Skip to main content

Doa


Tuhan, mungkin aku telah lupa laku untuk berdoa
Aku tak lagi pernah melalukan ritus itu

Ritus yang membuat jiwaku menyatu denganMu
Tak lagi dengan bersimpuh dengan khusyuk dan menyerahkan jiwa ini padaMu
Aku hanya sekedar melakukan rutinitas kewajiban dan kemudian tak menyapaMu lagi

Kali ini aku ingin melakukan ritus itu lagi
Bersimpuh di depanMu meski tak kutahu lagi adab yang baik untuk ritus itu

Memohon adalah doa terendah dalam hirarkienya
Namun, aku tak tahu apakah aku masih bisa melakukannya dengan ikhlas tanpa tendesius meski ia pada hierarkie terendah…..

Aku hanya memiliki kekuatan itu. Kekuatan doa padaMu
Aku memohon, untuk kesembuhannya. Untuk tiap detik dalam tubuhnya
Aku memohon, biarkan ia menemaniku hingga aku juga bisa membuatnya bahagia
Aku memohon, biarkan ia melihat anak-anakku tumbuh, biarkan ia mengajarinya membaca muzhabMu

Aku memohon, biarkan ia bisa melihatku mencapai mimpi-mimpiku
Hingga ia tak lagi menyangsikan akan jadi apa diriku nanti…
Aku memohon, untuk semua perasaan baik dan aura positifnya…
Kau pemilik jiwa dan hanya padamu aku bisa memohon….

Masih dapat kubayangkan wajahnya keriputnya tersenyum ketika beberapa menit yang lalu aku menelponnya
Masih sempat juga ia menanyakan seminar proposalku….
Masih sempat pula ia mengatakan “ tak usahlah kau pulang…”
Ia seakan mengatakan “aku baik-baik saja anakku”….
Tapi tidak, biarkan aku melihatmu Ma…

Biarkan aku merawatmu sedikit merasakan rasa sakitmu
jika semua darah ini bisa kau sedot dan menyembuhkanmu..aku rela
aku rela bernafas untukmu…
aku rela…aku rela…aku rela…
meski semua yang kau lakukan untukku tak setara dengan semua yang aku lakukan untukmu
tapi izinkan aku menyayangimu….
Aku sungguh-sungguh mencintaimu, surgaku…!!!!

Jangan biarkan aku merasa kehilangan ketika segala sesuatunya telah betul-betul hilang
Biarkan aku memaknai hidup ini dengan hidup…Tuhan….
Aku tak punya tempat bersandar lagi.. hanya padaMu
Ajari aku bersyukur….

(kamar kost-selasa 13 Mei 2008-21.45 wita)

Comments

  1. Anonymous6/03/2008

    sungguh...k'dwi menyentuh sekali.
    terkadang saya juga melupakanNYA hanya untuk kenikmatan dunia semata...
    padahal itu untuk dia dan DIA Maha Pemurah..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

antusiasme berfoto....

Sebagai prasyarat untuk mendapat izin ujian selain kelenagkapan berkas, calon sarjana perlu menyertakan foto berjas atau berkebaya. Beranjak dari sinilah cerita hari ini bergulir. “izin ujian itu lama loh keluarnya” kata Santi. ( wahhh…aku harus segera mengurusnya ) Tapi aku belum berfoto. Merujuk pada dua orang kakak perempuanku yang telah berhasil menyelesaikan kuliah S1-nya dan telah melalui sesi berfoto untuk ujian dan wisuda, kepada merekalah aku meminta petunjuk. Dan hasilnya….keduanya berfoto menggunakan kebaya untuk ijazahnya. Meski kak Ipah memakai jilbab, ternyata untuk tampil cantik di ijazah ia rela untuk melepas jilbabnya dan bersanggul kartini. Dan atas petunjuk inilah aku pun kemudian mempertimbangkan hal tersebut. Dengan beberapa pertimbangan : Pertama, Dwi kan tidak berjilbab. Teman-teman yang pake jas rata-rata yang berjilbab. Kedua, Inikan ijazah untuk S1, tak ada orang yang memiliki gelar S1 dua kali. Mungkin ada, tapi mereka devian. (...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...