|
Ia
berkisah tentang keluarganya yang ditawan di Solo, pada masa perang dunia
kedua. Setelah itu dipindahkan ke Semarang. Ketika perang usai, ia pindah ke
Makassar. Tujuh tahun kemudian ia kembali ke Surabaya, lalu kembali ke Belanda.
Pengalaman bertahun-tahun di Indonesia membuatnya fasih berbahasa Indonesia. Demi
merawat kenangan, setiap tahun ia berkunjung ke Indonesia bersama anak
istrinya. Indonesia adalah rumah kedua untuknya.
Ketika
saya menghubunginya via email beberapa waktu lalu untuk berdiskusi tentang
teknologi di Belanda, ia mengenalkan saya pada anaknya. Kenneth. Saya akhirnya
memiliki sahabat baru di Belanda. Di usai yang masih terbilang muda, Kenneth sangat
tertarik pada dunia musik. Ia mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang musik di Dublin, Irlandia.
Suatu
hari Kenneth, bercerita tentang bunga-bunga tulip yang selalu bermekaran
sepanjang tahun. Mulanya saya tak percaya. Seingat saya, di negara-negara yang
memiliki empat musim, tanaman hanya tumbuh pada musim tertentu. Tapi Kenneth
memberikan informasi menarik bahwa tulip bisa tumbuh sepanjang tahun jika
ditanam dengan menggunakan teknik hidroponik.
Saya
menemukan sisi lain darinya. Ia tak hanya menggemari musik, melainkan juga
menyenangi hidroponik. Ternyata, ia pun bekerja di bidang teknologi hidroponik.
“Saya seorang vegetarian dan saya memberi perhatian kepada metode terbaru di
bidang Hidroponik. When i researching
this subject I found that Holland is the front runner of this new way of
agriculture”, jelasnya.
Saya
akhirnya banyak belajar padanya. Meskipun latar belakang pendidikan saya tak
terkait dengan pertanian, saya sangat tertarik dengan tema lingkungan hidup.
Bagi saya, tumbuhan ibarat ibu yang setia menyapih semua anak-anaknya. Ia mesti
diperlakukan dengan hati-hati sebab akan menjadi warisan berharga bagi generasi
mendatang. Tugas kita adalah menemukan berbagai cara dan inovasi untuk
memuliakan tanaman sehingga bisa memberi manfaat bagi setiap generasi. Salah
satu inovasi itu adalah hidroponik.
Oldies but Goodies
Hidroponik
adalah teknik budidaya tanaman
memanfaatkan air tanpa
menggunakan tanah (soiless). Teknik
ini menekankan pada pemenuhan nutrisi tanaman.
Sebenarnya, teknik menanam ini sudah diperkenalkan pada tahun 1929
oleh William Frederick Gericke
dari Universitas California di Berkeley. Meski sudah dikenal sejak puluhan
tahun silam, teknik ini dianggap sebagai solusi terbaik untuk budidaya pada
lahan sempit dan urban farming karena
tak bergantung pada tanah. Ia pun bisa dibudidayakan di rumah kaca dan
pertanian luar ruang. Di Belanda, hidroponik menjadi primadona.
Musim dingin yang ekstrim, cuaca
beku, hingga kurangnya cahaya matahari menjadikan sistem tanam ini digemari
oleh para petani. Petani tidak lagi bergantung pada musim. Hidroponik dapat
dilakukan di rumah-rumah kaca, dengan pengaturan cahaya dan perawatan yang baik
sehingga mampu memproduksi hasil pertanian sepanjang tahun. Namun, alasan yang
paling utama mengapa Belanda memiliki teknologi hidroponik paling maju adalah karena
selama ratusan tahun budidaya tanaman dengan tanah menyebabkan erosi tanah,
yang berdampak pada meningkatnya beberapa jenis
penyakit tanaman di dalam tanah.
Di tahun 1970-an, teknologi
pertanian Belanda lebih memusatkan kepada teknik hidroponik karena lebih aman,
bebas hama, dan lebih menguntungkan. Berbagai macam produk pertanian Belanda
yang diekspor mulai dari paprika, tomat, selada, hingga bunga tulip dihasilkan
melalui metode ini.
