Skip to main content

Pengalaman Menjadi Mamak Beranak Tiga


Weits, jangan pikir macam-macam dulu melihat judul di atas. Ga serta merta saya mengandung kemudian tiba-tiba melahirkan dua anak dalam waktu sekejap dan memiliki tiga anak. Yang terjadi adalah saya merasakan bagaimana rasanya memiliki tiga anak yang harus saya jagai sekaligus. Masih bingung? Gini loh cerita *monitor gadget anda mengabur kemudian fade in gambar warna hitam putih*.

Tiga hari lalu diadakan Pentas Kreatif yang dilaksanakan oleh gabungan Sokola Mariso, Sekolah Kajang, dan Komunitas Penyanyi Anak Jalanan di  Fort Rotterdam. Acara ini menampilkan berbagai pementasan seni, baca puisi, serta pemutaran film yang penampilnya berasal dari murid-murid sekolah yang dirintis oleh Butet Manurung. 

Langit Makassar jumat sore cukup cerah. Langit biru dan berawan. Tidak seperti sore kemarin yang bergerimis, hari pertama acara ini dilaksanakan. Saya sudah meniatkan akan mengajak Ara datang menonton. Foto-foto pementasan hari pertama yang diunggah seorang kawan di Path sangat menarik. Anak-anak menari menggunakan pakaian tradisional. Saya yakin Ara pasti tertarik. Baginya, musik dan menari adalah satu paket yang harus dilakukan dimana pun dan dalam kondisi apapun. 

Saya pun mengajak Khanza, sepupu Ara. Mengingat rumah nenek Khanza  tidak terlalu jauh dari Fort Rotterdam. Hitung-hitung mengajak anak-anak itu bermain tanpa perlu ke mal. Kegiatan positif dan ramah di kantong. Khanza dengan girang mengiyakan. Bundanya pun asyik-asyik saja, lah wong ada yang ngajak anaknya jalan-jalan tanpa perlu dia ikut repot ya. Kevin yang pulang sekolah dan mengetahui rencana ini mulai melancarkan aksi-aksi mengeles dan protes disertai sedikit rengekan. Tingkah yang sangat mudah dibaca kalo dia pun ingin ikut. 

Membawa tiga orang anak yang dua orangnya sudah gede, punya keinginan sendiri, ngampang nangis, serta tak mungkin untuk dikerasi-soalnya bukan anak saya- cukup membuat saya dilematis. Duh, gimana ya? Tapi, saya nda tega juga sih liat Kevin mukanya suram ditekuk  sedih. Jadinya saya membawa tiga orang anak untuk diajak jalan-jalan dan berada dalam pengawasan saya. Gimana repotnya? 

Awalnya saya menganggap ini akan enteng saja. Dua bersaudara ini cukup mendengar kalo saya mulai ngomong dengan nada tinggi. Tapi belum pernah sih menjaganya cukup lama. Then, let's try!
Kami naik angkot dari Dg. Tata ke Rotterdam. Nda perlu gonta ganti angkot cukup memudahkan perjalanan. Angkot yang ditumpangi juga nda terlalu penuh jadi cukup nyaman. 

Nah, pas sampai di Rotterdam ujian babysitternya mulai naik level secara perlahan. Awalnya mereka cukup tenang duduk di rerumputan nunggu pertunjukan. Rengekan pertama keluar dari Kevin ketika Kak Anna memberikan balon untuk Khanza dan Ara. Dia mau juga, rengeknya. Dia pun kebagian, sayangnya balonnya meletus semenit setelah balon itu lepas dari tangannya. Rumput-rumputnya tajam. Dia merengek minta lagi tapi balonnya sudah habis. Terus berhenti merengek. Kami pun menonton pertunjukan vokal grup dengan lagu "aku seorang kapitan", lagu ini cukup dikenal oleh anak-anak jadi mereka betah buat nonton. Kemudian balon milik Khanza meletus, waaahhhh!!! Dia menangis. Khanza kalo menangis serupa bencana alam. Terpaksa dijanji untuk belikan balon yang lain. Entah dibelinya dimana saya tidak tahu. Asal dia mau berhenti merengek maka saya rela menjanjikannya apa saja. Kemudian balon berikutnya milik Ara diterbangkan angin, dikejar oleh anak-anak yang ada disana dan meledak pula. Tangis pecah lagi deh. Janji pun kemudian diucapkan lagi, supaya ia berhenti menangis. 

Selang beberapa waktu mereka akur dan tidak merengek minta balon, asyik menonton pertunjukan. Di sela-sela jeda mereka berlarian ke sana kemari kejar-kejaran. Fuih, untung kompleks benteng ini cukup luas dan rumputnya rapi serta bersih. Mereka sibuk kejar-kejaran sampai saya harus teriak supaya mereka hati-hati. 

