Mempelai perempuan itu duduk di kursi pelaminan dengan begitu santun. Kebaya hitam dengan bawahan jarit melilit tubuhnya dengan sempurna. Membungkus tubuh perempuannya yang molek. Seorang pria berdiri di sampingnya berbeskap jawa dengan keris tersarung dibelakang punggungnya. Ia tampak gagah dan tegap. Tak permah saya membayangkan pria itu berdiri segagah itu. Biasanya saya hanya melihatnya dalam balutab kemeja dan jeans lusuh memperlihatkan tubuhnya yang kurus.
Baru kali ini saya mendatangi pernikahan beradat jawa. Tak kalah indah dengan baju pengantin adat bugis yang biasa aku lihat. Pakaian pengantin apapun adatnya selalu mampu menyulap sang mempelai menjadi yang paling cantik dan paling tampan. Seperti sihir yang mengeluarkan aura bercahaya dari sang pengantin.
Sepasang mempelai yang sedang berbahagia adalah sahabat saya. Sang pria adalah kakak senior saya dan sang perempuan adalah sahabat dekat saya. Melihat mereka berdua di atas pelaminan dan berbahagia menularkan rasa bahagia yang sama kepada saya. Menikah serupa batu penanda jarak pada kehidupan seseorang. Menikah bukan sekedar prosesi adat yang menautkan dua orang, tapi ia adalah penanda kedewasaan untuk berbagi kehidupan dengan seseorang. Menerima dan memberi. Saling melengkapi dan belajar ikhlas. Melepas egois dan belajar sabar.
Pernikahan dua sahabat ini serupa ajang reuni untuk kami teman-temannya. Selepas kuliah kami menjalani hidup masing-masing. Tenggelam pada rutinitas. Menjauhkan jarak, merenggangkan silaturahmi. Pernikahan ini mengumpulkan kami kembali.
Beberapa membawa anak atau pasangan. Tapi ada juga yang tetap sendirian. Ada pula yang bertemu kembali dengan mantan pacar dan berujung pada keadaan yang canggung. Menyengarkan ingatan, berbagi kabar dan saling melepas kangen. Kadang pula berakhir dengan saling mengolok satu sama lain karena masih sendirian atau belum menikah.
Tak ada yang benar-benar serius dari olok-olokan itu. Anggaplah serupa doa untuk segera menyusul menjadi pengantin. Reuni ini membuat suasana akrab kembali terjalin. Bercanda satu sama lain. Mengembalikan kenangan-kenangan masa kuliah. Rasanya kembali ke kampus dan nongkrong di mace.
Selamat menikah untuk mas Heru dan Mbak Wuri. Penyatuan mereka hari ini juga mengeratkam lagi tali silaturahmi keluarga Kosmik. Semoga segera dapat momongan dan yang belum menikah segera menemukan jodoh dan menyelenggarakan pernikahan agar reuni kembali tercipta. (*)
Makassar, 18 agustus 2013
Comments
Post a Comment