Skip to main content

Safar, 5 cm di bawah permukaan air

K dwi, dimanaki? Masuk air di kamar. Banjir ki”

Kata-kata itulah yang dikabarkan Ryan padaku lewat telepon ketika aku ke Pangkep untuk acara Pelatihan Jurnalistik Baruga “Timeliness”. Banjir???????????waaaaaaaahhhhhhhhh. Apa yang terjadi? Tergenang semuakah kamarku. Kasur, buku-bukuku, computer, kompor, dan semua-semuanya yang ada di kamar. Waaaahhhhhh, kok bisa????

Hujan mengguyur kota Makassar sabtu malam hingga minggu pagi selama 14 jam. Separuh Makassar terendam air. Pondokanku pun tak luput dari genangan air.

Sudah rawa-rawa, ditambah lagi dengan genangan air yang tak bisa lagi di serap oleh tanah.

Hasilnya Safar berada 5 cm di bawah permukaan air. K riza bilang Safar seperti Belanda saja. Hahahaahahahaha.Hujan kali ini benar-benar parah. Butiran-butirannya sebesar batu kerikil menghujam bumi. Menggenangi semua tempat yang tak lagi bisa menyerap air karena tanah telah tertutup oleh semen, batako, dan beton.

Danau Unhas pun menyatu. Danau seberang yang berhadapan dengan Gedung Ipteks menyatu dengan danau yang berada pas depan pondokanku. Airnya naik begitu tinggi hingga batas jalan. Ini tak menyurutkan niat para pemancing yang masih dengan setia melakoni hobynya meski ditengah guyuran hujan.

Kamarku kemasukan air yang berasal dari kamar Eqi yang retak teraliri air. Tempat jemuran pun tergenang. Dinding kamarku pun mulai lembab berdampingan dengan rawa. Batas airnya tampak bergaris di dinding kamarku yang berwarna putih. Kasurku basah. Ia menyerap semua air yang masuk ke kamar. Untungnya tak ada buku-buku yang berserakan di lantai saat aku pergi. Sehingga hanya kasur dan televisi rusak milik k yusran yang terkena air (maaf ya....kan rusak ji...heheheheheJ)

untungnya air tak begitu tinggi sekarang. Meski masih begitu mengkhawatirkan. Tiap turun hujan yang begitu deras, aku yakin semua orang yang bakal kena banjir merapalkan doa hingga hujan mereda. Aku pun demikian.

Tikar-tikar kamarku telah ku gelar. Kasur pun telah aku masukkan ke dalam kamar. Semua telah aku perbaiki. Awalnya tak ada niat membersihkan, namun karena luapan air itu, terpaksa membersihkan menjadi agenda utama menggeser agenda mengambil tas sofie martinnya k Anti di Cendrawasih.

Tiap kali hujan, tiap kali kami merapalkan doa. Tiap kali kami siaga satu. Dan kalau kau menanyakan aku tinggal dimana, aku akan menjawab ”pondok telaga safar, 5 centimeter di bawah permukaan air“. Siap-siaplah basah dan jika beruntung mungkin kamu akan bertemu dengan putri duyung jika berkunjung ke pondokanku.

(tempat ngungsi-elsim, selasa 5 feb 08-16.58 PM)

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,