Hans Christian Andersen (Foto : huffingtonpost.com) |
“If
you want your children to be intelligent, read them fairy tales. If you want
them to be more intelligent, read them more fairy tales.” (Albert Einstein)
Kesatria, putri, raksasa, kurcaci dan makhluk sihir menjadi
karakter-karakter imajinasi masa kecil yang menjadi pijakan pertama anak-anak
akan khayalan-khayalan tentang kisah-kisah yang tak biasa dan penuh keajaiban.
Doongeng-dongeng mengisi benak kanak-kanak menerbangkannya hingga ke dunia
antah berantah.
Beberapa dongeng dituturkan lewat lisan. Diceritakan oleh orang tua
sebagai nasihat untuk diambil pelajarannya. Beberapa adalah karangan yang
dituliskan seseorang yang kemudian dikenal sebagai penulisnya. Waktu
kanak-kanak saya menganggap
dongeng-dongeng itu adalah anonim adanya. Kisah yang diceritakan turun
temurun tanpa tahu siapa yang mencetuskannya dan kemudian jika sempat
dituliskan hanya sebatas untuk bahan dokumentasi.
Siapa yang tidak mengenal dongeng Putri Duyung, Thumbelina, Itik Buruk
Rupa, hingga Baju baru Kaisar? Waktu kecil saya hanya menganggap sebagai
dongeng yang diceritakan berulang-ulang tanpa tahu siapa pengarangnya.
Adalah Hans Christian Andersen, penulis dongeng-dongeng yang saya sebutkan
tadi. Andersen lahir pada 2 April 1805.
Ibunya tidak terdidik dan bekerja sebagai buruh cuci. Ayahnya yang berpendidikan
sekolah dasar memperkenalkannya pada dunia literature dan membacakannya Arabian
Night. Dari neneknya ia pun sering mendengar dongeng. Masa kecilnya cukup
sulit. Bersekolah di sekolah lokal untuk anak miskin dan harus bekerja
sampingan untuk menanbah biaya. Kemudian
di usia 17 tahun, ia kembali bersekolah dengan dukungan seorang sutradara yang
melihat potensinya. Ia berada di antara anak usia 11 tahun yang kaya raya yang
membuatnya tidak nyaman. Kisah ini pula yang menginspirasinya menuliskan Itik
Buruk Rupa.
Selesai bersekolah ia menekuni dunia kepenulisan. Ia kemudian menulis
ulang dongeng-dongeng yang pernah didengarnya dari neneknya. Kisah kanak-kanak pertamanya adalah Kotak Api
dan Putrid an Kacang Polong. Dongeng-dongeng itu diterjemahkan ke berbagai
bahasa. Mengantarkan Hans Christian Andersen bertemu Grimm bersaudara dan
Charles Dickens.
Karya dongengnya telah mendunia. Difilmkan dengan format kartun maupun
live action. Waktu kecil saya pernah menyaksikan film Putri Duyung di TVRI dengan
akhir yang cukup memilukan. Beberapa waktu lalu saya baru tahu bahwa kisah
Putri Duyung karya Andersen ini memang berakhir sedih. Dongengnya tak melulu
berakhir happily ever after. Juga Film Frozen yang diilhami dari kisah Ratu
Salju karangannya. Namun untuk versi Frozen dibuat lebih mudah dipahami oleh
anak-anak. Sekali pernah saya menonton film Mermaid di Disney Junior
mengisahkan tentang pria yang terjatuh dari kapal dan diselamatkan oleh putri
duyung. Dan ketika ia kembali ke daratan ia menulis kisah tentang putri duyung.
Pria itu adalah Hans Christian Andersen. Episode ini semacam penghargaan pada
sang penulis dongeng yang melegenda ini.
Dan pada tiap 2 April tiap tahun yang bertepatan dengan ulang tahun
Andersen, diperingati juga sebagai hari buku anak international. Dongeng tidak
pernah kekanak-kanakan, karena dongeng adalah imajinasi yang sangat ajaib yang
dibuat manusia.
Selamat Hari Buku International. Keep Reading!!!
Bogor, 2 April 2015
Comments
Post a Comment