Skip to main content

Pergi dan Pulang

Satu koper. Satu ransel. Cukup itu barang yang aku kepak dari rumah. Tapi rasanya sebagian dari hatiku tak mampu tertampung di tas-tas itu. Ada banyak serpihan hati yang tertinggal di setiap sudut rumah. Tak mampu aku kumpulkan. Lebaran baru saja. Suka cita kemenangan tetap mengatmosfer. Tapi aku merasakan kesedihan yang mendalam. Jadwal wawancara visaku sudah ada. Juga Ara. Pas dihari pertama perkantoran. Berarti harus meninggalkan rumah dua hari sebelum libur lebaran usai. Saat orang-orang masih berkumpul di rumah. Saat para ponakan begitu bergembira saling bertemu. Berat meninggalkan rumah. Apalagi ketika mengetahui bahwa tak lagi sempat kembali ke rumah, kemudian berangkat.

Ini bukan kepergian yang lama. Takkan cukup setahun. Tapi ini adalah kepergian paling jauh. Sendirian. Menguatkan hati dan menjaga Ara. Aku merasakan masa-masa yang melankolis setiap detiknya. Menikmati kamarku. Melihat setiap sisinya. Dan ketika pagi ketika Etta mengantarku ke rumah nenek untuk pamitan. Nyekar di kuburan Mama. Mungkin agak berlebihan, tapi rasa ini tak salah. Melankolis ini cukup masuk akal.

Perjalanan Bone Makassar terasa begitu ringan. Tidak begitu melelahkan. Dan begitu membahagiakan ketika Etta menelepon mengatakan ingin menyusul kami ke Makassar. Katanya kali ini aku dan Ara tidak sekedar ke Baubau atau Jakarta. Tapi destinasi Amerika. Tempat yang cukup jauh buat satu keluarga yang menetap di kampung kecil bernama Bengo. Mereka menyusul kami. Membawa semua ponakan. Rasanya hati ini mengembang saking senangnya. Setidaknya aku tidak sendirian dan menguap bersama rasa melankolis.

Rumah ramai. Ponakan-ponakan yang bermain, menangis, dan bertengkar. Ada Ema yang juga menemani. Bersama mengantar ke bandara. Meluangkan waktu yang tersisa untuk bersama. Berbelanja di alfa ekspress dan berfoto bersama. Rasanya tak ingin pergi, ketika ternyata sudah harus segera masuk ke ruang tunggu. Aku pun harus mengejar pesawat. Menjadi beberapa penumpang terakhir yang harus naik bus ke pesawat, setelah berlari menemui mbak Wuri. Dia datang ke bandara untuk mengucap selamat jalan. Dan menemuinya adalah sebuah keharusan.

Jika Pulang

Seminggu di Jakarta. Wawancara visa sudah kulalui. Pulang adalah jejeran huruf yang paling menggoda. Percakapan yang intens dengan kakak ipah. Ceritanya tentang Kevin yang bersekolah di Bone. Aku rindu rumah. Jika aku pulang, seperti berlari memelukmu sebelum kau sempat berkata "aku merindukanmu". Sangat ingin melakukan itu. Rasa seperti berbalik memeluk kawan, ketika ia baru saja mengirim pesan "miss u already".

Tapi, rindu kadang perlu ruang. Rindu perlu jarak untuk bertumbuh. Rindu butuh waktu untuk meresap ke sukma. Rindu butuh menjadi besar, terasa hendak meledak di hati, agar pertemuan bermakna. Agar aku tahu bagaimana rasanya bernapas lega setelah disesaki rindu. Banyak pertimbangan sehingga kepulangan itu batal. Ketika hati mulai ragu, maka aku yakin dia menunjukkan arah yang benar. Maka aku urung pulang. Meski rasanya ingin melakukan sebuah hal romantis. Berhenti mengatakan rindu dan memilih mengetuk pintu rumah dan bertemu.

Aku pergi, tapi aku tahu jalan pulang. (*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Ara Belajar Ngomong

Serius Nulis Ara mulai suka ngoceh. Ada saja suara keluar dari mulutnya. Kadang jelas kadang juga tidak. Beberapa berhasil saya terjemahkan maksudnya. Beberapa mengalami missunderstand berujung pada rengekan atau aksi menarik tangan. Selain nonton lagu anak-anak, beberapa film anak-anak yang menurut saya cukup edukatif menjadi pilihan tontonannya. Saya memutarkan film Blue's Clues, Super Why, hingga Pocoyo. Serial Blue's Clues sudah kami tonton semua. Mulai dari sang pemilik Blue bernama Steve hingga beralih ke Joe adiknya di serial itu. Yang paling nyantol di kepalanya Ara adalah kata "think" sambil telunjuk memegang dahi. Itulah kata pertama yang ia ucapkan secara jelas setelah kata Mama dan Ayah. Entah kenapa kata ini yang melekat di kepalanya. Mungkin karena si Steve sangat aktraktif menyanyikan lagu jingle Blue's Clues terlebih dibagian "Sit down in thinking chair. Think, think, think". Ara juga suka bagian ketika surat datang. Dia akan i...

Kamu 9 Bulan dan Kita "Bertengkar"

Kamu 9 bulan. Apa yang kamu bisa? Merayap dengan gesit. Berguling-guling ke sana kemari. Duduk sendiri sekehendakmu. Tempat tidur telah kita preteli. Yang bersisa hanyalah kasur alas tidur kita yang melekat di lantai. Agar kamu bebas berguling dan merayap tanpa perlu khawatir gaya tarik bumi menarikmu. Hobiku adalah membiarkanmu bermain di lantai. Dari kasur turun ke ubin dingin. Sesekali memakai tikar, tapi akhir-akhir ini aku malas melakukannya. Lagian daya jangkaumu lebih luas dari tikar 2 x 2 meter. Kamu masuk hingga ke kolong meja. Tak tahu mencari apa. Tak jarang kamu membenturkan kepalamu. Di ubin atau dimana saja. Kubiarkan. Ukuranku adalah jika tidak membuatmu menangis artinya kamu tidak merasa sakit. Sakit itu ditentukan oleh diri sendiri. Saya hanya tak ingin memanjakanmu dengan mengasihimu untuk sebuah sakit yang bisa kamu hadapi sendiri. Mama keras padamu? Bisa jadi. Kamu mulai banyak keinginan. Mulai memperjuangkan egomu. Menangis jika Khanza merebut mainan dari tanganmu....

Dongeng Kita

Siang ini aku terjaga dari tidur panjangku. Seperti seorang putri tidur yang terbangun ketika bibirnya merasakan hangat bibir sang pangeran. Tapi, aku terjaga bukan karena kecupan. Namun karena aku merasakan indah cintamu di hariku. Mataku tiba-tiba basah. Aku mencari sebab tentang itu. Namun yang kudapati haru akan hadirnya dirimu. Memang bukan dalam realitas, namun pada cinta yang telah menyatu dengan emosi. Kita telah lama tak bersua. Mimpi dan khayal telah menemani keseharianku. Tiap saat ketika aku ingin tertidur lagu nina bobo tidak mampu membuatku terlelap. Hanya bayangmu yang selalu ada diujung memoriku kala kuingin terlelap. Menciptakan imaji-imaji tentangmu. Kadang indah, kadang liar, kadang tak berbentuk. Tapi aku yakin ia adalah dirimu. Menciptakan banyak kisah cinta yang kita lakoni bersama. Aku jadi sang putri dan dirimu sang pangeran itu. Suatu imaji yang indah...