Skip to main content

Kamar Impian Ara

Karena kepentingan riset ( cieee riset...lol) akhir-akhir ini saya suka membeli majalah. Setelah membeli majalah untuk anak remaja Go Girls dan membacanya sampai selesai, hasil temuan saya adalah 70 persen isinya adalah katalog barang dengan harga yang tak terjangkau kantong pelajar atau mahasiswa. Hasil temuan ini nda penting sih ditulis disini, karena riset saya (macam mahasiswa level magister saja) bukan untuk itu. Berikutnya saya membeli majalah Puan Pertiwi. Majalah ini membidik ibu-ibu muda seperti saya ( sisir rambut sambil nyemir uban) dengan ragam informasi tentang perempuan yang sangat informatif. Apakah riset saya tentang itu? Bukan juga sih. Saya cuma pengen baca majalah aja sih, bukan ngeriset. Hahaha. 

Nah, saya nda mau ngobrol soal majalah. Atau soal riset yang sedang saya lakukan. Saya mau ngobrol tentang anak gadis saya, Ara. Apa hubungannya dengan majalah? Cerita majalah cuma seupil, cuman biar jadi panjang dan bisa masukin kata riset jadinya diceritain disini*ditimpukmajalah*. 

Oke, karena sudah dua hari majalah Puan Pertiwinya saya beli dan belum terbaca, serta sebelum suami ngomel-ngomel kalo banyak buku yang belum terbaca, maka saya pun membuka-buka lembar majalahku. Kertasnya licin mengkilap, menguarkan bau kertas mewah. Saya menikmati moment itu sambil membuka halaman-halamannya pelan-pelan. Lembar demi lembar. Kemudian....sebuah tangan kecil mengacaukan keintiman yang terjadi antara saya dan majalah. Dia membuka paksa halaman yang ingin dilihatnya. Pas beli kemarin, saya menunjukkan sebuah halaman yang terus diingatnya. Terintimidasi olehnya saya melakukan perlawanan. Tapi siapalah saya, melawan kuasa tangisnya. Tangan saya pun membuka halaman yang dia maksud. "Baca, Mama!", suaranya memaksa. 
"Kid's Study Room", kataku keras membaca judul artikel itu. 

Belum kumulai membaca satu paragraf ia sudah mengoceh. "Ara mau rumah ini. Yang ada tangganya", katanya sambil menunjuk satu gambar dekorasi kamar yang memiliki tempat tidur di atas dan meja belajar di bawah. 

"Kalo mau kamar begitu, Ara harus tidur sendiri. Nda tidur sama Mama dan Ayah. Berani?", tanyaku. "Iya, berani", jawabnya mantap. 
"Ada televisinya". "Itu komputer buat belajar", koreksiku. "Nanti Ara baca buku. Once upon a time...", ocehnya. "Naik tangga, climb climb climb...ada fotonya Minnie, Mickey, Goofy...nanti datang Khanza main-main di rumah Ara", lanjutnya lagi. "Tunggu sebentar. Tunggu ya...", katanya sambil mengambil kertas dan mencoret-coret. 

Tidak lama kemudian dia telah menggambar coretan kamar dikertas itu. Lengkap dengan tangga, televisi yang sebenarnya komputer, buku, serta tangga yang sangat tinggi sehingga terlihat seperti rumah pohon. "Ara imagination", katanya. "Foto, Mama....yang merah tombolnya ( record maksudnya) hi guys this is rumah Ara imagination" katanya sambil mulai berpose dan saya merekam tingkahnya sampai 3 menit lamanya. Dia terus bercerita sesekali menambahkan coretan yang dia lupa gambar di gambarnya. 

Saya kemudian memperlihatkannya beberapa dekorasi kamar di internet. Matanya berbinar. Semua begitu menakjubkan di matanya. Ada yang punya rumah di kolong tempat tidur, seluncuran, kamar yang serupa tenda. Ia memandanginya dengan senang sambil bertanya mengapa ada kakaknya ( ada gambar anak kecil), ini lewat mana ( ketika ia tidak melihat tangga tempat tidur), kenapa tempat tidurnya empat ( ada kamar dengan dua ranjang susun). "Nanti kalo Khanza datang, Khanza bobo sama Ara. Terus main-main", katanya sambil memandangi sebuah kamar berwarna biru. "Biru saja, Ara tidak mau pink". 

"Harus pilih satu, karena yang bisa dibikin cuma satu", kataku. "Nanti minta Handy Many. Terus Handy Many tuk tuk tuk ( sambil meragakan memalu)", katanya. "Iya. Nanti minta tolong sama Handy Many untuk buatkan", kataku. "Handy Many Om". Ia  kemudian bingung memilih kamar mana yang sangat memikat hatinya. Yang ia lakukan selanjutnya adalah memandangi kamar-kamar anak itu satu persatu hingga tertidur. 

Ia membawa kamar imajinasinya ke alam mimpi. Semoga kelak kamu bisa menginderainya dengan bahagia, anak sayang. For now, imagination is enough. 

Bogor, 11 Mei 2015

Comments

Popular posts from this blog

Kesatria Putih dan Peri Biru

Di sebuah zaman, di negeri antah berantah tersebutlah sebuah kerajaan bernama Koin Emas. Di kerajaan ini semua rakyat rajin bekerja dan pandai menabung. Setiap koin yang dihasilkan dari bekerja setiap harinya disisihkan untuk ditabung untuk masa depan. Sang raja memiliki tempat penyimpanan khusus untuk setiap koin yang disisihkan rakyatnya. Namun terdapat satu koin pusaka yang telah turun temurun diwariskan oleh raja-raja terdahulu. Koin itu diyakini drachma asli dari Dewa yang diturunkan khusus dari langit dan diwariskan untuk menjaga kesejahteraan kerajaan Koin Emas. Koin pusaka tersebut menjadi pelindung kerajaan Koin Emas. Jika koin itu hilang diramalkan kesejahteraan di kerajaan Koin Emas akan berubah menjadi kesengsaraan. Koin itu pun dinilai memiliki khasiat mampu member kekuatan dan kekuasaan bagi yang memilikinya. Raja begitu menjaga pusaka tersebut. Ia takut jika koin pusaka itu hilang atau dicuri. Hingga suatu hari kedamaian di kerajaan itu terganggu. Seekor Naga Merah m...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Irfan Bachdim Teman SMP Aku loh!!!!

Di mimpiku Irfan Bachdim pake jaket coklat :) Irfan Bachdim Teman SMP Aku loh!!!! Kok bisa? Ini sebabnya... Siang ini mimpiku begitu ajaib. Aku bermimpi menonton laga Persema dan PSM di stadion Mattoanging. Alasannya siapa lagi kalo bukan Irfan Bachdim. Hahahahahahaha. Disaat itu jelas-jelas aku mendukung Persema. Bukan PSM. Bahkan baju yang kupakai pun adalah seragam Persema. Yang mengejutkan dari mimpi adalah saat aku memperhatikan pemain-pemain   Persema lebih jelas untuk mencari sosok Irfan Bachdim, sosok yang kucari itu bahkan menghampiriku. Berbicara padaku dari pinggir lapangan “Dwi, u’re beautiful”. Sontak saja terkejut. Dimana dia bisa mengenal namaku. “How do u know me” tanyaku.  “ I know you, Ani” katanya. Hei, bahkan nama kecilku pun ia tahu. Aku terkejut. Wow, apa dia menguntitku. Sampai membaca semua isi blogku. Hanya teman-teman SD dan SMP yang tahu nama kecilku. Saat SMA aku tak lagi dipanggil dengan nama Ani. Dan k...