslah kami. Ia menjelaskan bahwa ia baru saja mendarat dan on the way menuju hotel tempatnya menginap. Ia sedang ada liputan musik di Makassar. Wah, sebuah kebetulan yang kemudian membawa kami berada di kota yang sama di waktu yang bersamaan. Esti Maharani, saya mengenalnya 5 tahun yang lalu. Disebuah pelatihan jurnalistik tingkat lanjut (PJTL) yang diadakan oleh Universitas Udayana, Bali. Kami sekamar. Anaknya ramah, suka tersenyum, dan chubby. Saat itu ia mewakili Majalah Balairung, Universitas Gajah Mada dan saya mewakili UKM Pers Universitas Hasanuddin. Dua minggu kami belajar tentang reportase lanjutan bersama rekan-rekan dari universitas lain. Setelah itu k...