Saya membayangkan Solo sebagai kota kabupaten yang sederhana. Kental unsur Jawa dan batik menjadi sumber penghidupan bagi para warganya. Ketika berkunjung ke kota ini pekan lalu saya menemukan cerita yang lain.
Solo menjadi kota yang sangat ingin saya kunjungi setelah beberapa tahun lalu mengunjungi Yogyakarta. Yogyakarta yang sangat Jawa, warung di sepanjang jalan, padat, dan penuh bule. Saya membayangkan Solo adalah kebalikan dari segala hingar bingar Yogyakarta.
Saya, suami, dan anak merencanakan berangkat hari jumat sore. Sayangnya, kami kehabisan tiket kereta di stasuin gambir. Catatan penting, jangan merencanakan melakukan perjalanan dengan membeli tiket kereta perjalanan jauh di stasiun di menit terakhir akan berangkat. Tiket habis. Bahkan untuk tiket kereta eksekutif yang harga sekitar 450ribu perorang. Kami lantas memilih untuk menggunakan moda transportasi pesawat terbang yang harganya relatif sama dengan tiket kereta api eksekutif.
Jika kereta api memakan waktu delapan jam perjalanan , maka jarak Jakarta-Solo menggunakan pesawat terbang hanya sekitar sejam. Bandara Adisumarmo Surakarta letaknya cukup jauh dari jantung kota Solo. Biaya sewa taksi mencapai kota Solo kurang lebih Rp.100ribu tanpa argo dengan kesepakatan lebih dahulu dengan supir taksi. Sebaiknya membuat janji lebih dahulu dengan supir taksi untuk menjemput di bandara, karena tanpa kesepakatan lebih dahulu lebih bisa jadi anda akan membayar lebih.
Kami memilih menginap di Tune Hotel yang cukup dekat dari pusat kota. Hotel ini cukup murah hanya Rp.200ribuan semalam. Meski tanpa sikat gigi, odol, dan sarapan. Namun jika ingin hotel dengan pelayanan yang lebih, jangan khawatir kota Solo bertabur hotel-hotel diberbagai sudut kota. Mulai dari yang mewah hingga yang modern, minimalis, dan murah seperti Tune hotel. Tergantung isi dompetmu.
Dekat Tune Hotel ada Mall namanya Paragon Mall. Kirain nda ada Mall di Solo karena sempat ada pelarangan pembuatan Mall di jaman Jokowi walikota, tapi ternyata bukan soal larangan mallnya tapi lokasi pembangunannya waktu itu. Toh, ternyata di Solo tetap ada yang cukup besar hingga punya bioskop sendiri.
Awalnya kami ingin naik becak ke Mall, tapi mas tukang becaknya memberi tarif Rp.25ribu. Terlalu mahal untuk jarak yang bisa ditempuh dengan jalan kaki. Transportasi umum di Solo ada beberapa jenis. Ada busway yang lewat jalur-jalur tertentu-tapi kalo belum tau shelternya dan arah jalan bisa tersesat-, taksi yang dikelola warga lokal dan kebanyakan dari mobil jenis avanza, becak, dan angkot-tapi tidak beroperasi di dalam kota-.
Taksi menjadi pilihan transportasi yang kami pilih. Supir-supir taksi sangat ramah menjelaskan tempat-tempat wisata di kota Solo. Memberi rekomendasi tempat makan yang enak. Sayangnya tarif taksi harus selalu dibayar dengan minimum payment Rp.25ribu meski argo menunjukkan angka15ribu saja. Maka tidak jarang supir taksi menunggu penumpangnya hingga untuk mencapai minimum payment sekalipun sang penumpang turun makan atau berbelanja-yang bisa saya pastikan memakan waktu diatas 10 menit-. Meminta taksi menunggu pun sebenarnya ada baiknya juga karena transportasi ini sebenarnya tidak terlalu banyak di jalanan kota Solo. Kadang perlu menunggu puluhan menit untuk mendapat taksi tanpa penumpang.
Yang Kami Kunjungi di Solo
Solo memiliki banyak tempat wisata. Misalnya Kasunanan Surakarta dan Kraton Mangkunagaran, Pasar Klewer, naik kereta api Jaladara, atau berkeliling kota dengan bus tingkat Werkudara. Tapi kami tidak mengunjungi tempat wisata tersebut atau keliling ala turis. Hahahaha. Sayang banget ya keliatannya? Kratonnya sudah tutup waktu kami melintas di depannya, pasar klewer terbakar, naik Jaladara dan Werkudara harus pesan tiket jauh-jauh hari.
