Skip to main content

Dear Kak Yusran



Saya ingin membuatkanmu kejutan di tanggal 31 Juli ini. Beberapa skenario sudah ada di kepalaku. Memberikan kejutan romantis di tanggal pernikahan kita selalu menjadi khayalan saya. Bahkan saya menanyai Ara bakal memberi apa di tanggal pernikahan kita. "Sebuah kartu bergambar love terus ada gambar Ayah, Mama, Ara, dan Anna. Nanti Ara bikin dua. Satu buat ayah, satu buat Mama", jawabnya. Tapi ia tak kunjung menggambarnya. Bukan karena tak ingin. Tapi karena kamu memberi seleberasi lain melebihi romantis. 

Kamu mengajak kami jalan-jalan. That was best gift ever. Meskipun jalan-jalan sudah terlalu sering kita lakukan. Tapi bukan destinasi yang menjadi tujuan. Atau sebuah foto yang diunggah ke medsos lalu ditandai dengan tagar tempat. Bertualang bersama adalah yang penting. Menginap di hotel murah yang diprotes Ara untuk mengajarkannya tak melulu kemewahan harus selalu kita nikmati tiap kali trip keluar daerah. Menyadari meski sederhana, tapi faktor kesehatan pun perlu dipertimbangkan, misalnya kamar yang tak berbau rokok. Tak dongkol ketika mobil rusak dan masuk bengkel, padahal kita lagi semangat-semangatnya ingin ke Lembang. Meyakinkan Ara bahwa bersenang-senang tak mesti dengan menghamburkan banyak uang. Dan tetap saling menyemangati ketika terjebak macet dan berada di antara kepungan mobil truk yang berjalan pelan di jalan tol.

Pengalaman-pengalaman itu serupa potret kecil rumah tangga kita. Perjalanan tujuh tahun bersamamu adalah petualangan yang penuh makna. Menyenangkan, mengharukan. Beriak tapi juga tenang. Kita berkelahi, berselisih paham. Kita tertawa dan merefleksi. Dirimu adalah pasangan terbaik yang saya punyai. Saya ingin tetap bersamamu, berjalan, bertualang, di puluhan tahun mendatang. Dengan Ara, Anna, dan adik-adiknya mereka kelak. 

Saya merasa dirimu jauh melampaui saya dalam kadar mencintai. Saya meminta maaf akan itu. Tapi saya akan tetap mencintaimu dan belajar mencintaimu dengan kadar yang lebih darimu...

Let love keep us alive..
Selamat 31 Juli...

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Eksistensi Rasa : Kisah Cinta Tak Biasa Untuk Mereka Yang Mencari

Devin Jelaga Osman atau lebih akrab disapa Djo. Ia memiliki pertanyaan paling besar buat dirinya sendiri . Siapa sebenarnya dirinya? Selain pertanyaan yang masih terus ia cari jawabannya itu, ia memiliki rahasia lain. Yang takut ia bagi dengan sahabat terdekatnya, Rindu.  Rindu Vanilla. Mahasiswa arsitektur seangkatan Djo. Ia membenci perpisahan. Kepergian Langit, Mamanya, persiapaan pernikahan ayahnya. Mengapa ia merasa selalu ia yang ditinggalkan sendirian. Hanya Djo satu-satunya yang selalu menemaninya.  Ezra, asisten dosen yang juga mahasiswa Arsitektur di kampus yang sama. Ia menyimpan rahasia tentang kehidupan Djo.  Eksistensi Rasa adalah buku lanjutan dari Konstelasi Rindu yang menceritakan kisah persahabatan antara Djo dan Rindu. Jika belum membaca Konstelasi Rindu, seperti saya, pada halaman-halaman awal buku ini kamu akan sedikit bingung dengan jalannya cerita. Namun jangan berhenti, teruslah membaca. Karena di halaman-halaman berikutnya kamu akan memahami perma...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Meet Esti Maharani

Baru saja saya menghempaskan tubuh di kasur di rumah kakakku yang beralamat Sudiang setelah menempuh waktu 4 jam dari Bone ketika saya menerima pesan text darinya. "Dwi, saya lagi di Makassar. Kamu di mana?" pengirim Esti PJTL 2006. Kubalas segera "Saya juga di Makassar. Kamu dimana?". Dan berbalas-balas smslah kami. Ia menjelaskan bahwa ia baru saja mendarat dan on the way menuju hotel tempatnya menginap. Ia sedang ada liputan musik di Makassar. Wah, sebuah kebetulan yang kemudian membawa kami berada di kota yang sama di waktu yang bersamaan. Esti Maharani, saya mengenalnya 5 tahun yang lalu. Disebuah pelatihan jurnalistik tingkat lanjut (PJTL) yang diadakan oleh Universitas Udayana, Bali. Kami sekamar. Anaknya ramah, suka tersenyum, dan chubby. Saat itu ia mewakili Majalah Balairung, Universitas Gajah Mada dan saya mewakili UKM Pers Universitas Hasanuddin. Dua minggu kami belajar tentang reportase lanjutan bersama rekan-rekan dari universitas lain. Setelah itu k...