Meski awalnya perjalanan ini hampir dibatalkan hanya karena sifat kekanak-kanakanku yang muncul (baca : ngambek), namun akhirnya aku dan Kak Yusran berhasil ke festival keraton nusantara ke VI di kabupaten Gowa. Rasanya seperti kembali ke masa lalu melihat berbagai ragam pakaian adat dan benda-benda pusaka zaman dahulu dipertontonkan.
Siang masih terik, ketika kami tiba di lapangan Syek Yusuf, Sungguminasa. Lapangan itu tampak dalam proses pembangunan. Menurut bupati Gowa, lapangan itu akan dibuat dengan standar internasional. Dilengkapi dengan arena bermain untuk anak-anak, sebuah podium orasi untuk para demonstran, dan sebuah replika tutup kepala Syek yusuf yang sangat besar. Bangunan menyerupai songkok itu akan dijadikan sebagai museum untuk menyimpan benda-benda bersejarah.
Waktu telah menunjukkan pukul 3 siang, kirab para anggota keraton/kerajaan yang berjumlah sekitar 30 kerajaan molor dari jadwal pukul 2 yang ditetapkan. Sambutan masih terdengar lama karena sang bupati masih menjelaskan mengapa ia menggusur orang yang menempati Balla Lompoa yang masih merupakan keturunan ke 36 dari Raja Gowa, Andi Ijo Karaeng Laloang di podium di depan para keturunan raja dan sultan yang ada di seluruh nusantara.
Masing-masing keraton/kerajaan berusaha untuk memperlihatkan atribut kerajaan mereka. Mulai dari pasangan pengantin, parade para menteri-menteri,hingga pemuka agama tiap kerajaan. Mulai dari panglima perang yang gagah, prajurit-prajurit lelaki dan perempuan, hingga pasukan kuda dan meriam tiruan. Mereka berusaha menunjukkan kebolehan kerajaan masing-masing. Misalnya, pasukan kuda dari kerajaan Ternate, prajurit perempuan pengecoh dari Cirebon, Bissu dari Wajo, hingga simulasi silat dan pukul sapu.
Tak lupa mereka juga menampilkan tarian-tarian terbaik dari kerajaan masing-masing. Kirab pun diiringi narasi dari narator yang dipersiapkan tiap kerajaan yang menjelaskan kejayaan masing-masing kerajaan di zaman dahulu. Bahkan tak sedikit yang juga mewacanakan untuk pemekaran dalam narasinya. Misalnya keraton Buton dan kerajaan Luwu yang berencana menjadi provinsi.
Ada hal yang hampir sama pada beberapa kerajaan. Misalnya parade pencak silat yang dipertunjukkan beberapa kerajaan. Baju-baju prajurit yang mirip-mirip dengan pakaian penjajah belanda saat itu. Menurut Kak Yusran, hal ini disebabkan karena belanda lah yang kemudian mengajarkan suatu sistem dan tata pakaian waktu masa lalu pada kerajaan itu. Sangat kental pengaruh Belanda pada tata busana prajurit. Misalnya kerajaan Kutai yang sangat mirip dengan baju prajurit Belanda. Alat musik tiup yang mereka miliki pun hampir sama. Seperti terompet dan suara yang dihasilkan pun relatif sama.
Terus terang, daya tangkapku terhadap sejarah begitu buruk. Aku tak mampu menghapal letak geografis kerajaan-kerajaan itu. Kadang aku berpikir misalnya kerajaan yang harusnya ada di jawa, aku pikir bertempat di sumatera. Hahahaha
Aku pun kadang berpikir zaman dahulu, hanya lelaki yang berperang dan mempertahankan kerajaan. Namun, parade kemarin memprlihatkan padaku bahwa ada juga prajurit-prajurit wanita yang juga berjuang. Dari kerajaan Banten hingga
kedatuan Luwu di Sulawesi. Mereka memiliki prajurit-prajurit wanita.
