Scene pertama (minggu 15 februari 2009)
Minggu siang, tak ada kerjaan. Hari ini ada family gathering komunikasi UH, tapi aku beranjak juga dari kamarku untuk bersiap-siap. Aku malas ke acara ngumpul-ngumpul bareng senior, entahlah sense of sosialitaku lagi ngadat. Aku lagi memanjakan tubuhku untuk tidak bertemu dengan pak matahari lama-lama. Tumpukan inputannya k riza pun masih setia menunggu tanganku untuk menjamahnya.
Klipingan peta politik dari Koran Kompas untuk Kak Riza akhirnya bisa aku selesaikan. Tapi ternyata ia membutuhkan waktu hampir seluruh siangku untuk itu. Tapi tak apalah, setidaknya satu kerjaan terselesai. Bapak bersuara gabungan bas dan tenor, penagih setia koranku datang hari ini. Datang di saat aku sama sekali tak punya uang sepeser pun. Tapi untungnya Kak Riza mau membayarkannya untukku, karena ia punya kepentingan data dari Koran-koranku.
Sore (pukul 16.45)
Ettaku menelpon, katanya ia di Panaikang. Seperti biasa saya harus ke sana dan bermalam. Seperti itu ritual yang dia inginkan jika menginjakkan kaki di Makassar sejak kematian ibuku. Aku pun harus menghormatinya, setidaknya datang ke sana dan mengajaknya ngobrol. Akulah satu-satunya anaknya yang masih belum terlalu sibuk oleh kerja dan keluarga yang sebaiknya selalu ada untuknya.
18.30 (lorong kamar di pondokan)
Ani masih meratapi HPnya yang hilang. Tiba-tiba aku menyelutuk sok tau (gara-gara pengetahuan yang kurang jelas dari Taro yang mengatakan bahwa fungsi GPRS adalah untuk melacak koordinat seseorang berada. Awalnya aku juga tidak yakin dengan penjelasan ini. GPRS sepertinya tidak berfungsi untuk itu. Ada sesuatu yang mirip-mirip dengan itu, tapi bukan GPRS namanya. Aku sempat baca di blog halamanrawa).”coba kalo diaktifkan GPRSnya, bisa dilacak koordinatnya”kataku sok tau.
“na aktif ji kak”kata Ani.
“bukan GPRS kak. GPS” kata Ryan sambil tertawa ngikik.
Mukaku memerah dan terlipat. Aduh, bodoh lagi aku di depan anak ini. HHHHUUUUUHHHH….sebel…kesalku.
19.00 (warnet)
Fajar.co.id….clik…..clik… search …result….no found (dwiagustriani). Sekali lagi gagal untuk dapat kerja. Tapi tak apalah, lagian kewajiban kerjanya tak cocok untukku.
Seseorang mengirimiku pesan “Aku menitikkan air mata semuanya begitu indah….bla…bla…bla…”
“Maaf, bisa dijelaskan?Dwi tidak mengerti”jawabku sopan
Dia menjelaskan padaku tentang dua buku berisi tentang tulisan tangan dari dua perempuan yan berbeda…
“……” jawabku
(untuk scene ini nantilah ku ceritakan….)
21.00-07.00 (15-16 februari)
Di rumahnya tanteku, menjadi anak yang baik. Nonton Ever After dan Mean Girls.
07.00 (Panaikang)
Kak ipah pesan susu buat Kevin dan di toko kelontongan tak ada yag jual. Terpaksa harus nunggu toko retail buka. Sebenarnya toko retail buka jam berapa”tanyaku dalam hati. Tiba-tiba ada ide cemerlang yang mungkin bagus disarankan buat pemerintah kota. “mengapa tidak dibuat saja sebuah call center kota. Jadi tiap orang bisa menghubungi nomor itu untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Misalnya, menjelaskan jalan atau menjelaskan jam berapa toko retail buka. Jadi seperti 147 yang mencarikan nomor telepon yang kita butuhkan”. Bagus kan. Jadi kita tidak sekedar mengeluh tentang kondisi pelayanan, tapi juga bisa bertanya banyak hal. Bisa juga menjelaskan prosedur bayar pajak, urus ini urus itu.
