Skip to main content

Ibu Rumah Tangga? Kasian Gelar Sarjananya


Pagi-pagi ketemu tetangga rumah yang sudah bertahun-tahun nda ketemu terus nyapa. Begini percakapannya. 

Kapan datang?/ Sudah agak lama. Sekitar dua bulan / Kerja di mana?/ saya berhenti kerja (nyengir oon karena tau bakal kemana melajunya pembicaraan) / Loh kok nda kerja? Padahal sarjana. Kasian loh sarjananya / ( Gue cuma ketawa cengengesan)

Pulang kampung dan tinggal lebih lama mau tidak mau saya harus sering bertemu orang dengan pertanyaan-pertanyaan jenis ini. Nda cuma dari tetangga tapi juga dari keluarga. Jika tidak cengengesan, saya hanya mengerjitkan kening, atau give my frown face. Tapi cengengesanlah yang paling afdal menjawab pertanyaan seputar kerja di mana untuk respon kesopanan. 

Sepertinya menjadi ibu rumah tangga terlalu biasa di masyarakat kebanyakan. Perempuan menikah, punya anak, kerja di wilayah domestik. Sesederhana itu. Karena terlalu biasa maka menjadi ibu rumah tangga tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Sampe level sarjana. Toh semua orang bisa kok jadi ibu rumah tangga tanpa perlu ikut SPMB , nulis skripsi, trus ikutan wisuda. Pandangan yang demikian yang (mungkin) membuat orang-orang menilai menjadi ibu rumah tangga tidak ada spesialnya. Perempuan yang kerjanya mengurus anak adalah dinilai tidak prestious. Berbeda dengan perempuan yang ke kantor dan menjalani hidup sebagai wanita karir. Karenanya ketika mereka memperoleh jawaban atas pertanyaan kerja dimana? Berhenti. Kenapa berhenti? Mau urus anak, Menjadi semacam sebuah keanehan. Bahkan tak jarang muncul sebuah rasa iba dari intonasi bicara karena tidak memiliki pekerjaan padahal punya titel sarjana di belakang nama. 

Pandangan itu juga bisa jadi karena masyarakat kebanyakan menilai orang dari seberapa banyak uang yang dikumpulkan. Harta menjadi takaran status sosial seseorang. Menjadi ibu rumah tangga berarti tidak memiliki penghasilan yang 100% nya bergantung pada suami. Kecuali kalo suami kaya, maka orang-orang akan memaklumi ketika perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga. "Oh, suaminya kayak kok. Wajar kalo dianya nda kerja". 

Sekolah tinggi selalu diasosiasikan dengan masa depan cerah. Definisi masa depan cerah adalah bekerja kantoran dan memiliki banyak uang. 
Keterbatasan ekonomi, rendahnya pendidikan yang dianggap sebab kemiskinan dan harapan untuk hidup lebih baik membuat orang tua berusaha menyekolahkan tinggi-tinggi anaknya agar kelak menjadi sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Jadi ketika para tetangga mengatakan sebuah kesia-siaan menjadi ibu rumah tangga padahal sudah sekolah tinggi, saya bisa memaklumi meski saya tidak bersepakat dengan itu. Buat saya, menjadi ibu rumah tangga perlu pendidikan yang tinggi. Tidaklah sia-sia seorang sarjana menjadi ibu rumah tangga. 

Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Sebuah madrasah membutuhkan kedalaman ilmu, keluasan pengetahuan untuk memberi pendidikan untuk anak-anaknya. Seorang ibu melahirkan, menumbuhkan, dan merawat generasi masa depan. Generasi yang memiliki tantangan zaman yang terus berubah. Mengganti popok, menyuapi makanan, dan memenuhi semua permintaan anak-anak tidaklah cukup untuk mempersiapkan mental mereka untuk zaman yang terus bergerak. Maka ibu yang berwawasan luas dan cerdas serupa tiang kuat untuk menopang sulur-sulur yang tumbuh. 

