Aku ke dokter gigi. HEBAT!!!! Mengapa? Karena ini pertama kalinya aku ke dokter gigi. Sejak aku punya gigi hingga dua diantara keropos dan berlubang aku tak pernah ke dokter gigi. Mamaku tak mendidikku secara baik tentang perlunya ke dokter gigi. Saat gigi susuku terlepas, ia hanya membawa ke puskesmas dan meminta perawat untuk dicabutkan. Itu pun hanya dua kali. Setelah itu, aku mencabutnya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi anak kecil jika mencabut giginya sendiri. Aku pun malas sikat gigi, saat kecil aku langganan sakit gigi. Memakan begitu banyak permen dan tak gosok gigi sebelum tidur membuat gigiku berlubang. Pipiku bahkan pernah bengkak dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan sakit gigi. Mamaku tidak pernah berinisiatif untuk menambal lubang gigiku. Ia hanya mengandalkan pijat refleksinya. Ia selalu bilang “ nanti kalo keropos semua, toh tidak sakit lagi”. Saat itu aku berpikir, pijat refleksi untuk membuat gigi keropos. Ia juga terkadang mengatakan bahwa kalo cabut gigi, nanti ompong…(kan aneh…..!)
Dan seiring dengan waktu, badan-badan gigiku pun mulai mengeropos. Geraham bawah. kiri dan kanan. Hingga akhirnya tersisa akar pada gigi itu. Aku berdama dengannya saat SMA kelas dua hingga sekarang. Ia tak lagi begitu sakit sampai harus memilih sakit hati dari sakit gigi. Tapi meski begitu, masih juga ia meradang jika aku makan sesuatu yang alot. Kadang gusinya menegang.ada dua tonjolan aneh di gusi gigi berlubangku. Dan baru kemarin aku tahu istilah kedokterannya. (tapi aku sudah lupa lagi….;) Setelah menimbang, aku memutuskan mencabutnya saja. Mereka sudah tak layak lagi menjadikan mulutku kuburannya. Setelah mendapatkan informasi tentang dokter gigi yang bagus dan murah dari teman-teman akhirnya berangkatlah aku ke apotek Maccini farma di Urip Sumoharjo.
Aku tak punya banyak pengetahuan tentang dokter gigi. Aku hanya mengetahui dokter gigi dari citra televisi dan beberapa film anak-anak yang kesannya negative. Mereka seperti pemotong rumput yang menarik seenaknya rumput (dalam hal ini gigimu, tanpa peduli sakitnya). Suara desingan bor yang akan membuat sumur di gigimu. Ahhh…..menyeramkan. gambaran dokter gigi yang melekat di benakku adalah dokter gigi yang ada dalam komik Ashari-Chan. Tua, beruban, botak, penuh jenggot, dan gigi tonggos. (kalo seperti ini dokternya, benar-benar menyeramkan).
Aku dapat antrian nomor dua (dan hingga lama Lumayan lama juga aku menunggu hingga aku harus konfirmasi dulu pada mbak resepsionistnya sampai ia menyuruhku menunggu di lantai dua. Di lantai dua aku masuk ke ruang dokter untuk menyerahkan kartu berobatku. Sekilas aku melihat pasien tengah duduk di kursi khusus dengan lampu seperti lampu operasi yang menyorot ke mulutnya.
Dua orang perawat sedang “mereparasi giginya”.menyeramkan rasanya melihatnya. Seseram itu kah????? 10 menit, 30, menit, hingga sejam aku menunggu. Kantuk tleah menyerangku. Aku ingin pulang. Tapi gigi ini juga ingin di cabut. Aku mulai capek, tapi pulang adalah pilihan untuk menyia-nyiakan penantianku. 90 menit berikutnya, pasien tadi telah keluar. Petugas memanggilku untuk ke masuk. Aku deg-deg-kan. Rasa tegang mulai menyerangku.
Untungnya, dokter giginya tak seperti bayangaku. Ia seperti sinterklas yang tampak lebih muda. Ia menyapaku dengan ramah. Menanyakan apa dan mengapa. Kuutarakan maksudku untuk mencabut gigiku. “nanti kalo makan pake apa kalo di cabut semua”tanyanya. “daripada bengkak, dok!” balasku.
