Ini adalah ramadhan yang paling tersia-siakan bagiku. Ia berlalu begitu saja tanpa benar-benar kumaknai artinya. Ia tak lagi semeriah seperti kanak-kanak dulu. Ia tak lagi seperti sebuah bulan yang kami tunggu datangnya karena begitu banyak hal yang menyenangkan yang bisa dilakukan. Sholat tarawih, taddarus Alqur’an, belajar berpuasa, tak sekolah, bermain lebih lama di mesjid.
Semua rasanya begitu berubah. Aku tumbuh menjadi perempuan yang sangat individu dan materialistic. Bertumbuh dan belajar. Membuka banyak ruang untuk hal-hal baru. Mendengar perdebatan tentang Tuhan dan mencatatnya diam-diam. Melakukan banyak hal-hal permisif yang kemudian dianggap diperbolehkan. Mulai jarang membaca Al-quran, meninggalkan sholat lima waktu, dan tak lagi melakukan rutitintas ibadah.
Rasanya seperti tersesat dinegeri antah berantah. Diriku kehausan. Aku menyadarinya. Namun gerak sadarku tidak menuntunku mencari oase. Aku bahkan larut dalam gerak ego yang mungkin kadang menjebak. Namun sejauh ini kuyakini bahwa semua gerak itu masih terpantau oleh hati. Geraknya adalah atas sebuah cinta. Meski mungkin aku salah menerjemahkannya. Aku benar-benar tersesat disana. Perlukah tersesat untuk mengingatkembali jalan pulang. Aku payah dalam soal arah. Dan mungkin memang aku butuh tersesat agar bisa kembali dipintu-Nya.
Aku memohon maaf untuk salah yang pernah ada. Aku berusaha untuk memperbaiki tautan-tautanku dengan orang lain. Dengan jaring manusia yang lebih kompleks. Aku menempuhnya dengan sangat baik hingga tersesat. Aku hanya punya hati untuk menunjukkanku arah pulang.
Kali ini aku dan Dialah yang perlu kembali tertaut. Aku yang harus mengikat temalinya lagi. Dia tak pernah membutuhkanku karena sesungguhnya aku yang membutuhkannya. Masukkan aku ke dalam manusia-manusia yang masih mendapatkan hidayahMu.Pertemukan aku pada satu bulan suci di tahun depan. Agar aku bisa kembali membenah hati.Amien(*)
Comments
Post a Comment