Skip to main content

Casing Megapolitan Rasa Kampung Asri

Kami pindah rumah lagi. Dari Depok pindah ke Bogor. Dari Depokers ks Bogorian. Dari Apartemen ke rumah. Dari padatnya jalanan depan apartemen ke rerimbunan pohon bambu. Dari tetangga yang berbahasa korea ke tetangga yang berbahasa sunda. Dari tetanggaan kolam renang ke tetanggaan sungai deras di depan rumah. Dari kota megapolitan Depok ke kampung  Cijulang yang asri. 

Saya merasa keren pindah rumah dalam itungan dua bulan. Berasa loncat dari satu tempat ke tempat yang lain. Suka duka pindah rumah pasti selalu ada. Angkat barang, bersih-bersih, beradaptasi, membuat  diri senyaman mungkin. 

Pindah rumah kali ini kesannya berputar 180 derajat. Dari yang sangat modern ke tempat yang sangat tradisional. Tapi sebenarnya nda jauh beda sih. Hanya suasana yang berubah tapi so far tidak memberikan perbedaan yang mencolok. Masak sendiri, membersihkan rumah, dan yang pasti bisa mencuci sendiri ( tanpa perlu ke laundry yang bikin jebol dompet) serta tukang sayur yang lewat depan rumah tiap hari ( I thank God for tukang sayur). 

Kami pindah ke Bogor, tepatnya di Sukaraja. Lebih tepatnya lagi di kampung Cijulang. Nah, karena namanya kampung, maka suasananya pun sangat kampung. Jalanan berbatu, melewati ladang singkong dan kebun pepaya, menyeberangi sungai, dan diantara rerimbunan pohon bambu. Tidak ada mini market dekat sini kecuali warung kecil yang tidak juga menyediakan Aqua Galon. Tidak ada pula angkot yang lewat di depan lorong, karena jalanannya bukanlah jalur jalanan kota. Setiap orang menggunakan bahasa sunda disetiap komunikasinya. Tidak anak kecil yang main-main, maupun penjual. Untungnya beberapa kata gampang dimengerti. 

Saya tidak yakin jika mengirim barang ke alamat rumah, akan sampai dengan selamat. Alamatnya tidak cukup meyakinkan, tapi itu tak jadi soal, belanja onlineku bisa nitip di kantor suami. Di Cijulang ini saya merasa kembali tinggal di Bengo. Bedanya di sini sinyal 3G lancar dan untuk ke Mall tak perlu naik mobil 4 jam. 

Kami menempati rumah yang agak besar. Kamarnya tiga, kamar mandi dua, dan dapur. Dua kamarnya kami tidak pakai. Hanya ditempati barang. Ruang tengahnya pun hanya dilalui jika ingin ke dapur, ruang tamu hanya dipakai jika keluar rumah. Jika ini perumahan di luar negeri, maka ruang-ruang yang tidak terpakai bisa disewakan lagi. 

Pindah rumah dari yang perabotannya lengkap ke rumah yang tidak memiliki perabotan cukup menyibukkan. Sibuk beli-beli barang. Sibuk menginventarisir apa yang perlu dibeli. Kulkas dan kompor serta galon adalah primer. Kemudian terpikirkan untuk membeli barang tambahan lainnya, semisalnya rak piring, lemari, rak buku, hingga jemuran. 

Awalnya daftar-daftar itu masuk pada list harus dibeli, tapi lama-lama saya menganggap tidak penting lagi. Jemuran diakali dengan tali rapiah dan bambu pinjaman tetangga, rak piring diakali dengan rak kecil dua tingkat yang memuat semua peralatan makanku ( tiga piring + 1 mangkuk + 2 gelas + 12 sendok), lemari....hmmmm... Mungkin saya beli kotak serba guna yang super gede, rak buku ( no need...ruangan cukup banyak untuk menggelar buku). 

Tapi sepertinya tempat tidur menjadi sebuah keharusan. Tidur adalah rekreasi paling murah yang perlu ditunjang dengan tempat tidur yang cukup empuk. 

Menyenangkan rasanya pindah ke rumah yang lebih luas  dan bisa menyuci sendiri baju kotorku tanpa perlu sibuk ke laundry dan mengeluarkan uang. Menjemurnya di tali rapiah sembari menunggu tukang sayur lewat. Membersihkan rumah yang tidak terlalu disesaki perabotan terasa lebih ringan. Harusnya memang rumah tak perlu disesaki barang yang tidak penting. Biar tidak menjadi sarang debu. Letaknya yang jauh dari riuh kota cukup mampu menekan rasa iseng ingin jalan-jalan ke mall. Jalan-jalannya cukup keluar rumah dan menapaki lorong-lorong berbatu. Melihat tetangga dan mendengar musik daun bambu yang tertiup angin. Romantis bukan? 

Pindah kali ini casing saja kota besar tapi rasanya kampung. Hidup kampung!!!!(*)

Bogor, 13 September 2014

Comments

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

Asyiknya Berkirim Kartu Pos

Kartu pos untuk teman-teman di Indonesia. Beberapa minggu ini saya lagi senang-senangnya berkirim kartu pos. Membeli kartu pos di court street. Menuliskan nama dan alamat yang akan dikirimkan. Menuliskan pesan yang akan disampaikan. Dan membawanya ke kantor pos dan memposkannya. Prosesnya itu begitu menyenangkan buatku. Terlebih lagi ketika orang yang saya kirimi kartu pos mengabarkan kalo kartu posnya sudah sampai, rasanya seperti mission completed deh. Selain mengirimkan kartu pos ke teman-teman di Indonesia, saya juga bergabung di Postcrossing . Sebuah web yang menyatukan para penggemar kartu pos seluruh dunia. Saya menemukan web Postcrossing ini tak sengaja ketika sedang mencari informasi berapa harga prangko untuk kartu pos luar negeri. Caranya gampang, daftar di webnya, kemudian kamu akan menerima 5 alamat yang harus kamu kirimi kartu pos. Saat pertama join kamu harus mengirim kartu pos. Ketika kartu pos itu diterima, maka alamat kamu akan disugesti untuk dikirimi kartu po...

Ketika Salju Kembali Turun

Salju kembali turun. Saya senang jika salju turun. Itu berarti saya bisa main-main salju lagi. Setiap kali salju maka ribuan khayalan yang ingin saya lakukan di benakku. Dulu saya belum sempat membuat boneka salju. Frosty selalu menjadi mainan yang asyik ketika musim salju seperti yang saya lihat di televisi. Dan kemudian saya ingin membuat Snow Angel. Berbaring di salju dan kemudian menggerak-gerakkan kaki dan tangan sehingga membuat saljunya membentuk malaikat lengkap dengan sayap. Snow Bird bikinanku Karenanya ketika salju kembali turun saya tidak lagi berniat narsis dengan foto-foto biasa di tengah salju. Saya mau buat Snowman dan membuat cetakan snow angel. Kali ini kaos tangan khusus salju menjadi senjata lengkap. Saya tidak ingin membuat tangan saya beku sebelum membuat boneka salju. Atau at least menyerupai boneka salju. Sebelum ke Athens, Ema sempat memberiku syal rajutannya. Kujanjikan padanya akan kukalungkan manusia salju yang kelak saya buat. Dan akhirnya saya memenu...