Festival ini menjadi ajang untuk melestarikan kerajaan/keraton yang ada di nusantara. Namun, tampaknya festival ini tampak tidak begitu maksimal. Di area pameran di kompleks Balla Lompoa, sampah bertebaran. Kursi-kursi tidak teratur, dan arena pameran belumlah merepresentasikan kerajaan/keraton masing-masing. Mungkin juga karena acara ini baru dimulai dan tiap kerajaan/keraton belum menata ulang stand mereka.
Sayangnya, di akhir kirab tak kutemukan kerajaan dari daerahku. Kerajaan Bone. Padahal kerajaan Bone salah satu kerajaan terbesar di Sulawesi Selatan. Mungkin karena pemda di sana tidak begitu memperhatikan acara-acara budaya. Entahlah….:-(
Fesitival ini akan lebih baik lagi, jika panitia menyiapkan semacam buku panduan tentang keraton-kerajaan yang mengikuti festival ini. Sehingga festival ini tidak sekedar menjadi sebuah seremonial artifisial namun juga memberi pengatahuan pada orang-orang yang ingin lebih tahu tentang kerajaan/keraton di nusantara sepertiku.
Mungkin tak hanya festival keraton saja yang harus diadakan. Perlu pula mengadakan festival masyarakat adapt yang ada di Nusantara. Pasti akan lebih banyak dan lebih beragam. Usulku, mungkin perlu pula dibuat buku kerajaan/keraton yang ada di seluruh nusantara.
Akan memberikan sebuah warna yang indah dalam budaya nusantara.
(berikut foto-foto yang sempat terabadikan)
Siang masih terik, ketika kami tiba di lapangan Syek Yusuf, Sungguminasa. Lapangan itu tampak dalam proses pembangunan. Menurut bupati Gowa, lapangan itu akan dibuat dengan standar internasional. Dilengkapi dengan arena bermain untuk anak-anak, sebuah podium orasi untuk para demonstran, dan sebuah replika tutup kepala Syek yusuf yang sangat besar. Bangunan menyerupai songkok itu akan dijadikan sebagai museum untuk menyimpan benda-benda bersejarah.
(ini foto saya bersama kesultanan ternate. perempuan disampingku itu memakai baju adat pengantin ternate. manis kan)
Kami memilih untuk berkeliling melihat-lihat peserta kirab. Meski bupati Gowa sibuk menyampaikan sambutan, para peserta kirab juga sibuk sendiri dengan aktivitas mereka. Mereka saling berkenalan antara keraton/kerajaan. Berfoto bersama dan melayani para pennonton yang ingin berfoto. Kami pun salah satu diantara orang-orang yang ingin mengabadikan berfoto dengan para peserta kirab yang memakai pakaian adat masing-masing.(ini peserta dari kesultanan yogya...hehehehe)
Masing-masing keraton/kerajaan berusaha untuk memperlihatkan atribut kerajaan mereka. Mulai dari pasangan pengantin, parade para menteri-menteri,hingga pemuka agama tiap kerajaan. Mulai dari panglima perang yang gagah, prajurit-prajurit lelaki dan perempuan, hingga pasukan kuda dan meriam tiruan. Mereka berusaha menunjukkan kebolehan kerajaan masing-masing. Misalnya, pasukan kuda dari kerajaan Ternate, prajurit perempuan pengecoh dari Cirebon, Bissu dari Wajo, hingga simulasi silat dan pukul sapu.
Tak lupa mereka juga menampilkan tarian-tarian terbaik dari kerajaan masing-masing. Kirab pun diiringi narasi dari narator yang dipersiapkan tiap kerajaan yang menjelaskan kejayaan masing-masing kerajaan di zaman dahulu. Bahkan tak sedikit yang juga mewacanakan untuk pemekaran dalam narasinya. Misalnya keraton Buton dan kerajaan Luwu yang berencana menjadi provinsi.
( menteri dari kesultanan buton....)
