Skip to main content

Merindukannya....


Aku merindukannya. Ternyata empat hari tidak melihatnya dan bercerita-mungkin lebih cocknya curhat- padanya membuatku tersiksa. Ia selalu bisa menjadi tempatku mengungkapkan smua rasa. Senang yang begitu meluap-luap atau sedih yang didramatiskan. Ia selalu memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik.

Ia selalu memberi respon tertarik meski kadang cerita ngalor ngidul. Tidak jelas, tidak sinkron, tidak pernah begitu teratur. Dan kadang sesekali lupa pada topik yang aku ceritakan. Tapi ia selalu memberi respon yang aku inginkan. Respon ingin didengarkan. Baru beberapa hari terakhir ini aku baru sadar bahwa aku ternyata senang bercerita meski aku bukan pencerita yang baik.


Icca pun lantas sadar hal itu, karena melihat sebuah tahi lalat kecil di atas bibirku. Ya, aku memang suka bercerita. Aku suka jika orang memancingku bercerita tentang hal-hal yang menyenangkanku.


Pernah suatu waktu, aku menemaninya di warnet. Saat itu pukul 8 malam. Lampu tiba-tiba padam. Aku tidak pulang. Aku lantas bercerita tentang banyak hal padanya. Lelaki hujan, not my man, sampai k yusran. Ia selalu meresponku dengan tertawa atau sesekali menjadi pemberi pendapat.


Tiap leluconku-bahkan yang tak lucu sekalipun- selalu saja dianggapnya lucu. Kami selalu bisa “nyambung” jika mengeluarkan lelucon-lelucon aneh yang mungkin hanya kami berdua yang paham maksudnya.
Tak hanya menjadi pendengar yang baik, ia pun begitu peduli. Tak peduli ia kenal atau tidak, tangannya selalu begitu ringan membantu.

Ramahnya selalu terpancar di matanya yang ceria. Tiap pagi saat ia melihat pintu kamarku terkunci dari dalam, ia akan memanggil namaku. Saat-saat pagi itulah aku kadang menyita waktunya hingga 20 menit hanya untuk mendengarku. Ia selalu menjadi cermin diriku. Ketika ada sesuatu yang tak ingin aku bagi dengan yang lain, padanya semua rahasia itu tersingkap. Meski kadang tidak detail, tapi ia selalu bisa memahaminya. Menyimak dan menyimpannya sendiri.


Hari ini aku begitu merindukannya. Aku ingin ia menemaniku dan medengarkan coleteh cemprengku yang –mungkin baginya memekakan telinga-tentang Edward cullen. Tentang perasaan yang terbawa oleh buku itu. Ia adalah salah satu sahabat terbaik yang kumiliki sejak aku mengenalnya hingga sedekat ini.

Tak hanya pendengar yang baik,tapi ia juga selalu menepati janji. Selalu memberi rasa yakin bahwa semua baik-baik saja. aku selalu mempercayainya. Dan ia selalu mampu diandalkan untuktiap file download yang aku butuhkan...hehehehe

Aku tahu ia mampu memahami luapan perasaanku terhadap cerita itu. Ia juga merupakan teman diskuisi buku yang begitu menyenangkan. Buku stephenie meyer perlu kurekomendasikan kepadanya, agar ia tahu bahwa Bella adalah cermin salah satu sisi perempuan.


Ia berencana pulang-dalam artian sebenarnya. Ia takkan pernah mengatakan itu secara terbuka padaku. Aku tahu ia takkan begitu bisa seterbuka diriku padanya. Aku tak menuntutnya. Meski ada sisiku yang lain yang juga ingin mendengar tiap suka dan sedih yang dia rasa. Sehingga ada kesetimbangan antara kami.
Pastinya akan ada rasa yang hilang jika ia pergi. Ruan di hatiku akan kosong akan kepergiannya. Lagu Mr.Big “just take my heart when u go” yang menjadi back song tulisan ini mungkin cocok untuknya.

“just take my heart when u go”.....


Dan, kumohon jangan pergi begitu saja tanpa pamit padau. Katakanlah seminggu sebelumnya. Agar aku bisa memberimu sedikit pahatan ingatan dari sejuta pahatan ingatan yang telah engkau berikan…..

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone