Skip to main content

Kami Pindah Ke Depok

                  ( Foto : Google)

Setelah menunggu 6 bulan lebih, akhirnya bisa kembali berkumpul dengan ayah. Melewati banyak hari dimana kami hanya sekedar berkomunikasi lewat handphone yang kadang harus berkompromi dengan sinyal. Menggantungkan pertanyaan kapan segera berkumpul. 

Tak gampang untuk pindah. Tempat tinggal yang lumayan nyaman untuk keluarga dan anak di kota besar termasuk barang mewah. Awalnya saya berharap bisa langsung sewa rumah dan tinggal di Bogor, supaya dekat dengan kantor suami, namun satu dan lain hal kami belum sempat merealisasikannya. 

Urusan kepindahan ini pun rasanya sangat ajaib. Seperti dejavu saat di tahun 2012 mendadak diberi tahu untuk bersiap ke Amerika nyusul suami. Kali ini pun dadakannya sama. Suami saya tipe dadakan orangnya, untungnya saya tipe yang well prepare untuk saat-saat seperti ini. Baju dipacking jauh-jauh hari di dalam koper. Barang-barang yang akan dibawa pun sudah dicatat baik-baik. Dan hasilnya 29,5 kg bagasi terpakai dari 30 kg yang dijatah untuk dua penumpang, saya dan Ara. 

Seperti biasa, di hari-hari menjelang kepergian selalu ada buncahan emosi yang memerangkap rasa yang melankolis. Berasa sudah kangen Bengo sebelum pergi meninggalkannya. Ah, untuk yang seperti ini saya selalu meneteskan air mata. Too much drama maybe. Kepergian kali ini berasa lebih lama. Kelak jika pulang ke Sulawesi kami menyebutnya pulang kampung. Pulang kampung yang berarti hanya beberapa saat dan berbagi rindu. Ketika rindu terobati, maka kala itu kembali pergi menjadi keniscayaan. 

Kepergian kali ini dengan harapan untuk menjejakkan mimpi akan sebuah tempat yang kami sebut rumah kami pada bumi. Tempat yang akan Ara sebut rumahku, rumah kami dimana berbagai sayuran akan tumbuh di halamannya. 

Untungnya farewellnya tak begitu dramatis. Dadah-dadahan dengan Etta sambil menitipkan doa agar kelak ia datang berkunjung ke rumah kami. Ngumpul dengan Ecy, Fufu, Miqa, Were, dan Emma untuk berbuka puasa. Kemudian nge-midnight bersama Were dan Emma, dan ke bandara bersama mereka pukul tiga pagi. Cewek-cewek ini berhasil membuat saya melewatkan satu malam tanpa galau di Makassar sekalipun ngantuk begitu hebat dan harus tetap terjaga hingga bertemu tempat tidur di tempat tinggal baru. Untungnya Ara tidak terlalu rewel dan sepanjang perjalanan ia tertidur pulas di bangku yang sudah menjadi haknya karena tidak lagi membayar separuh harga. 

Dan rasanya seperti terbangun dari tidur yang panjang saat menjejakkan kaki di pagi hari di ibukota. Mataharinya tak berbeda, waktu hanya bergeser sejam, tapi seperti menyongsong hari baru. Rasa yang harusnya saya rasakan empat tahun lalu saat masih pengantin baru, memulai segalanya dengan mandiri. Termasuk memasak dan mengurus rumah. Ah, belum apa-apa sudah kangen masakan rumah. 

Dan di sinilah kami memulai hidup mandiri, di sebuah tempat bernama Margonda Residence Apartement. Di lantai tiga yang mengharuskan saya naik turun tangga hingga betis berkonde. Namanya apartement, tapi tampakannya mirip rumah susun sangat sederhana sekali. But i think size doesnt matter, the important thing is reunite again. 

Depok, 26 Juli 2014

Comments

  1. tidak ada yang lebih membahagiakan selain berkumpul dengan keluarga. selamat menjalani episode baru di ibukota ^^

    ReplyDelete
  2. Selamat menemukan rumah baru kak ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

Sebelum Salju Mencair

Dua hari ini Athens diselimuti awan hitam. Mendung. Cuaca menjadi dingin. Hujan pun turun. Kemarin cuaca mencapai titik minus. Titik hujan jatuh ke bumi menjadi butiran salju. Angin bertiup kencang. Pohon-pohon pinus tunduk patuh pada gerak angin. Tengah malam kristal-kristal beku itu mencumbui tanah Athens. Jutaan butir yang bertumpuk menutupi tanah, jalan, dan segala permukaan yang dijangkaunya. Permadani putih seketika terhampar menyelimuti bumi. Seperti kepompong yang menyelubungi ulat untuk menjadikannya kupu-kupu. Ini salju nak, coba yuk! Hingga pagi hujan salju masih belum reda. Butiran es itu seolah bersuka cita turun ke bumi. Meliuk-liuk mengikuti gerak angin hingga mendarat dengan sempurna di tanah. Mereka seakan berpesta dan enggan mengakhirinya. Hingga siang, butiran-butiran itu seakan tidak jenuh untuk terus meninggalkan jejak. Kulihat seseorang menuntun anjingnya bermain di tengah salju, Bodoh pikirku bermain-main di salju yang dingin. Bikin frosty ternyata s