(aku lumayan cerdas hari ini)
09.00 (harus balik ke pondokan)
Aku pamit pada Etta. Banyak hal yang harus aku selesaikan hari ini. Hmmm….jerawatku mulai muncul satu-satu lagi. Ini akibat malas cuci muka dan sering ketemu pak matahari, bercipiki-cipika dengan ibu debu…..ck…ck….ck
Aku harus perawatan untuk obsesi yang lain…
(16 februari 2009-kamarku-)
Minggu siang, tak ada kerjaan. Hari ini ada family gathering komunikasi UH, tapi aku beranjak juga dari kamarku untuk bersiap-siap. Aku malas ke acara ngumpul-ngumpul bareng senior, entahlah sense of sosialitaku lagi ngadat. Aku lagi memanjakan tubuhku untuk tidak bertemu dengan pak matahari lama-lama. Tumpukan inputannya k riza pun masih setia menunggu tanganku untuk menjamahnya.
Klipingan peta politik dari Koran Kompas untuk Kak Riza akhirnya bisa aku selesaikan. Tapi ternyata ia membutuhkan waktu hampir seluruh siangku untuk itu. Tapi tak apalah, setidaknya satu kerjaan terselesai. Bapak bersuara gabungan bas dan tenor, penagih setia koranku datang hari ini. Datang di saat aku sama sekali tak punya uang sepeser pun. Tapi untungnya Kak Riza mau membayarkannya untukku, karena ia punya kepentingan data dari Koran-koranku.
Sore (pukul 16.45)
Ettaku menelpon, katanya ia di Panaikang. Seperti biasa saya harus ke sana dan bermalam. Seperti itu ritual yang dia inginkan jika menginjakkan kaki di Makassar sejak kematian ibuku. Aku pun harus menghormatinya, setidaknya datang ke sana dan mengajaknya ngobrol. Akulah satu-satunya anaknya yang masih belum terlalu sibuk oleh kerja dan keluarga yang sebaiknya selalu ada untuknya.
18.30 (lorong kamar di pondokan)
Ani masih meratapi HPnya yang hilang. Tiba-tiba aku menyelutuk sok tau (gara-gara pengetahuan yang kurang jelas dari Taro yang mengatakan bahwa fungsi GPRS adalah untuk melacak koordinat seseorang berada. Awalnya aku juga tidak yakin dengan penjelasan ini. GPRS sepertinya tidak berfungsi untuk itu. Ada sesuatu yang mirip-mirip dengan itu, tapi bukan GPRS namanya. Aku sempat baca di blog halamanrawa).”coba kalo diaktifkan GPRSnya, bisa dilacak koordinatnya”kataku sok tau.
“na aktif ji kak”kata Ani.
“bukan GPRS kak. GPS” kata Ryan sambil tertawa ngikik.
Mukaku memerah dan terlipat. Aduh, bodoh lagi aku di depan anak ini. HHHHUUUUUHHHH….sebel…kesalku.
19.00 (warnet)
Fajar.co.id….clik…..clik… search …result….no found (dwiagustriani). Sekali lagi gagal untuk dapat kerja. Tapi tak apalah, lagian kewajiban kerjanya tak cocok untukku.
Seseorang mengirimiku pesan “Aku menitikkan air mata semuanya begitu indah….bla…bla…bla…”
“Maaf, bisa dijelaskan?Dwi tidak mengerti”jawabku sopan
Dia menjelaskan padaku tentang dua buku berisi tentang tulisan tangan dari dua perempuan yan berbeda…
“……” jawabku
(untuk scene ini nantilah ku ceritakan….)
21.00-07.00 (15-16 februari)
Di rumahnya tanteku, menjadi anak yang baik. Nonton Ever After dan Mean Girls.
07.00 (Panaikang)
Kak ipah pesan susu buat Kevin dan di toko kelontongan tak ada yag jual. Terpaksa harus nunggu toko retail buka. Sebenarnya toko retail buka jam berapa”tanyaku dalam hati. Tiba-tiba ada ide cemerlang yang mungkin bagus disarankan buat pemerintah kota. “mengapa tidak dibuat saja sebuah call center kota. Jadi tiap orang bisa menghubungi nomor itu untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Misalnya, menjelaskan jalan atau menjelaskan jam berapa toko retail buka. Jadi seperti 147 yang mencarikan nomor telepon yang kita butuhkan”. Bagus kan. Jadi kita tidak sekedar mengeluh tentang kondisi pelayanan, tapi juga bisa bertanya banyak hal. Bisa juga menjelaskan prosedur bayar pajak, urus ini urus itu.
(aku lumayan cerdas hari ini)
09.00 (harus balik ke pondokan)
Aku pamit pada Etta. Banyak hal yang harus aku selesaikan hari ini. Hmmm….jerawatku mulai muncul satu-satu lagi. Ini akibat malas cuci muka dan sering ketemu pak matahari, bercipiki-cipika dengan ibu debu…..ck…ck….ck
Aku harus perawatan untuk obsesi yang lain…
(16 februari 2009-kamarku-)
Comments
Post a Comment