Kamis. Bagiku seperti sebuah koin yang aku harus pandang dua sisinya. Ia menjadi titik nol ku untuk belajar kendali diri. Manut pada super ego dan belajar mengerem jiwa.
Ia mengajariku untuk tak mendengus kesal dan berusaha tetap tersenyum. Ia mengajarkan hatiku untuk mampu menerima tiap negatif dan merubahnya jadi ion-ion positif. IA menjadi meditasi jiwa untukku.
Tiap kamis, aku selalu berusaha membuat komitmen pada diri untuk menjadi lebih baik. Tiap kamis aku bisa menangis sedih dalam hatiku.
Membuat daftar salah dan lalai besar-besar dan ber-bold di dalam. Aku sendiri yang harus memperbaikinya. Meski setelah itu Jumat, Senin, hingga rabu komitmen itu perlahan-perlahan kembali ke angka nol.
Kamis selalu membuatku was-was. Selalu membuatku menarik napas tertahan dan berusaha menahan air mata. Kamis membuatku kembali membongkar arsip-arsip dan mengecek file-file yang semestinya harus adadi sana. Kadang aku merasa putus asa pada Kamis.
Tapi setelah kamis, ada Jumat yang menyenangkan hati. Ada hati yang akan bertemu dengan puzzlenya. Ada hati yang kembali ke rumah. Menenangkan gemuruh yang telah luapkan oleh Kamis. Ada penantian diam-diam yang membawa kesembuhan pada hati yang sedang menangis.
Setelah Kamis, ada Jumat yang menyanyikan lagu merdu tentang alam bebas. Dan karena Jumat, aku harus mampu mengalahkan Kamis.Tanpa Kamis takkan ada Jumat yang menyenangkan.
Karena Jumat, pada Kamis aku harus menjadi pemenang. Pada tiap komentar, kritik, salah, dan lalai. Aku harus menang. Dan karena Kamis, Aku Harus Lebih Baik.
akhirnya bs internetan di hp.pencapaian yg luar biasa bwt dwi yg slalu memakai hp butut.berbhagialah ini hri minggu
ReplyDelete