Skip to main content

First Journey With Ara

Bajunya : Off  To Grandma's

Karena neneknya Ara berkunjung ke Makassar, maka saya pun harus membawa Ara ke Makassar untuk bertemu neneknya yang telah datang jauh-jauh dari Bau-bau. Sekalian bertemu dengan tante (Kak Atun) dan sepupunya, Cakra untuk pertama kali. Ara baru 40 hari lebih. Belum cukup dua bulan. Ini adalah perjalanan pertama kami berdua. Saya hanya membawa satu ransel baju. Sudah dengan pakaianku dan pakaiannya. Sedapat mungkin pakaian yang dibawa sedikit mengingat saya membawa bayi dan agak susah mengangkat tas sekaligus.
Semua orang yang saya temui akan heran dan terkejut melihat saya hanya berdua dengan bayi saya yang umurnya belumlah cukup dua bulan. Saya cukup tangguh? Tidak juga, hanya keadaan yang memaksa demikian. Untungnya Ara tidaklah terlalu rewel diajak pergi-pergi. Selama perjalanan Bone-Makassar dia hanya dua kali terbangun untuk minum Asi, sisanya ia memilih tidur.  Mobil yang kutumpangi overload sebenarnya, tapi untungnya penumpang yang berdampingan denganku tidak sampai Makassar. Jadi bisa sedikit lowong hingga tiba di Makassar. 

Di Mcd
Di KFC
Perjalanan kali ini penuh pengalaman. Ara dihadiahi banyak baju dan mainan dari nenek dan tante-tantenya. Diajak jalan-jalan ke Mall. Saya jalan-jalan ke Mall pertama kali saat kelas 4 SD, sedangkan anak saya belum cukup 2 bulan sudah merasakan hingar binger Mall. Tak Cuma itu, kami pergi makan di Mcd bertemu dengan titi-titi naga dan juga ke salon bayi untuk menggunduli rambut lahirnya agar memulai tumbuh baru. Menurut tradisi rambut yang telah dipotong itu harus ditimbang. Berat dari rambut itu harus seharga emas kemudian disumbangkan. Ini menjadi hak anak seperti juga aqiqah.
Potong rambut sambil bobo

Kembali ke topic jalan-jalan, sayalah yang paling capek jika jalan-jalan ke Mall. Menggendongnya itu loh. Bikin encok. Tapi kalo nda keluar bosan di rumah.Hihihi. Makanya saya lebih memilih encok saja menggendong Ara ke Mall mutar-mutar tidak karuan daripada tinggal di rumah.
Bersama Ara saya naik status social. Kemana-mana naik taksi. Kasian dia kalo harus naik angkutan kota yang panas dan lelet. Ya dengan rela harus membayar lebih mahal. Tapi sudahlah, tak apa-apa. Demi kenyamanannya 

Di Losari dan Bobo
Dari beberapa supermarket yang saya datangi, yang paling ramah dengan ibu-ibu yang punya bayi dibawah 6 bulan adalah carefour panakukang square. Trolley di sana menyediakan tempat dudukan bayi. Ara suka duduk di sana. Diam-diam. Tapi setelah digendong, mengamuk minta susu. Hipermart dan Lottemart belum menyediakan fasilitas itu. Sayangnya, Carefour Panakukang Square jauh dari jalan utama Mall Panakukang. 




Ara juga jalan-jalan ke Trans Mall. Bagusnya di Trans Mall adalah sepi dan banyak tempat duduk. Jadi kalo capek tinggal duduk saja. Tapi Ara merengeknya saat mau pulang dan buru-buru beli susu buat Khanza di Carefour. Jadinya saya harus menyusuinya sambil berdiri dan jalan. Untungnya ada pasmina yang saya bawa untuk menutupi aktivitas menyusui itu. Sayangnya karena terlalu banyak udara maka Ara muntah di Carefour. Untungnya dekat-dekat tiang dan tidak ramai. Hehehehe
Senja pertama untuk Ara


Capek ternyata nge-Mall bareng bayi. Satu catatan penting, jangan pake tas selempang. Susah bawanya, pake tas ransel saja biar enak bawanya sambil gendong bayi. Sediakan kain besar untuk menutupi aktivitas menyusui jika terpaksa harus berjalan sambil menyusui. Popok, minyak telon, dan baju ganti. Terutama saat akan menggunduli bayi. Karena otomatis bajunya akan diganti setelah potong rambut. Ara terpaksa harus keliling Mall menggunakan baju piyamanya karena saya hanya membawakan baju ganti itu. 

Pulangnya, Barang membengkak. Bertambah satu kantong plastic belanjaan popok. Padahal sebelumnya telah dikirim satu kantongan besar belanjaan yang sama. Maklum tinggal di kampung dengan kebutuhan-kebutuhan yang hanya terpenuhi di kota. Jadinya harus ekstra kuat saat pulang. Untungnya pulang menggunakan mobil travel Cahaya Bone dan duduk di depan. Kursi nomor satu lumayan luas jika perlu ongkang-ongkang kaki. 
Little Bikuni ^^

Kulitnya Ara menjadi mulus ketika terkena udara Makassar setelah hampir tiga minggu penuh jerawat-jerawat kecil dan membuat kulitnya kasar. Tapi sepertinya jerawat-jerawat itu kembali lagi. Mungkin harus jalan-jalan ke Makassar lagi?

Comments

  1. Ara.. jangan bosan untuk jalan2 yaa... nanti kalo udah besar, udah bisa diajak ke toko buku dan beli banyak buku dongeng

    ReplyDelete
  2. nanti daddy yang gendong ya. Mommynya capek gendong ara :(

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...

antusiasme berfoto....

Sebagai prasyarat untuk mendapat izin ujian selain kelenagkapan berkas, calon sarjana perlu menyertakan foto berjas atau berkebaya. Beranjak dari sinilah cerita hari ini bergulir. “izin ujian itu lama loh keluarnya” kata Santi. ( wahhh…aku harus segera mengurusnya ) Tapi aku belum berfoto. Merujuk pada dua orang kakak perempuanku yang telah berhasil menyelesaikan kuliah S1-nya dan telah melalui sesi berfoto untuk ujian dan wisuda, kepada merekalah aku meminta petunjuk. Dan hasilnya….keduanya berfoto menggunakan kebaya untuk ijazahnya. Meski kak Ipah memakai jilbab, ternyata untuk tampil cantik di ijazah ia rela untuk melepas jilbabnya dan bersanggul kartini. Dan atas petunjuk inilah aku pun kemudian mempertimbangkan hal tersebut. Dengan beberapa pertimbangan : Pertama, Dwi kan tidak berjilbab. Teman-teman yang pake jas rata-rata yang berjilbab. Kedua, Inikan ijazah untuk S1, tak ada orang yang memiliki gelar S1 dua kali. Mungkin ada, tapi mereka devian. (...