Saya memiliki pertimbangan pribadi untuk memilih mengurus Ara. Beberapa yang mungkin tidak orang ketahui dan tak perlu saya menjelaskan panjang lebar untuk sebuah pembelaan. Bukan tidak mungkin kelak saya akan melamar kerja lagi dan jadi ibu-ibu kantor. But for now, saya ingin membesarkan Ara. Mendampinginya di 1000 hari pertamanya. Memastikan ia tumbuh menjadi anak yang riang dan bahagia. Menguatkan jiwanya kala ia jatuh dan menangis. Menyemangatinya jika lelah untuk belajar. Menemaninya berimajinasi dan bermain dengan penuh suka cita. Setiap hari yang kukerjakan hanyalah memastikan ia melalui hari dengan bahagia. Tak ada reward berupa nominal uang memang. Tak ada jas kantor yang chic serta pupur make up di wajah. Tapi, melihatnya tidur lelap kala malam karena lelah bermain adalah priceless. Dan saya berbahagia merekam tumbuh kembangnya dengan mataku setiap hari. 

I'm Dwi. I'm a housewife. And i'm proud of it ;) 

Bone, 6 Maret 2014

Comments

  1. Betul Makkk, di kampung status sosial lebih sering dikomenin, kalo masyarakat kota malah bisa lebih menghargai pilihan orang :D

    ReplyDelete
  2. Akh, dwi..

    Saya juga selalu bangga dengan Sarjana perempuan yang memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga seutuhnya, pengorbanannya luar biasa dijaman dimana orang hidup 'baku liat-liat' ini. Dan lagi, tidak semua keputusan penting dihidupta harus diperdengarkan dan dijelaskan kebanyak orang, pada akhirnya kita jalani hidupta masing2 dan dengan konsekuensinya masing2 juga.

    Salut ka' boss :))

    ReplyDelete
  3. Pendapat Kak Dwi benar juga ^^ tapi pendapat masyarakat umum semakin kesini saya rasa benar juga si ^^
    toh ilmu bisa didapat di mana saja, bukan hanya di bangku kuliah. Saya pribadi nyesal banget dengan uang kuliah yang melayang begitu saja. Padahal ilmu yang saya dapat lebih banyak saya dapatkan di luar, bukan di perkuliahan... seandainya uang itu saya pakai menjadi modal usaha... ahh sudahlah :p

    ReplyDelete
  4. tulisannya menarik bgt mba. saya sepakat, mau jadi apapun nanti, seorang perempuan juga manusia yang wajib terus belajar, mendapatkan pendidikan, karena saya percaya kelak bakalan berguna buat keluarganya nanti, karena seorang ibu pula madrasah pertama bagi anaknya.

    ReplyDelete
  5. Anonymous5/24/2014

    Great

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

We Spent Time Together

For many days, I never hanging out with my daughter Ara, never walking around Court Street and doing sight seen. Winter season was very cold. I couldn't stand outside without wearing winter coat and feeling frozen. It was also hard for Ara to go outside when she felt uncomfortable with her big winter coat. That’s why I stayed at home and played with her in my comfy apartment to watch snowflake fallen from the sky. We felt warm. Flour power cupcakes Yesterday was a breezy sunny day. The wind was cold, but the sunlight kept me feel warm. I went to OU-mini farmer's market in OU Howard Park, near the green statue. There were a lot of local vendors. They sold many things such as bakery, cake, pretzel, jellies, and many more. At the first time I just planned to sight seen, until I met the lady who sold flour power cupcakes.  I bought her brownies. When I saw cupcake, I suddenly remembered that I ever read information about these cupcakes in B Magazine. ...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

my homework

I got homework from my mentor in Briton “if you can choose your couple, what things considering to fulfill it? I don’t know, but I really like this homework. It’s different from many kinds of homework some days ago. What things considering?mmmmm……it’s hard. But actually isn’t hard. I always discuss about this with Mr. Yusran Darmawan. I always ask him what the criterias of the girl that looking for. And he also ask me with the same question. And if he ask me, I always answer it with this “first, I want someone who have a high Quality IQ. I wanna that men become my partner of my discuss. I like asking about everything, so I must find someone who can answer all my questions. spesific for my knowledge focus. Second, I want some who can also make me laugh when I’m sad. Someone who always give support when I’m give up. Someone who can be so adult when I become childist. Three, I want someone who more adult than me. Maybe more 2 years older than me. Because I always think that I...