Sejak dahulu, seingatku saat pertama kuliah di Makassar saya sangat menginginkan sepeda. Bersepeda adalah olahraga yang paling menyenangkan buat saya. Saya suka angin yang berdesir di telinga kala kukayuh sepeda yang membawaku ke tempat yang lebih jauh tanpa harus berkeringat karena jalan kaki.
Saya merasa bebas ketika bersepeda. Mungkin bisa dipadankan seperti ketika burung terbang di angkasa. Kampus tempat saya kuliah dulu sangat menyenangkan untuk dijelajahi dengan sepeda. Pohon-pohon rindang di sepanjang jalan mampu menjadi peneduh kala bersepeda. Sore hari paling menyenangkan bersepeda sambil melihat para mahasiswa lain berolahraga. Jika lelah singgah sejenak di Pusat Kegiatan Mahasiswa sembari melihat anak UKM basket berlatih atau Korps Pencinta Alam yang sedang latihan manjat dinding. What a perfect evening!!
Sayangnya sampai selesai kuliah keinginan itu tidak pernah kesampaian. Sesekali kalo ke PKM dan menemukan sepeda nganggur saya sedapat mungkin meminjam barang sebentar hanya untuk mencicipi sore yang menyenangkan.
Saat mulai bekerja keinginan memiliki sepeda tidak pernah surut. Bos di kantor pun mengompori untuk membeli sepeda. Tapi sayangnya pada masa itu saya tidak tergerak untuk membeli. Mungkin karena rumah tanteku cukup jauh untuk di tempuh dengan sepeda. Karenanya keinginan itu kembali di kubur.
Saat tinggal di Athens, Ohio, suami sempat mendapat sepeda dari seorang kawan. Nama sepeda itu Kristy, sesuai nama yang memberi. Dan jika di kampus bersepeda itu sangat menyenangkan, maka di OU pun sama menyenangkannya. Jalanan khusus buat sepeda selalu disediakan. Favoritku adalah dinginnya angin musim gugur yang bersisihan di sampingmu. Jika galau punya resep, maka salah satu bahan yang perlu kamu tambahkan adalah bersepeda di musim gugur kala dingin mampu membekukan telingamu. Tidak ketinggalan pemandangan mahasiswa yang main basket.
Tahun berlalu. Bersepeda hanyalah menjadi kegiatan yang masuk didaftar perencanaan. Hingga di dua minggu lalu, suami tiba-tiba mengajak keliling bogor untuk mencari toko sepeda. Is not easy but finally we got one.
Awalnya sih mo beli yang lengkap dengan keranjang. Tapi kalo beli sepeda gituan saya yakin suami ga bakal pake. Padahal bersepeda ini dalam rangka untuk berolahraga bagi kami berdua. Pilihan jatuh pada sepeda unisex berwarna putih. Cukup kokoh meski harganya relatif murah. Tak ada boncengan untuk Ara. Kecuali berdiri di belakang yang masih belum berani kulakukan. Bersepeda pun hanya bisa dilakukan saat ada yang menjaga Anna atau saat dia sedang tidur.
Keliling kompleks adalah rute yang selalu saya lalui. Cukup jauh hingga ke belakang dekat jalan tol. Ngos-ngosan, paha sakit, tapi begitu menyenangkan.
Saya sangat senang akhirnya bisa memiliki sepeda lagi sejak terakhir memilikinya saat kelas 3 SD puluhan tahun silam. Tapi kata suami, dia dari dulu sudah ingin beli. Kalo begitu mari kita anggap sepeda ini sebagai hadiah ulang tahun pernikahan yang ke tujuh. Semoga tetap sehat, langgeng, panjang umur hingga kakek-nenek.
Aaamiiiinnnn....
Bogor, 25 juli 2017
Comments
Post a Comment