Skip to main content

Dunia Dalam Novel, Dunia Dalam Film

Apa jadinya jika saya memberanikan diri ke Amerika dengan bahasa Inggris pas-pasan. Tujuan tidak jelas dan yang pasti saya sedapat mungkin tidak menjadi gelandangan yang artinya ada yang harus menjamin hidup saya di sana. 

Dan kemudian jika persyaratan bisa dikesampingkan kemudian benar-benar saya ke sana, berapa persen kemungkinan yang akan terjadi saya bertemu cowok Indonesia, kaya, baik hati, dan kemudian secara ajaib jatuh cinta pada saya disaat dia memiliki tunangan yang layaknya boneka dengan berbagai pernak pernik mewah melekat di tubuhnya. 

Kemudian perlu ayunan tongkat ajaib pula untuk membuat ketaksengajaan bahwa pria tersebut adalah anak dari orang kaya tempat ibuku bekerja. Butuh banyak kebetulan yang harus terjadi dan campur  tangan fairy goodmother untuk menjalin kisah tersebut. 

Ya, saya sedang menonton sebuah serial korea -yang diperankan oleh Lee Min Ho, syarat film korea yang harus saya tonton- dengan alur cerita yang penuh kebetulan. Kebetulan-kebetulan yang jika saya bandingkan dengan dunia nyata rasanya begitu mustahil bisa terjadi. 

Tak hanya dalam film korea atau film lainnya, dunia yang sempit penuh kebetulan pun akan selalu menjadi peta sebuah cerita pada novel. Apalagi untuk novel-novel romantis. Tiba-tiba bertemu di suatu tempat. Bertabrakan. Berpapasan. Duduk bersebelahan. Cosmic Coincidence.  Saya kadang tak habis pikir mengapa tokoh-tokoh itu mampu bertemu secara tak sengaja di sebuah kota maha luas dengan orang bejubel. Padahal ketika saya jalan ke mall saya selalu saja berharap bisa bertemu dengan seseorang yang sangat ingin saya temui secara tak sengaja. Sepuluh kali saya berharap sebelas kali tidak akan bertemu.  Kebetulan ciptaan semesta ini memiliki skala perbandingan lebih besar di dunia dalam film dan novel. 

Jika setiap orang di dunia hanya berjarak 6 derajat keterpisahan dan kebetulan-kebetulan itu cukup jarang ditemui, maka mungkin di film dan novel derajat keterpisahan itu hanya berangka satu. Mungkin lebih kecil dari satu. Mengapa kemudian sang tokoh utama bisa bertemu dengan tokoh utama yang lain begitu sering meski keduanya tak saling kenal dan tinggal di kota megapolitan dengan berjubel orang. Saya sedikit dengan tokoh-tokoh dalam novel dan film itu. Jalan cerita yang mereka lakoni penuh kebetulan yang kadang mempertemukan dengan pasangan cakep, baik hati, kaya, serta tidak doyan sabun #eh. Ending kisah pun akan mampu di mahfumkan oleh para penonton dengan berbagai permaafan. Mungkin menjadi karakter film dan novel memiliki keasyikan tersendiri dari sekedar menjadi penonton yang ikut gregetan dengan kisah yang rumit dan kusut. 

Ada baiknya saya memahami dunia dalam novel dan film. Dunia yang lebih kecil dari daun kelor. Dunia yang berbatas 300-600 halaman. Dunia yang berdurasi 2 jam. Atau dunia yang terangkum dalam 20 episode di 5 keping DVD. Sedangkan dunia nyata berdurasi entah berapa lama dan berbeda masing-masing individu. Mengompresnya dalam keping DVD mungkin akan menemukan kebetulan-kebetulan yang menautkan temali antar kita dengan orang lain. Dan jika novel dan film dibuat senyata dunia nyata, maka menurutku itu adalah reality show dan setiap orang bosan menontonnya. 

Dunia memang  butuh film dan novel sebagai alat untuk "menyempitkan" cerita hidup seseorang sehingga penonton terhibur dan mampu menarik hal bijak.  Drama memang sejatinya perlu agar hidup berjalan tidak monoton dan datar. Mungkin hidup yang manusia jalani pun tidak berbeda jauh dari kebetulan-kebetulan dalam novel dan film. Hanya saja kita tak pernah menyadarinya. Saya harus mulai meyakini di masa depan mungkin saja saya akan bertemu Lee Min Ho dan membuat dia memperhatikan saya saat saya terlelap. Hahahaha. 

Jadi, apakah boleh saya bertanya seberapa novel hidupmu hari ini? Atau seberapa film hidupmu hari ini? Mungkin yang paling tepat adalah seberapa drama(tis) hidupmu hari ini? Lol. Mari merayakan drama. Berterima kasihlah pada para pengarang, penulis skenario, sutradara, film maker, aktor, aktris, penerbit dan segala yang membantu terciptanya sebuah novel dan film sehingga berbagai drama tersaji di depan kita dan kita tinggal memilihnua di toko buku, mengunduhnya di internet, atau membelinya secara legal atau ilegal di lapak bajakan. Merekalah yang berjasa menyediakan drama yang mampu memberi hiburan dari hidup yang juga penuh drama. 

Dan sekarang, saya pun penasaran kelanjutan drama Lee Min Ho ini karena subtitle film ini ilang di episode ke tujuh. Aaarrrggghhh!!!!!<-----Ini juga too Drama. Dan tulisan ini pun terlalu drama. 

Ok. Sekian. 

Bengo, 28 Desember 2013

Comments

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Review #1 Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap

Akhirnya saya menamatkan trilogi Jendela, Pintu, dan Atap karya Fira Basuki. Membaca buku ini terbilang cukup telat mengingat buku ini ditulis pada tahun 2001 dan sudah mengalami 10 kali cetak ulang.  Untuk pertama, saya ingin mereview buku Jendela-Jendela.Review berikutnya akan ditulis terpisah. Nah, sebelumnya saya bukanlah pembaca Fira Basuki. Sejauh ini saya hanya membaca buku Astral Astria dan Biru karyanya. Dua buku yang ditulis kemudian setelah menuliskan trilogi ini.  Jendela-jendela bercerita tentang seorang perempuan bernama June yang mengalami cukup banyak perubahan dalam hidupnya. Mulai dari kuliah di Amerika, menjadi editor majalah Cantik di Indonesia, kemudian menikah dan pindah ke Singapura. Menepati rumah susun sederhana dan menjadi ibu rumah tangga. Ceritanya mirip-mirip hidup saya pas bagian ibu rumah tangga. Hahaha.  Transisi hidup yang cukup glamor saat kuliah di Amerika dengan tanggungan orang tua serta limpahan hadiah mahal dari pacarnya ke kehidupan...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...