Skip to main content

Tentang 2011, Sebuah Refleksi

Awalnya saya tak ada niat menuliskan refleksi 2011. Tapi melihat timeline Twitter dan beberapa orang terkenal membuatnya maka saya pun tertular untuk menuliskannya. Biar berasa seperti mereka? Tidak. Hanya sebuah rasa syukur menjumpai penanggalan tahun dengan angka berbeda. Saya memilih fasilitas blog. Karena saya tidak populer di twitter, postingan ini tidak penting, saya bisa lebay tanpa jeruji 140 karakter, dan supaya ini blog ada isinya:D.

2011, Tahun yang ajaib buat saya. Mengandung, melahirkan, memiliki bayi. Belajar ditinggalkan, belajar meninggalkan. Jatuh cinta, patah hati, galau. Belajar menulis, merangkum karya. Kecewa ketika tulisan ditolak tapi berusaha memahami letak ketidakkerenan tulisan. Menyadari bahwa sebuah karya sudah saatnya lahir dan dipublikasikan. Seberapa pun buruknya saya harus bangga dengan itu.

Beberapa tulisan cerpen berhasil saya selesaikan. Menakjubkan. Moodboasternya pun adalah sebuah rasa galau yang berkepanjangan. Sebuah keinginan untuk memilah tulisan di blog menambahkan dengan beberapa cerpen yang berhasil kutulis dan nampak seperti buku kumpulan cerpen dan prosa. Bukan hal ajaib sebenarnya bagi para penulis profesional, tapi saya mengapresiasi diri saya bahwa pada akhirnya saya punya naskah sendiri yang layak untuk dipublikasikan. Kelak ketika pasar menolak, setidaknya saya telah berani melahirkan karya. Mencoba mengabadi meski hanya untuk diri saya sendiri. Ada tulisan yang ditolak. Benar-benar membuat kecewa, tapi ketika saya mengingatnya kembali tulisan itu memang tak terlalu bagus. Saya tidak puas dengan hasilnya dan dibuat dengan tergesa-gesa dengan rasa yang sepotong-sepotong.

Yang lain di 2011. Ajaib rasanya ada jiwa tumbuh dan berkembang di rahimku. Bergerak. Dan kemudian kulahirkan dengan sakit yang begitu pedih. Kurawat dengan tanganku sendiri dengan semua cinta yang kupunya. Dan ia tumbuh menjadi bayi yang cantik dan sehat hingga detik ini. Tertidur tanpa peduli hiruk pikuk kembang api yang terbakar di langit, tak peduli pada pergantian tahun.

2011, ajaib merasakan galau yang begitu hebat. Banyak air mata yang turun. Saya patah, menangis, dan mencoba bertahan. Ditinggalkan. Sakit? Sangat. Belajar meninggalkan adalah hal yang gagal saya lakukan. Sampai sekarang saya masih belajar bagaimana mengucapkan selamat tinggal pada rasa sakit. Tapi tak pernah bisa. Belum. Saya menjadi masokis. Untungnya menulis adalah katarsis saya untuk kembali normal. Meski harus dengan air mata. Sisi baiknya tulisan itu berhasil memuaskan saya. Kata seorang penulis jika saya telah puas pada hasil karya saya maka pembaca pun akan merasakan hal yang sama. Galau ini salah satu hal yang perlu masuk pada daftar resolusi 2012. Jika dia tidak hilang harus berubah jadi novel.*amin*

2011, banyak hal yang menyenangkan. Dan memiliki teman-teman yang keren adalah kebahagiaan sesungguhnya. Rush 04, kosmik, teman SMA, beberapa teman di dunia maya. Dan tentu saja keluarga. Mereka adalah cinta yang sesungguhnya.

Dan terakhir, senang rasanya memiliki 99 follower di tahun 2011. Angka cantik. Terima kasih sudah mau singgah dan membaca tulisan-tulisan tidak penting saya.

