Udah 2021 aja nih. Happy New Year, Yorobun pembaca paling setia blog ini yang pastinya bisa dihitung jari. Hahaha. Terima kasih masih mau membaca dan tidak bosan. Atau mungkin saja kamu tersesat dan ga sengaja ke sini. Terima kasih sudah singgah semoga tersesatnya ga sia-sia.
Eniwei…Januari
setahun lalu rasanya saya meniatkan diri untuk rajin ngeblog tapi niat
tinggallah niat. Postingan blog hanya sebiji dua biji. Nah karena udah Januari
lagi, saya mau niatin lagi buat ngeblog banyak-banyak meski nanti ga jadi-jadi.
Yang penting udah niat. Xiixixi.
Thanks to internet kita-kita ga mati gaya di rumah. Youtube, Facebook, Tiktok, Twitter, Netflix , Disney Hotstar menyelamatkan kebetean kami. Ga kebayang karantina di rumah tanpa ada akses internet. Jadi mayoritas aktivitas saya setelah bersih-bersih rumah,masak, dan jadi guru dadakan adalah scroll medsos atau Netflix and Chills.Literally. Karena kalo kamu nge-google Netflix And Chills kamu bakal nemu arti yang benar-benar mengejutkan. Thanks to twitter aku ngerti ungkapan ini. Hahaha
Bagian
Netflix and Chills adalah favoritku. Mulai dari serial dokumenter pembunuhan,
drama korea on going, Serial jepang, hingga film anak-anak kunonton. Ga
semuanya juga kunonton. Netflix semacam gudang permen yang bikin punya banyak
rasa, bentuk, warna. Kalo makan semua bakal sakit perut.
Memilih serial yang nyantol di hati itu agak susah susah gampang. Kalo sampai kecantol saya bakal nonton berulang. Kesemsem ama pemainnya. Nonton versi bahasa aslinya. Ngikutin trendingnya di medsos. Sejauh ini baru tiga serial Netflix yang benar-benar bikin saya nonton berulang. Dua diantaranya adalah drama korea.
Tapi kali ini saya akan membahas yang ketiga. Bridgerton. Historical drama abad pertengahan di British. Saya awalnya tidak tertarik, meski beranda Netflix udah penuh iklannya. Hanya saja ketika seseorang ngetwit tentang series ini, saya pun iseng-iseng menontonnya tanpa ekspektasi. Series Netflix yang barat biasanya agak menyimpang dari film-film hollywood kebanyakan. Jadi saya sudah siap untuk plot twist yang aneh.
Chemestry pemainnya sangat bagus. Daphne yang terlihat seperti anak perawan lugu yang lagi ranum-ranumnya. Simon Basset yang kharismatik dan gagah. Duh!!! Bikin saya kelimpungan. Belum lagi saudara dan saudari Bridgerton yang unik. Serta tak lupa Penelope Fatherington.
Tapi
favoritku sih tetap aja pasangan Duke and Duchess of Hastings. Nonton ulang pun
hanya bagian adegan-adegan mereka. Bagian Bed scenes selalu jadi Favorit. Lol.
Saya menghabiskan 10 jam dalam demi binge watching serial ini. Rela tidur jam 2 pagi dan bangun jam 6 pagi hanya untuk skroll medsos para pemainnya. Berlanjut membaca versi bukunya.
Beda Series, Beda Buku
Meski garis
besar cerita cukup sama namun beberapa detail membedakan antara buku dan
series. Di buku Duke of Hastings digambarkan berkulit putih dan bermata biru
(yang memang sesuai dengan latar cerita) , sedangkan di series Duke of Hastings
diperankan oleh Rege Jean Page, aktor kulit hitam berdarah Zimbabwe- Inggris. Untuk yang ini saya lebih suka versi Series.
Di buku kisah rumit Daphne hanya bersama Nigel Berbrooke. Sedangkan di serial Daphne dilamar oleh ponakan Ratu, pangeran Freidrich dari Prusia. Versi series lebih bagus menurut saya.
Tak ada
kisah Marina Thompson di dalam buku, untuk yang ini saya lebih suka versi buku.
Saya ga terlalu suka karakter Marina Thompson di serialnya. Mungkin karena dia
mau menjebak Colin. Hahaha.
Selamat tahun baru 2021. Covid still here so stay safe, everyone.
Bogor 5
Januari 2021
Comments
Post a Comment