Kami mengunjungi pasar antik Triwindu, kampung batik Laweyan, dan Pusat Grosir Solo. Di pasar Triwindu terdapat berbagai macam barang antik, topeng-topeng, wayang, hingga bathtube bocor. Anak saya hanya bermain di halaman pasar, ia cukup takut melihat topeng-topeng jawa yang sangat banyak. Di kampung batik Laweyan terdapat banyak butik-butik batik tulis. Harganya cukup mahal, tapi bahan dan kualitas kainnya bagus. Toko-tokonya didesain sangat Jawa dengan beberapa perempuan membatik di halaman depannya. Jika sekadar berfoto, tempat ini cukup keren untuk bernarsis.
Jika di Laweyan mahal, maka ke Pusat Grosir Solo-lah. Daster batik dijual dengan harga miring, Rp.20.000 per baju. Selain batik ada juga baju kaos dengan desain lucu-lucu khas Solo, pun tidak menjebol kantong. Jikalau membeli batik dan menawar maka sang penjual akan bertanya mau eceran atau grosis dan apakah akan dijual lagi. Karena itu akan mempengaruhi berapa motif yang bisa dipilih dan berapa harga yang akan mereka berikan.
Kuliner Solo
Kami menyempatkan menikmati kuliner Solo. Suami sangat ingin ke sebuah warung yang sering dikunjungi oleh Jokowi. Namanya Soto Gading 1. Bangunannya serupa warung biasa dengan meja-meja kayu dan bangku panjang. Lantainya dari keramik putih yang mulai kusam dan retak. Sotonya berisi ayam, nasi, dan kuah soto yang gurih. Tidak seperti coto Makassar, soto ini rendah kolestrol. Harga perporsinya hanya Rp.7000. Bisa dimakan dengan gorengan dan aneka sate yang tersedia di atas meja. Meski sangat sederhana, soto ini sangat laris. Ketika meminta satu porsi lagi sang karyawanbilang sudah habis. Padahal waktu masih menunjukkan pukul tiga sore. Para karyawan warung itu menunggui kami selesai makan untuk membersihkan dan menutup warung mereka.
Kemudian kami mencoba warung Soto Segeer Mbok Ngiyem. Kali ini warungnya cukup besar dan luas. Menempati sebuah ruko besar. Cukup ramai juga. Saya mencoba soto dengan modifikasi isi daging. Tapi ternyata yang rasa original lebih enak. Di Mbak Ngiyem ini gorengannya lebih banyak pilihannya. Mulai dari tempe goreng, tahu, sate usus, sate daging hingga sate telur puyuh. Tapi masih enak Soto Gading sih. Hehehe
Nah, iseng saya melihat twitter dan mengintip akun @kaesangp dan melihat foto martabak Markobar dengan toping aneka macam. Iseng-iseng saya memesan via delivery service. Eh ternyata direspon. Delapan toping yang aneka macam ( toblerone, oreo, nutella, kitkat green tea, ovomaltine, dan banyak lagi yang lezat, you name it) dijual dengan harga Rp.50ribu per satu kotak. Biaya antarnya Rp.25ribu. Lumayan murah dibanding martabak manis dengan toping toblerone di jakarta yang harganya sampai Rp.100ribuan. Ternyata di Solo namanya terang bulan seperti di Makassar.
Pulangnya kami memilih naik kereta Api bisnis. Harganya seperdua dari tiket eksekutif. Naik di stasiun Solo Balapan turun di Senen. Ternyata stasiun Balapan inilah yang menjadi inspirasi lagu Didi Kempot. Baru tahu saya. Lol
Nah, apakah saya puas jalan-jalan ke Solo? Puas dong. Meski nda ke Kasunanan, Kraton atau naik Jaladara dan Werukudara? Tetap senang. Kasunanan dan yang lain bisa dikunjungi lagi nanti. Toh Solo sudah memberi kesan yang baik buat saya. Kotanya rapi, hijau, kurang bule, orangnya ramah-ramah meski transportasinya mahal. Dan terima kasih buat suami yang menjadi man of the match pada perjalanan ini. Tanpanya saya tidak yakin bisa menginjakkan kaki di Solo. Tidak lupa Ara yang selalu positif disegala keadaan.
Sampai bersua lagi, Solo. (*)
Bogor, 21Maret 2015
Waahh martabaknya murah yaaaa, mauuu
ReplyDeleteIya, murah banget Mbak Maya. Dengan toping aneka macam itu menurutku sudah sangat murah.
DeleteBecak di solo bisa kok ditawar setengah harga... :D btw, selain km apa banyak yg ngira kalo solo gak ada mall? Hahaha
ReplyDeleteHallo Ilham Bachtiar...naik becak dari soto gading ke PGS terasa cukup jauh. dikasi harga 20ribu sama bapaknya, tapi aku bayar lebih. kasian soalnya :D
DeletePernah jln2 ke kota solo jg...isshhh pengen ke sana lg :)
ReplyDeleteSolo ngangenin ya.hehehe
Deleteya ampuuuuunnn jadi kangen solooo,
ReplyDeletepernah 2 tahun di sana, dan membaca postingan ini jadi kangen berat, hehehe