Aku melangkah ke kursi “operasi”itu. lampu mengarah pada mukaku. Instruksi membuka mulut diucapkan dan aku pu menurut. Sang perawat menjelaskan kondisi gigiku. Entah bahasa apa yang mereka pakai, semacam pengistilahan yang merujuk pada gigi dan gusi yang telah membengkak. Sejurus kemudian mereka pun mulia menyuntikkan sesuatu di gusiku. Agak sakit, tapi lebih sakit jika sakit gigi. Kemudian aku disuruh untuk berkumur-kumur. Dan tahulah aku bahwa mereka sedang menganestesi gusiku. Untunglah, bayangkan untuk menggunakan suntikan layaknya suntikan untk tinta print tidak terbukti.
Lima detik kemudian aku tak merasakan apa-apa lagi di bagian gigiku yang akan di cabut. Yang kurasa mereka lakukan hanyalah mereparasi gigiku yang masih bagus. Anestesinya berjalan baik dan aku tak merasakan apapun. Tak lama mereka mengangkat gigi berlubang itu dari mulutku. Sebuah kapas berbetadine mereka sumbakan digusi bekas gigi berlubangku.
“yang sebelah dicabut juga” tanyanya yang langsung ku iyakan.
Lagi-lagi ia menyuruhku kumur-kumur. Darah kental keluar dari mulutku. Hmmm……aneh rasanya, seperti besi berkarat.
Perawat-perawat itu lantas menganestesi ulang gigi geraham kiriku. Tapi kali ini geraham kiriku memberi perlawanan yang cukup berarti. Ia agaknya tak mau pergi dari mulutku. Perawat-perawat itu pun tak mau mengalah. Namun, saying anestesi kali ini tidak seperti yang pertama. Aku mengerang kesakitan. Rasanya seperti memaksa satu tulangmu terlepas dari tubuhmu.
Dokter gigi itu terpaksa turun tangan. Melihat sekejap gigiku, memberi intruksi yang baik agar gigi bandel itu bias terlepas. Dan sekali lagi anestesi disuntikkan ke gusiku. Bayangan tentang anestesi kedua yang tak mempan pada Ikal di Maryamah Karpov membuat nyaliku ciut. Aku merasakan ketegangan diseluruh tubuhku. Aku tak mampu meredakan getaran tubuhku. Seluruh tangan dan kakiku terasa dingin. Perawat pun bias merasakannya, dan seperti tersetrum listrik mereka teraliri ketegagan dariku.
Tapi misi ini harus selesai, pikirku dan juga perawat itu. akhirnya selang beberapa saat, gigi itu akhinya menyerah kalah dan tercabut. Sekali lagi kapas berbetadine disesaki ke mulutku.
Aku masih gemetaran hingga kembali duduk didepan kursi dokter. “pernah ditambal?”Tanya dokter itu.
“Nda dok”jawabku yang kemudian dibalasnya dengan mengapa.
“takut saja. Lihat di TV-TV atau baca di cerita-cerita anak kesannya menyeramkan”jawabku masih dengan kasa betadine di mulutku.
“waduh, kalo gitu dokter gigi monster donk” katanya yang hanya kujawab dengan meringis. Rasanya mulutku begitu penuh dan aku ingin muntah.
“Jangan berkumur, meludah saja” katanya seperti membaca pikiranku.
"Dibukanya kapan”tanyaku.
“Sejam kemudian”jawabnya.
Dan malam itu kuakhiri dengan dua gumpalan kain kasa berbetadine di mulutku dengan anestesi yang mulai menghilang. Rasa sakitnya perlahan-lahan terasa.
Aduh…..!!!erangku dalam hati. Tapi setidaknya gigiku sudah hilang..
Selamat tinggal dua gigi geraham…..
Hmmm……aneh rasanya, seperti besi berkarat. << saya baru tahu kamu pernah makan besi, xixixixix
ReplyDeletegaya artikelnya kayak untuk BOBO nih...
ReplyDeletelam kenal, dwi. blognya bgs. keep blogging ya. semangad cari kerjanya^^