Skip to main content

Kepada Lelaki Yang Menanti Hujan

http://vi.sualize.us/nicanio/rain/
Apakah hujan telah menyapu septembermu yang kemarau. Di sini timeline tentang hujan telah memenuhi layar twitterku. Tapi hujan belum juga singgah di halaman rumahku. Tanah-tanah masih berdebu. Tanaman rumputku dalam pot telah kering dan layu. Tak juga kusiram. Tapi aku tak pernah perlu khawatir dengannya. Hujan selalu mampu menguatkan akar-akarnya. Menumbuhkan tunas-tunas baru. Semacam regenerasi untuk terus melanjutkan hidup.

Apakah aku merindukan hujan? Aku ingin kuat seperti matahari. Mampu meranggas apapun. Tak takluk pada dingin. Mampu membakar sedih. Hujan terlalu sendu. Menciptakan kelabu yang menyuburkan sedih. Menyirami rindu yang sendirian. Hujan terasa begitu pilu. Tapi aku lelah mencintai matahari. Aku lelah terbakar oleh rasa yang kudustai sendiri. Aku lemah mencoba kuat. Aku sedih berpura-pura bahagia. Aku dingin mencoba menjadi panas.
 
Apakah hujan telah menyapa kaca jendela kamarmu? Telah lama kudengar kabar darimu. Aku tahu kamu ada. Begitu dekat hanya saja tak kusapa. Ataukah aku dan kamu telah berjanji secara tak sadar untuk saling acuh dan tak peduli. Rasanya seperti melihatmu dari kaca tembus pandang. Aku melihatmu tapi kamu tak melihatku. Kamu melihatku tapi aku tak melihatmu. Dan kita tak saling menyapa.

Duniamu berjalan wajar kurasa. Dengan orang-orang yang memberikanmu cinta yang berkecukupan. Rumah hangat yang akan selalu menerima lelahmu dari rutinitas siang. Jutaan kasih yang menyembuhkan tiap rasa sedih. Duniaku berjalan penuh kejutan. Aku menemukan cerita-cerita novel dalam lembar hidupku. Aku pun terkejut menemukan diri dalam lembar-lembar cerita yang tak berkesudahan. Endingnya pun masih tak terbayangkan. Hari-hari tak mampu kuprediksi. Entah kemana setelah ini.

onthebrightside-angela.blogspot.com
Tapi mungkin bab tentang aku, kamu, dan hujan telah berakhir. Bukanlah kita telah sama-sama menguncinya dengan sebuah pertanyaan tentang hati dan cinta. Selalu ada ruang untuk cinta di dalam hati. Meski rasa mulai mengikis dan meninggalkan tempat yang hampa akan cinta. Kupikir kita telah membuat beranda khusus untuk itu. Jika kelak ia berdebu, kita telah sampai pada jawaban yang menemui titik. Bukan pada pertanyaan yang bertanda Tanya dan penuh pilihan jawaban yang membingungkan kita. 

Anggaplah kali ini aku berada di bab yang penuh pertanyaan itu. Sendirian mendedah jawaban. Tak ada kamu yang mampu menemaniku menemukan jawabannya. Toh, meskipun ada dirimu jawaban itu bukanlah padamu. Aku tak rindu pada hujan. Aku hanya rindu pada percakapan kita tentang hujan dan seribu bahasa langit yang hanya mampu kita pahami. Percakapan itu bagaimana pun mampu melegakan hati dan tak meninggalkan luka yang menganga.

Apakah hujan telah turun di kotamu? Mendung baru sampai di halaman rumahku. Aku tak merindukan hujan. Namun aku tak sabar melihat rumput-rumput dalam pot bunga bertumbuh. Mungkin kelak di kehidupan mendatang aku memilih untuk menjadi rumput saja. (*)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Review #1 Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap

Akhirnya saya menamatkan trilogi Jendela, Pintu, dan Atap karya Fira Basuki. Membaca buku ini terbilang cukup telat mengingat buku ini ditulis pada tahun 2001 dan sudah mengalami 10 kali cetak ulang.  Untuk pertama, saya ingin mereview buku Jendela-Jendela.Review berikutnya akan ditulis terpisah. Nah, sebelumnya saya bukanlah pembaca Fira Basuki. Sejauh ini saya hanya membaca buku Astral Astria dan Biru karyanya. Dua buku yang ditulis kemudian setelah menuliskan trilogi ini.  Jendela-jendela bercerita tentang seorang perempuan bernama June yang mengalami cukup banyak perubahan dalam hidupnya. Mulai dari kuliah di Amerika, menjadi editor majalah Cantik di Indonesia, kemudian menikah dan pindah ke Singapura. Menepati rumah susun sederhana dan menjadi ibu rumah tangga. Ceritanya mirip-mirip hidup saya pas bagian ibu rumah tangga. Hahaha.  Transisi hidup yang cukup glamor saat kuliah di Amerika dengan tanggungan orang tua serta limpahan hadiah mahal dari pacarnya ke kehidupan...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...