Skip to main content

Ilmiah populer vs ilmiah kaku

Proposal itu telah sampai di tangan pembimbingku. Banyak kritikan. Wajarlah….:)
Judul sedikit nge-feature mungkin, karenanya perlu diganti. Bahasa tulisanku terlalu bertutur. Terlalu ilmiah populer. Waaaahhhhh……

Haruskah aku mengubahnya…???

Itu sudah caraku menulis. Apakah tidak boleh menuliskan sesuatu ilmiah (dalam kasus ini penelitian) dengan gaya ilmiah popular? Bukankah bahasa ilmiah kaku yang membuat sebagian besar orang tak menyukai buku-buku daras.

Pada kebanyakan orang, bahasa bertutur adalah bahasa yang begitu mudah dimengerti. Bahasa yang membumi dan tak perlu berulang kali membacanya untuk dimengerti. Itulah mengapa buku ciklit, teen-lit, metropop adalah jejeran buku terlaris yang selalu menempati ruang depan sebuah toko buku.

Sedangkan buku-buku daras selalu berada di sudut terbelakang. Berdebu. Tak pernah tersentuh apalagi terbaca. Penjualannya pun tak begitu banyak. Sehingga sangat sedikit saya melihat buku-buku teks berlabel “best seller”.

Aku sempat menanyakan hal ini kepada Kak Yusran. “kenapa aku tak pernah tertarik membaca buku teks. Ketika membacanya pun hanya karena kebutuhan tugas. Dan harus mengulang hingga 5 kali untuk menyelesaikan satu buah paragraph. Kenapa berbeda dengan novel? Novel, membacanya berulang kali pun aku tak pernah bosan. Bahkan novel yang aku baca pada kelas 5 SD pun masih bisa aku ceritakan kisahnya sekarang. Sedangkan buku teks yang kubaca semalam, mana singgah di otakku?

Hal yang sama pun terjadi pada Were, temanku. Dia berusaha membaca buku teks yang akan menjadi bahan analisisnya untuk skripsi nanti. Namun, kenyataannya yang ada bagian buku yang ia ingat hanyalah story tentang sang pembuat teori. Bukan history yang menjadi penyebab lahirnya teori itu, dan bukan pada titik focus teori itu.

Penjelasannya menurut Kak Yusran adalah buku-buku teks memang hanya untuk kalangan terbatas. Ia hanya di baca oleh lingkungan akademis. Para peneliti, dosen, dan mahasiswa. Kalo novel dan cerita lainnya memang untuk ditujukan pada semua orang.


Tapi kan, kampanye yang selalu digaungkan adalah upaya untuk bisa membaca bacaan bermutu. Ciklit, teenlit, metro-pop dan semua sejenisnya dikategorikan sebagai bacaan yang tak bermutu ( menurut pemerhati bacaan). Padahal buku-buku ciklit itulah yang mampu diterima oleh orang dengan bahasa yang membumi. Tak ilmiah kaku. Dan dekat dengan keseharian.

Mengapa harus ada batasan buku ini hanya untuk kalangan tertentu. Akan lebih mencerdaskan jika buku itu kemudian bisa menyentuh semua orang dan memberikan pencerahan.

Apa yang membuat orang tak tertarik pada buku teks. Jawabnya, seeprti contoh kasus saya dan Were. Susah di pahami. Butuh berulang-ulang kali untuk mengetahui maksudnya. Bahasanya terlalu tinggi (langitan kata orang). Mungkin pembahasan di dalamnya bagus sebenarnya. Namun, bahasa penyampaiannya yang begitu tinggi sehingga saya tak bisa mengerti dan kemudian memilih menutup buku itu dan membiarkannya berdebu.

Apa yang harus dilakukan? Jawabannya adalah membuat sebuah buku yang mencerahkan namun bahasa yang digunakan membumi. Bertutur dan tak kaku. Contoh kasus buku ES.Ito “Rahasia Meede”. Buku ini berlabel fiksi, namun data sejarah yang ada tentang VOC hingga KMB sangatlah akurat. Bahkan Donny Gahral Adian pun dalam tulisannya di Kompas saat meresensi buku ini, memberi sebuah saran agar buku ini menjadi sebuah buku pegangan sejarah, merujuk pada faktanya yang begitu akurat.

Hal ini pulalah yang harus dilakukan pada buku pelajaran Sejarah dan beberapa mata pelajaran di sekolah-sekolah. Buku-buku pegangan hendaknya dituliskan dengan gaya bertutur, sehingga para siswa mau menyimak dan tertarik pada pelajaran. Tak hanya sekedar menjelaskan kronologis sebuah peperangan dan selanjutnya menjadi sebuah pengantar tidur di kelas.

Penelitian-penelitian di barat pun mulai menggunakan bahasa bertutur. Menceritakan pengalaman dan kemudian merefleksikannya. Pada beberapa penelitian etnografi di jurnal etnografi SAGE, bahasa yang digunakan begitu membumi. Peneliti menggunakan “saya” untuk menceritakan pengalamannya dan kemudian merefleksikan dengan teori yang mereka gunakan untuk menganalisis realitas.


So, haruskah ilmiah kaku? Ini kepentingan kuliah dan sarjana. Jadi nurut aja deh.

Comments

Popular posts from this blog

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

Sebelum Salju Mencair

Dua hari ini Athens diselimuti awan hitam. Mendung. Cuaca menjadi dingin. Hujan pun turun. Kemarin cuaca mencapai titik minus. Titik hujan jatuh ke bumi menjadi butiran salju. Angin bertiup kencang. Pohon-pohon pinus tunduk patuh pada gerak angin. Tengah malam kristal-kristal beku itu mencumbui tanah Athens. Jutaan butir yang bertumpuk menutupi tanah, jalan, dan segala permukaan yang dijangkaunya. Permadani putih seketika terhampar menyelimuti bumi. Seperti kepompong yang menyelubungi ulat untuk menjadikannya kupu-kupu. Ini salju nak, coba yuk! Hingga pagi hujan salju masih belum reda. Butiran es itu seolah bersuka cita turun ke bumi. Meliuk-liuk mengikuti gerak angin hingga mendarat dengan sempurna di tanah. Mereka seakan berpesta dan enggan mengakhirinya. Hingga siang, butiran-butiran itu seakan tidak jenuh untuk terus meninggalkan jejak. Kulihat seseorang menuntun anjingnya bermain di tengah salju, Bodoh pikirku bermain-main di salju yang dingin. Bikin frosty ternyata s