Skip to main content

Andrea Hirata Dan PSSI

PSSI bisa jadi menjadi sebuah lembaga yang paling sering diberitakan pasca kisruh pemilihan ketua umumnya beberapa waktu lalu. PSSI bisa jadi lembaga yang paling banyak dikecam tentang sistem yang bekerja di dalamnya mengelola persepakbolaan Indonesia.

Namun Andrea Hirata melihat sudut lain tentang PSSI. Ia tidak melihat PSSI sebagai lembaga yang ditahtai oleh ketua umumnya hingga beberapa tahun. Ia tidak melihat carut marut pengelolaan sepakbola Indonesia di sana. Ia melihat PSSI sebagai sebuah tim.Ia tidak menyorot lembaga, tapi kesebelasan sepakbola Indonesia.Kesebelasan yang setiap bertanding membawa semangat nasionalisme. 11 patriot yang berlaga di lapangan hijau bak medan pertempuran yang membela tanah air dan bangsa. Membela Indonesia.

Sepakbola dan PSSI adalah tema yang diangkat Andrea Hirata dalam novel terbarunya 11 Patriot. Andrea memulai ceritanya saat ia menemukan foto ayahnya yang berkostum pemain sepakbola dan mendengar tentang kehebatan ayah dan dua orang pamannya yang bergabung di tim sepakbola membela pekerja-pekerja tambang timah yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Belanda. Pertandingan itu adalah pertandingan antara pribumi dan penjajah. Lapangan berubah menjadi pertempuran nasionalisme dan patriotisme. Para buruh menang dan ayah ikal yang memasukkan gol dan meneriakkan Indonesia, Indonesia pun harus mendapat ganjaran dari Belanda. Dipukuli dan dilarang bermain bola.

Cerita pun bergulir pada Ikal yang bangga akan prestasi ayahnya dan kecintaan keduanya akan PSSI. Ikal pun bermimpi untuk menjadi pemain junior PSSI demi melanjutkan mimpi sang ayah yang mahir bersepakbola. Mimpi yang tak pernah diungkapkannya pada Ikal. Namun sayang, Ikal gagal. Hingga akhirnya ia ke Estadio Santiago Bernabeu, rela bekerja serabutan hanya untuk membeli kaos Luis Figo yang bertandatangan untuk ayahnya yang menyukai Real Madrid.

Andrea Hirata mengulas tentang sepakbola tidak sekedar sebuah olahraga. Ia menilik lebih jauh. Sepakbola adalah sebuah representasi dunia. Segala hal ada di dalamnya. Ia pun menuliskan tentang perempuan yang mencintai sepakbola. Baginya sepakbola khususnya PSSI adalah sesuatu yang mampu menggetarkan nurani, membangkitkan nasionalisme, dan perlambang sebuah perjuangan.

Agak nanggung membaca buku ini. Mungkin karena dari semua novel Andrea Hirata semuanya sangat tebal. Sedangkan 11 Patriot ini hanyalah 101 halaman. Saya masih berharap ada halaman-halaman selanjutnya dengan cerita yang lebih kompleks. Andrea Hirata juga masih bercerita seputaran kehidupan Ikal. Saya merasa membaca semua novel Andrea dan berputar pada kisah-kisah Ikal. Saya menantikan cerita baru dengan tokoh baru dari Andrea Hirata.

Tapi overall, buku ini lumayan membangkitkan kembali kecintaan pada PSSI dan sepakbola Indonesia. Selamat menikmati!!!
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

tentang buku

"...u can buy many book,but u can't buy a knowledge" 081383118xxx pesan itu sampai ke ponselku beberapa saat setelah aku mengeluh pada seseorang tentang buku "detik-detik menentukan" BJ.Habibie yang tak berhasil aku peroleh dari peluncuran bukunya di hotel clarion hari ini. iya mungkin benar...aku terlalu mengharapkan buku yang ditulis mantan presiden ketiga ini.padahal ku punya begitu banyak buku yang bertumpuk di kamar. Belum pernah aku jamah sedikit pun. aku tak tahu beberapa hari terakhir ini aku begitu jauh dari buku. jauh dari para pengarang-pengarang besar dengan segala masterpiece-nya. akuy begitu malas membaca. malas membuka tiap lembar buku tebal itu dan memplototi huruf-hurufnya yang kecil. "tahu tidak...buku bisa membawa kesuatu tempat tanpa kamu harus bergesr se-inci pun" kata-kata itu selalu keluar jka aku mengeluh sedang malas baca buku... entahlah aku begit malas mengetahui tiap isinya. aku hanya terpesona pada banyak tumpukannya di kam...