Dia bercerita tentangmu padaku. Aku melihat ada cinta di matanya. Aku lihat ada pijar bercahaya dibening mata itu ketika ia bercerita tentangmu.
Ia menceritakan kisah cintanya, yang juga kisah cintamu. Tak hanya ada dirimu dan dirinya. Tapi juga ada orang yang lain lagi. Tak beruntungnya ia tak pernah bisa menjadi yang pertamamu. Ia menjadi yang kedua bagi hatimu dan menjadi orang ketiga diantara kamu dan orang lain itu.
Ia menceritakan padaku bagaimana kalian menjalani rasa itu. Rasa yang mungkin bisa disebut cinta. Kamu menempatkannya pada posisi kedua. Berusaha meyakinkan diri bahwa kalian hanyalah sahabat baik. Dirimu tetap yakin bahwa orang lain itu adalah pertama dihatimu. Kau menyebutnya pacar.
Dia tak pernah keberatan akan itu. Ia tahu dimana posisinya. Bahkan meski kau tak mengatakannya sekalipun. Namun dirimu selalu menyebutkan dan menegaskan posisinya. Ia bukanlah siapa-siapa. Meski pernah kau mengakui bahwa hatimu telah terikat di hatinya. Aku yakin kamu pernah menghapus nomor kontaknya di daftar phonebookmu. Tapi aku pun yakin kau menyimpannya di hatimu. Agar alibimu tetap baik. Agar otakmu tetap menganggapnya bukan siapa-siapa. Tapi hatimu telah menganggapnya siapa-siapa.
Ketika kau mencari teman yang bisa mengiyakan semua permintaanmu, kau akan berlari padanya. Ketika kamu ingin memarahi seseorang ia adalah orang yang kamu cari. Ketika kamu butuh seseorang yang menemanimu ke kampus sekalipun ia satu-satunya orang yang kamu hubungi. Memintanya membelikanmu keperluan remeh temeh. Roti keju atau sekedar teman yang menemani ngobrol diujung telepon.
Ilustrasi |
Cinta bekerja dengan caranya. Bersemi diladang hati kalian berdua. Ketika kau mengatakan “Berhentilah menghubungiku” sesungguhnya itu hanyalah sebuah tameng diri yang tak ingin menyadari keberadaannya. Kamu malah sangat ingin ia menghubungimu. Sekedar menanyakan kabar atau menemanimu melakukan percakapan yang tak jelas jelang tidur. Ia mampu menghadirkan rasa nyaman dihatimu. Rasa yang mungkin melebihi cinta yang kau dapatkan dari seseorang yang kau sebut pacar.
Kau menarik ulur. Ia sangat sadar akan itu. Ia tahu posisinya dimana. Tapi ia akan tetap ada untukmu. Ia akan tetap menemanimu ke kampus. Mendengarkan rengekan manjamu yang selalu berubah-ubah. Bersedia membelikanmu roti keju atau peralatan kuliah saat tengah malam.
Ia akan tetap mencintaimu seperti langit pada bumi. Ia takkan meninggalkanmu sekalipun kau berkata “Tinggalkan aku”dengan mata yang memanas. Dia akan tetap di sana menungguimu hingga kamu menyeka air matamu. Ia menyediakan bahunya untukmu bersandar. Menyediakan tangannya untuk kau tepis ketika ia ingin memegangnya. Ia masih menyimpan puluhan pesan singkatmu. Ia ingin tetap mengingat akan dirimu yang menyayanginya.
Ia tak peduli jika kau mengurutkan ia pada tingkatan angka. Yang ia pedulikan hatinya menyayangimu dan ia ingin menunjukkan itu padamu. Hingga tiba pada masa kamu telah benar-benar yakin bahwa ia memang bukan siapa-siapa. Hingga tiba pada masa hatimu tak lagi menyimpan nomor kontaknya dan tak lagi mencarinya untuk tiap rengekan manja dan kekanak-kanakanmu. Tapi yakinlah ia tetap berusaha untuk mencuri seluruh hatimu.Membuatmu sadar akan dirinya yang memang pantas untukmu. Satu kalimat terakhirnya padaku, jika kelak dirimu tak bersamanya ia tetap menyiapkan ruang indah di hatinya untukmu, meski hati itu bukan milikmu lagi.(*)
Moday, September 27 2010
terhapus di hape... tapi tidak di kepala...
ReplyDeleteiya...tersave di hati...:)
ReplyDelete