Dia menelponku. Suara seraknya menandakan dia tidak begitu sehat. Dia memintanya lagi. Ini kesekian kalinya. Aku tahu ia begitu kesepian. Dia menceritakan padaku bahwa ia sedang nonton sendirian di depan tv.
Suaranya begitu berat. Kedengaran sakit.
"Baik-baik jiki?"tanyaku.
"Saya nda pernah makan. kurang nafsu makan. cuma mau makan mie instan dan minum air hangat" jawabnya lemah.
Mataku memanas. Aku tak begitu menyimak lagi suaranya. Kubiarkan ia terus bercerita sambil kualihkan rasaku dari sedih. Masih saja kutahan agar air mata ini tak tumpah. Aku tahu ia butuh teman cerita. Atau teman yang sekedar mau mendengarnya. Duduk di sampingnya dan memberi sedikit respon pada yang dia rasa.
Akulah yang mampu memahaminya. Aku yakin itu. Karenanya ia selalu memintaku pulang. Mungkin ia rindu.
Aku sangat ingin pulang. Menemaninya. Tapi kota ini menuntutku untuk tak pulang.
Dilema rasanya.
Atau aku pulang saja???Menyerah pada ketakberdayaan. Melupakan teras imaji yang aku bangun.
Mungkin pulang ke rumah adalah yang terbaik. Pulang untuk menemaninya bercerita. Membuatkannya teh, memasak untuknya.Menjadi anak yang patuh.....
yah...mungkin itu yang terbaik.
Comments
Post a Comment