Sebagai negara yang paling terdepan
memanfaatkan teknologi hidroponik, pemerintah Belanda melakukan berbagai
penelitian untuk peningkatan teknologi di bidang ini. Penelitian terbaru dilakukan oleh Botman
Hydroponic, sebuah lembaga yang memusatkan perhatiannya pada hidroponik
mengembangkan teknik hidroponik yang mampu menghasilkan tanaman dengan kualitas
lebih baik, mencegah terjadinya jamur dan kerusakan daun akibat percikan air
hujan yang bisa menyembabkan microdochium panattonianum atau daun menghitam dan
berlubang. Teknik ini juga memisahkan
air hujan dengan air bernutrisi yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman.
Teknik
ini menggunakan wadah styrofoam yang
mengapung di atas air nutrisi. Wadah yang digunakan adalah plastik apung Styropor. Menanam dengan wadah ini cukup umum dilakukan.
Hanya saja, teknik ini membuat kuman cepat menyebar, serta tidak mampu mencegah
hama.
Jon Botman dari Botman Hydroponik
berhasil menemukan solusinya. Ia menggunakan wadah styrofoam dengan ukuran 1 meter persegi kali 1 meter persegi. Pada
styrofoam itu terdapat bagian yang menonjol serupa pot-pot kecil yang
berlubang. Tahap pertama, benih dikembangbiakkan dalam wadah tanam yang terbuat
dari sabut kelapa dan disimpan pada wadah tertutup. Ketika tunas tumbuh, tahap berikutnya
adalah memindahkan bibit ke bak tanam di atas tikar karet yang memiliki 100
lubang /m2. Setiap lubang terpasang dengan cangkir. Bentuk cangkir-cangkir ini
memastikan akan tempat tumbuh benih yang berupa sabut kelapa yang hanya
menyentuh air nutrisi. Tahap ketiga ketika akar tanaman sudah memanjang, tanaman dipindahkan ke Styrofoam apung untuk
bertumbuh hingga masa panen.
Teknologi
ini memisahkan air hujan dengan air bernutrisi karena wadah styrofoam benar-benar menutupi kolam air
nutrisi yang menjadi media tanam hidroponik. Air hujan yang tertampung mengalir ke bak penampung
yang sudah disediakan. Sistem drainase ini membantu menghemat air. Air tadahan
hujan pun bisa digunakan juga untuk
media tanam yang lain.
Saling Dukung
Kenneth menjelaskan bahwa pemerintah
Belanda memberi perhatian yang sangat besar pada sistem budidaya hidroponik
ini. Pemerintah memberi dukungan kepada
para petani dan peneliti untuk melakukan pengembangan teknik hidroponik,
penelitian nutrisi untuk tiap tanaman, dan pada tahap pertumbuhannya. Peneliti
bekerja bersama petani, mendiskusi masalah, dan menawarkan bantuan jika mereka
butuhkan. Jika petani menemukan masalah, maka sangat gampang untuk menghubungi
para peneliti untuk sama-sama menemukan solusinya.
(Sumber foto : http://www.botmanhydroponics.com/en/system/photos-videos/)
“It’s
so easy to find green house in Dutch and the owner is farmers”, kata
Kenneth. Meski dikelola oleh petani namun
peralatan kontrolnya sangat canggih. Mulai dari pengontrolan nutrisi air
di wadah tanam, sistem pencahayaan tanaman, hingga sistem pengolahan
lingkungan.
Yang menakjubkan dari teknik ini
adalah upaya untuk menjaga agar tanaman bisa tumbuh di setiap musim. Melalui
hidroponik, masyarakat Belanda bisa memastikan semua tanaman tetap bisa tumbuh
dan memberikan manfaat kepada manusia, tanpa mengenal musim. Melalui inovasi
ini, bunga-bunga tulip bisa terus bermekaran sepanjang tahun, dan memberikan
nuansa bahagia pada mereka yang menyaksikannya.
Menurut Kenneth, rahasia dari
tulip-tulip bermekaran serta kemajuan di bidang hidroponik terletak pada
harmoni antara pemerintah dan petani yang seiring-sejalan untuk menghasilkan
produksi pertanian dengan kualitas terbaik. Petani mengembangkan produksi
pertanian, dan pemerintah menyediakan berbagai fasilitas dan asistensi di
bidang teknologi untuk menunjang para petani.
Makanya, tak perlu heran melihat
Belanda begitu maju di sektor pertanian meskipun lahan tanahnya begitu sempit. Pada
titik ini, Indonesia perlu belajar banyak dari Belanda. Tak hanya belajar
teknik pertanian dan pemuliaan tanaman, tapi juga pada bagaimana menemukan
harmoni yang seimbang antara pemerintah dan para petani.
Sumber pustaka :
Comments
Post a Comment