Selamat tahun baru 2012!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Eksistensi Rasa : Kisah Cinta Tak Biasa Untuk Mereka Yang Mencari

Devin Jelaga Osman atau lebih akrab disapa Djo. Ia memiliki pertanyaan paling besar buat dirinya sendiri . Siapa sebenarnya dirinya? Selain pertanyaan yang masih terus ia cari jawabannya itu, ia memiliki rahasia lain. Yang takut ia bagi dengan sahabat terdekatnya, Rindu.  Rindu Vanilla. Mahasiswa arsitektur seangkatan Djo. Ia membenci perpisahan. Kepergian Langit, Mamanya, persiapaan pernikahan ayahnya. Mengapa ia merasa selalu ia yang ditinggalkan sendirian. Hanya Djo satu-satunya yang selalu menemaninya.  Ezra, asisten dosen yang juga mahasiswa Arsitektur di kampus yang sama. Ia menyimpan rahasia tentang kehidupan Djo.  Eksistensi Rasa adalah buku lanjutan dari Konstelasi Rindu yang menceritakan kisah persahabatan antara Djo dan Rindu. Jika belum membaca Konstelasi Rindu, seperti saya, pada halaman-halaman awal buku ini kamu akan sedikit bingung dengan jalannya cerita. Namun jangan berhenti, teruslah membaca. Karena di halaman-halaman berikutnya kamu akan memahami perma...

Belajar Dari Mesin Cuci Tua

Pagi ini mesin cuci rumah kami rusak. Micro komputernya tidak bisa berfungsi. Lampu kecilnya kelap kelip dan mesin mengeluarkan suara bip bip bip. Tombol on off nya tidak berfungsi. Untuk mematikan arus listrik harus menggunakan langkah ekstrim, mencabut kabel colokannya. Sudah seminggu ini mesin cuci itu tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Mesin tuanya kadang berteriak bip bip bip seakan protes disaat dia melakukan tugas mencuci. Airnya mengalir tidak deras. Entah di pipa mana yang tersumbat. Kemudian keran air pengisi airnya tidak berfungsi. Kami mengisi airnya dengan cara manual. Mengisinya dengan berember-ember air. Ternyata membutuhkan banyak air untuk mengisi penuh air di tabung mesin cuci itu. Cukup boros mengingat biasanya saya mencuci pake tangan irit air.  Pagi ini, mesin cuci itu tidak lagi mampu melakukan tugasnya. Komputernya rusak. Sore kemarin terakhir ia berfungsi. Mengeringkan cucianku dengan lampu tanda pengering yang mati. Aku sudah yakin mesin cuci itu ru...

Meet Esti Maharani

Baru saja saya menghempaskan tubuh di kasur di rumah kakakku yang beralamat Sudiang setelah menempuh waktu 4 jam dari Bone ketika saya menerima pesan text darinya. "Dwi, saya lagi di Makassar. Kamu di mana?" pengirim Esti PJTL 2006. Kubalas segera "Saya juga di Makassar. Kamu dimana?". Dan berbalas-balas smslah kami. Ia menjelaskan bahwa ia baru saja mendarat dan on the way menuju hotel tempatnya menginap. Ia sedang ada liputan musik di Makassar. Wah, sebuah kebetulan yang kemudian membawa kami berada di kota yang sama di waktu yang bersamaan. Esti Maharani, saya mengenalnya 5 tahun yang lalu. Disebuah pelatihan jurnalistik tingkat lanjut (PJTL) yang diadakan oleh Universitas Udayana, Bali. Kami sekamar. Anaknya ramah, suka tersenyum, dan chubby. Saat itu ia mewakili Majalah Balairung, Universitas Gajah Mada dan saya mewakili UKM Pers Universitas Hasanuddin. Dua minggu kami belajar tentang reportase lanjutan bersama rekan-rekan dari universitas lain. Setelah itu k...