Masing-masing peserta kirab memberi penghormatan kepada raja-raja mereka di depan podium. Seperti melaksanakan upacara singkat untuk meminta ijin dari para rajanya. Tiap keraton/kerajaan masing-masing memiliki tata cara yang berbeda dan unik yang memberikan nuansa yang kuno terhadap acara ini.
Ada hal yang hampir sama pada beberapa kerajaan. Misalnya parade pencak silat yang dipertunjukkan beberapa kerajaan. Baju-baju prajurit yang mirip-mirip dengan pakaian penjajah belanda saat itu. Menurut Kak Yusran, hal ini disebabkan karena belanda lah yang kemudian mengajarkan suatu sistem dan tata pakaian waktu masa lalu pada kerajaan itu. Sangat kental pengaruh Belanda pada tata busana prajurit. Misalnya kerajaan Kutai yang sangat mirip dengan baju prajurit Belanda. Alat musik tiup yang mereka miliki pun hampir sama. Seperti terompet dan suara yang dihasilkan pun relatif sama.
Terus terang, daya tangkapku terhadap sejarah begitu buruk. Aku tak mampu menghapal letak geografis kerajaan-kerajaan itu. Kadang aku berpikir misalnya kerajaan yang harusnya ada di jawa, aku pikir bertempat di sumatera. Hahahaha
Aku pun kadang berpikir zaman dahulu, hanya lelaki yang berperang dan mempertahankan kerajaan. Namun, parade kemarin memprlihatkan padaku bahwa ada juga prajurit-prajurit wanita yang juga berjuang. Dari kerajaan Banten hingga
kedatuan Luwu di Sulawesi. Mereka memiliki prajurit-prajurit wanita.
Festival ini menjadi ajang untuk melestarikan kerajaan/keraton yang ada di nusantara. Namun, tampaknya festival ini tampak tidak begitu maksimal. Di area pameran di kompleks Balla Lompoa, sampah bertebaran. Kursi-kursi tidak teratur, dan arena pameran belumlah merepresentasikan kerajaan/keraton masing-masing. Mungkin juga karena acara ini baru dimulai dan tiap kerajaan/keraton belum menata ulang stand mereka.
Sayangnya, di akhir kirab tak kutemukan kerajaan dari daerahku. Kerajaan Bone. Padahal kerajaan Bone salah satu kerajaan terbesar di Sulawesi Selatan. Mungkin karena pemda di sana tidak begitu memperhatikan acara-acara budaya. Entahlah….:-(
Fesitival ini akan lebih baik lagi, jika panitia menyiapkan semacam buku panduan tentang keraton-kerajaan yang mengikuti festival ini. Sehingga festival ini tidak sekedar menjadi sebuah seremonial artifisial namun juga memberi pengatahuan pada orang-orang yang ingin lebih tahu tentang kerajaan/keraton di nusantara sepertiku.
Mungkin tak hanya festival keraton saja yang harus diadakan. Perlu pula mengadakan festival masyarakat adapt yang ada di Nusantara. Pasti akan lebih banyak dan lebih beragam. Usulku, mungkin perlu pula dibuat buku kerajaan/keraton yang ada di seluruh nusantara.
Akan memberikan sebuah warna yang indah dalam budaya nusantara.
(berikut foto-foto yang sempat terabadikan)
(prajurit perempuan pangecoh dari kerajaan cirebon, kurang tahu kerajaan yang mana)
Semoga festival keraton VII,
dua tahun yang akan datang akan aku saksikan lagi…..
sampai ketemu…
dua tahun yang akan datang akan aku saksikan lagi…..
sampai ketemu…
(kost-kostanku yang sudah di bayar-16 November 2008)
saya sangat menyukainya......
ReplyDeletebolehkah kita tukar pikiran tentang hal-hal yang bermanfaat???
ReplyDeleteterima kasih. bolehlah kita saling diskusi....
ReplyDeleteapa bisa saya juga ikut nimbrung diskusi?
ReplyDeleteboleh,boleh,boleh...hehehehe...mohon bimbingannya
ReplyDelete