Rengekan berikutnya datang lagi dari Kevin. Dia haus dan minta dibelikan minuman. Minumannya yang dia inginkan adalah minuman gelasan yang dijual dalam kantong plastik. BIG NO!!!! Kalo dia sakit perut kemudian neneknya marah-marah, saya yang disalahkan. Tapi tetap saja dia keukeuh mau minum itu, alasannya dia nda pernah coba. Duh! Untungnya saya lebih keukeuh lagi dengan penjelasan seperti diatas tadi. Kami pun lantas keluar area benteng untuk beli minuman kemasan. 

Tiga botol minuman dengan pilihan masing-masing. Kemudian Kevin pengen banget ke naik ke tembok-tembok benteng. Jadinya kami nongkrong sejenak sambil melihat mobil lalu lalang. Foto-foto narsis. Selalu teriak berusaha mengingatkan mereka untuk hati-hati. Dan tidak peduli pandangan sepasang kekasih di samping kami yang mungkin berpikir "nih ibu, kurus-kurus anaknya tiga. Udah gede-gede lagi" ( Ya kale...!!)




Puas liatin mobil lalu lalang dan ketawa-ketawa, kita turun lagi ke tempat acara. Lupa pementasan apa saking saya lebih fokusnya sama anak-anak yang sibuk lari-lari kejar-kejaran. Menurutku Fort Rotterdam adalah taman (lebih cocok lapangan sih) hijau terbuka yang paling bagus di Makassar. Rumputnya rapi, bangunan yang mengelilingi taman sangat aman buat anak-anak bermain, serta tempat edukatif, secara dia museum. 


Sayangnya, kata teman untuk melaksanakan acara komunitas disini sangatlah susah dengan uang retribusi mencapai kisaran Rp.500rb. Padahal akan sangat menyenangkan jika salah satu sudut museum digunakan tidak sekedar untuk memajang benda-benda bersejarah tapi juga dijadikan ruang untuk belajar anak-anak serupa taman pintar di Yogyakarta. Atau memberikan ruang yang lebih lebar untuk para komunitas khususnya yang bersangkut paut dengan pendidikan anak agar dapat memanfaatkan ruang terbuka untuk kegiatan-kegiatan outdoor yang menyenangkan dan gratis. Saya membayangkan seperti kegiatan sains anak, baca dongeng, mengeksplor alam, atau pun klub astronomi. Agar ada alternatif rekreasi keluarga tanpa melulu harus ke mal.

Eniwei, kembali ke cerita saya jadi ibu beranak tiga. Pas, break acara saat magrib mereka masih sibuk lari- lari kejar-kejaran. Apalagi setelah mendapat bangau-bangau kertas di stand jualan teman. Karena sibuk asyik kejar- kejaran, Kevin dan Khanza sampai nangis keras karena sempat tidak tahu saya dimana. Soalnya penerangannya kurang dan sudah magrib. Dua anak itu menangis keras      dan ketakutan. Pas ketemu saya Kevin langsung berhenti nangis, sayangnya Khanza perlu dibujuk lebih lama biar berhenti marah karena saya ilang ( lah, kok gue yang ilang, kan mereka yang asyik main sampai nda liat saya. Hahaha). Buat meredakan tangisnya saya minta lagi bangau-bangau kertas dari panitia. Mereka dengan maruknya mengambil dua sedangkan yang boleh diambil cuma satu buat satu orang ( maafkan, Eka :D). Terus Kevin mulai ngeyel lagi minta makan karena lapar. Terus gantian Ara yang nangis karena jatuh. Kemudian Khanza yang ngambek karena pengen duduk dipanggung sambil nonton pertunjukan. Huuuaaaaaa!!!!! Gini toh rasanya punya tiga anak yang udah punya keinginan masing- masing. Dua jam menjagainya tenggorokanku gatal dan suaraku parau. Gimana kalo jadi guru TK yang harus teriak-teriak dan menarik perhatian muridnya. 

Saya pun menyadari, kerja babysitter itu nda mudah. Pantas di Amrik pekerjaan ini perlu pelatihan dan sertifikasi untuk meyakinkan orang tua bahwa mereka adalah babysitter handal. Gajinya pun cukup lumayan, $8/jam. Lumayan buat beli permen pelega tenggorokan. 

Etapi, meski tenggorokan sakit tapi kami bersenang-senang hari ini. Cousin timenya sukses. Besok-besok kita coba lagi, tapi dengan syarat bawa mama-papa kalian ya :D. (*)

Bone, 23 Mei 2014

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...