Linda, wanita modern yang sempurna. Dua anak yang manis, suami yang penyayang, keluarga bahagia, karir jurnalis yang cemerlang. Flawless!
Namun, ada kekosongan yang dirasakannya. Sebuah lubang gelap mengisapnya saat malam menua dan hati yang terasa hampa. Hidupnya terasa monoton. Kekurangan gairah dan tantangan. Dan hubungan intimnya terasa hambar.
Hingga ia bertemu kekasih masa lalu yang juga adalah politikus. Keduanya saling mengisi kekosongan dalam diri. Intim dan berbagi kasih. Ia menemukan gairah dan tantangan hidup. Tapi, di sisi lain ruang kosong yang selalu mampu menelannya tetap ada. Mengerogoti dan makin kelam oleh tindak selingkuh.
Paulo Coelho kembali menyajikan cerita tentang pergumulan hati yang dirasakan oleh tokoh pencerita. Ia memilih judul Adultery yang dalam bahasa Indonesia diartikan Selingkuh oleh Penerbit Gramedia untuk buku terbarunya ini. Saya bukan pembaca setia Paulo Coelho, namun setelah membaca beberapa bukunya ciri khas Coelho selalu berkaitan dengan pergulatan batin. Percakapan-percakapan yang penuh perenungan. Ketersadaran tokoh utama setelah mendapatkan pencerahan. Namun, baru kali ini saya membaca buku Coelho yang cukup vulgar. Mungkin karena judulnya Selingkuh, maka bagian-bagian cukup intim bisa dimaklumi.
Banyak reviewer yang cukup kecewa terhadap buku ini, tapi buat saya buku ini cukup mampu menggambarkan penderitaan Linda, rasanya bersalahnya karena berselingkuh, sisi keibuannya yang ingin mempertahankan keluarga, sisi liarnya yang lain yang memaksanya untuk egois, serta sosok suami yang mencintai tanpa syarat ( bagian ini agak terlalu sempurna, tapi saya yakin lelaki tipe seperti ini ada di dunia).
Tema selingkuh memang menarik untuk dituliskan. Drama yang ditimbulkan memiliki banyak sudut eksplorasi yang bisa diceritakan. Coelho memilih (dan yang memang adalah ciri khasnya) pertentang batin sang tokoh utama.
Buku ini tidak menceritakan drama yang terjadi antar manusia dari tindak selingkuh. Buku ini mengulas tentang penemuan jiwa. Pencerahan akan kasih yang menguatkan. Hidup hendaklah dimaknai dengan kasih dan mencintai. Agar hidup tidak terasa kosong.
Kupikir Coelho sangat berhasil menggambarkan sosok Linda yang berpenampilan kokoh namun sangat rapuh. Kegalauan dan kehampaannya terdeskripsikan dengan jelas. Hingga memunculkan sisi paling jahatnya. Jika sebagian reviewer menganggap taburan ayat-ayat injil terasa sangat belepotan, saya menganggap inilah dialog sang tokoh dengan dirinya sendiri. Upaya pencarian pembenaran akan lakunya. Upaya mencari penembusan dan memaafkan diri. Sosok suami yang sangat ideal dan memaafkannya tanpa syarat memang terlihat too good to be true, tapi kehadiran karakternya adalah sebuah jalan untuk sang tokoh utama melakukan rekonsiliasi terhadap dirinya sendiri. Dan klimaksnya adalah pada scene paralayang yang membuat tokoh utama mendapatkan pencerahan. Cantik dan membebaskan.
Kesimpulan setelah saya membaca buku ini adalah bisa jadi Paralayang adalah salah satu obat mujarab untuk berdamai dengan hati dan move on. Hahahaha.
Selamat membaca dan Selamat menilai sendiri.
Bogor, 15 April 2015
Comments
Post a Comment