Skip to main content

Tentang Film Hollywood Di Indonesia


Ini bulan Juni. Musim liburan baik di Amerika maupun di Indonesia yang mengikuti sistem pendidikan di Amerika. Musim liburan menjadi patokan waktu untuk melaunching film-film baru Hollywood. Deretan judul film keren menggugah imajinasi untuk ditonton. Mulai dari Kungfu Panda 2, Pirate Of The Carebean 4, X-Men 1st Class, Captain America, Thor, dan banyak lagi film-film hollywood yang bagus. Dan kesemuanya itu terancam tidak ditayangkan di Indonesia. Mengapa?

Kasus ini telah bergulir sejak februari 2011 lalu saat pemerintah membuat kebijakan baru tentang bea cukai peredaran film-film Hollywood di Indonesia. Para produsen film asing harus membayar bea masuk barang, setelah sebelumnya juga harus membayar PPN, PPh, dan Pajak tontonan.Motion Picture Asociation (MPA) keberatan dengan kebijakan tersebut dan mogok mendistribusikan film-filmnya ke Indonesia.

Menurut kabar yang beredar, info terbaru adalah menteri kebudayaan dan pariwisata telah mendiskusikan hal tersebut dengan para distributor film Hollywood dan telah menemukan titik tengah. Kabar ini telah berhembus sejak bulan Mei, namun hingga akhir Juni film-film Hollywood di bioskop-bioskop belumlah memberikan perubahan yang signifikan. Film-film yang tayang adalah film-film yang bukan box office dan tidak terlalu menarik perhatian. Kungfu Panda 2 yang begitu diminati pun tidak tayang di Indonesia, meski di negara tetangga telah berlalu masa tayangnya.

Saya termasuk dalam jajaran orang yang menyukai menonton film di bioskop. Selalu lebih menyenangkan menonton film di bioskop daripada via DVD. Apalagi untuk judul-judul film yang booming dan terkenal. Saya akan menjadi orang pertama yang masuk ke bioskop untuk menonton.Namun jika kenyataannya seperti ini, maka satu-satunya harapan untuk menyaksikan film-film box office tersebut adalah melalui DVD bajakan yang kualitasnya belum original jika ingin menonton lebih cepat. 

Jika mendapat DVD bajakan kualitas Original maka bersiaplah untuk kualitas bajakannya yang kadang tidak bisa diputar pada pemutar DVD, subtitle yang tidak memuaskan, dan yang pasti sensasi yang hilang  yang tidak sama ketika menonton film di bioskop.

Bioskop hanya dijejali dengan film-film Indonesia yang masuh minim kualitas. Meski beberapa kritikus sudah memberi komentar baik namun para penikmat film masih sangsi untuk menyaksikannya. Pada akhirnya para penikmat film hanya mampu berdoa agar film-film Hollywood bisa segera didistribusikan kembali di layar-layar bioskop Indonesia. Amin. (*)

Comments

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Review #1 Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap

Akhirnya saya menamatkan trilogi Jendela, Pintu, dan Atap karya Fira Basuki. Membaca buku ini terbilang cukup telat mengingat buku ini ditulis pada tahun 2001 dan sudah mengalami 10 kali cetak ulang.  Untuk pertama, saya ingin mereview buku Jendela-Jendela.Review berikutnya akan ditulis terpisah. Nah, sebelumnya saya bukanlah pembaca Fira Basuki. Sejauh ini saya hanya membaca buku Astral Astria dan Biru karyanya. Dua buku yang ditulis kemudian setelah menuliskan trilogi ini.  Jendela-jendela bercerita tentang seorang perempuan bernama June yang mengalami cukup banyak perubahan dalam hidupnya. Mulai dari kuliah di Amerika, menjadi editor majalah Cantik di Indonesia, kemudian menikah dan pindah ke Singapura. Menepati rumah susun sederhana dan menjadi ibu rumah tangga. Ceritanya mirip-mirip hidup saya pas bagian ibu rumah tangga. Hahaha.  Transisi hidup yang cukup glamor saat kuliah di Amerika dengan tanggungan orang tua serta limpahan hadiah mahal dari pacarnya ke kehidupan...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...