Skip to main content

Menjajal Hunger Games Lewat Buku

koleksi Hunger Games-ku

Setelah menonton film Hunger Games (baca di sini) saya jadi tertarik membaca bukunya. Suami sempat meminjamkan bukunya di perpustakaan. Iseng-iseng intip di Ebay, ternyata trilogi Hunger Games ada dijual dengan harga $ 12.00. Harga yang lumayan murah untuk tiga buku edisi bahasa Inggris. Saat bukunya datang, ternyata ada cacat di buku pertama. Beberapa halamannya terlipat. Mungkin karena hal tersebut maka tiga seri yang tidak bisa djual terpisah ini dihargai murah. Buat saya, ini merupakan pembelian yang menguntungkan. Saya tidak memperhitungkan halaman terlipat asal halamannya lengkap dan terbaca.


Edisi bahasa Inggris dan dengan kata-kata yang sedikit susah cukup membuat saya malas-malasan membacanya. Untungnya gambaran cerita di film HG mampu membuat saya menautkan benang merah tiap adegan.
Bagian yang terlipat (baca : rusak)

Seperti biasa, buku selalu lebih baik daripada film. Begitu juga buku Hunger Games, sekalipun saya membaca versi bahasa inggrisnya. Cerita di buku lebih detail. Lewat bukunya saya lebih memahami karakter masing-masing tokoh. Pertentangan batin yang dirasakan Katniss dan juga para tributes yang lain. Membaca bukunya membuat saya menjadi Katniss yang harus berlari di hutan belantara dan berusaha untuk hidup. Tapi karena bukunya memakai Katniss sebagai pencerita, maka sisi emosional Katniss yang sangat terasa. Sedangkan jika menonton filmnya, saya bisa melihat karakter-karakter yang lain berdiri sendiri dan menunjukkan identitasnya. Terutama Peeta Mellark.

Membaca buku Hunger Games dalam versi bahasa Inggris rada bikin gemas. Buku ini mendapatkan rating 13 tahun ke atas. Masuk kategori buku remaja dan dewasa. Beberapa kata yang dipakai pun lumayan susah menurutku. Cara bertutur Suzanne Collins sangatlah berbeda dengan Rick Riordan, pengarang buku Percy Jackson. Dua buku Rick Riordan dalam bahasa Inggris sudah saya baca dan cukup mudah untuk saya pahami. Sedangkan untuk buku Hunger Games ini, terkadang saya harus mereka-reka arti dari kata dengan melihat konteksnya.

Menonton filmnya sebelum membaca bukunya cukup membantu saya mendapatkan gambaran cerita meskipun saat menonton filmnya pun saya harus meraba-raba pasalnya saya menonton tanpa subtitle bahasa inggris apalagi bahasa Indonesia. Jadi pas selesai nonton filmnya, masih samar ceritanya. Hahahaha. Pas baca bukunya mulai paham, trus nonton lagi filmnya (kali ini dengan subtitle) maka lengkaplah sudah saya menangkap gambaran besarnya.


Tapi masih saja buku ini membuat saya kesemsem. Saya berniat membaca terjemahan Indonesia. Dia masuk dalam kategori wajib baca fardhu 'ain. November ini film keduanya akan segera tayang. Bakal gila saya kalo belum menyelesaikan semua bukunya hingga saat itu.(*)

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...