Skip to main content

Eleanor & Park



Eleanor mempertimbangkan untuk menaiki bus sekolah yang mengantarnya pulang ke rumah. Ini adalah hari pertamanya di sekolah baru dan siswa baru selalu mendapatkan perlakuan tak menyenangkan. Namun pilihan selain tidak naik bus sangatlah tidak menguntungkan. Berjalan kaki pulang, ia belum tahu arah pulang ke rumahnya. Menelepon Richie adalah yang paling dihindarinya, sudah cukup ia berusaha tidak bertemu dengannya tiap hari di rumah. Naik bus adalah pilihan terbaik di antara terburuk. Namun itu berarti ia mengumpankan dirinya pada anak-anak populer yang hobbynya membully. Terlebih ketika satu-satunya kursi yang kosong hanyalah di bagian belakang. Bersebelahan dengan anak Asia yang seolah tak melihatnya berdiri di lorong bus. Ia memilih pilihan itu. 

Park tak ingin membagi dua kursi kekuasaannya dengan siapa pun. Meski ia begitu muak dengan suasana bus dan teman-temannya yang begitu ribut. Tapi gadis itu tetap berdiri di sana. Sang supir bus menyuruhnya duduk. Ia tak punya pilihan selain memberi bangku kosong disampingnya. Damn!!!

Eleanor tidak menyukai segala yang ada di dirinya. Tubuhnya yang gemuk, rambutnya yang sangat merah, dan hidupnya yang lebih memprihatinkan. Ayah tirinya yang pernah mengusirnya. Ibunya yang selalu mendapatkan kekerasan rumah tangga. Lima adik kecil yang harus berbagi kamar dengannya. 

Bagi Park, Eleanor adalah sebuah seni. Ia tidak dapat digambarkan sebagai sebuah kecantikan. Ia adalah keagungan. Meski setiap kali ia membayangkan kesan saat pertama kali melihat Eleanor tidaklah menyenangkan. Tapi ada sesuatu dalam diri Eleanor yang meminta untuk diperhatikan. Daya tariknya memaksanya untuk tak melepasnya. 

Eleanor and Park adalah kisah cinta anak SMA yang rumit. Bukan sekedar kisah cinta sederhana tentang dua remaja yang saling menyukai. Latar kehidupan yang dramatis membuat cerita ini lebih serius. 

Buku ini cukup lama menempati rak buku sampai kemudian saya tergerak membacanya. Butuh dua kali berhadapan dengan bagian awal buku ini hingga kemudian membuat saya tertarik membacanya hingga akhir. 

Berlatar Omaha Nebraska, Rainbow Rowell menyajikan sebuah karya fiksi remaja yang tidak ingusan. Tetap romantis meski tak membuat klepek-klepek. 

Bogor, 30 oktober 2015

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...