Skip to main content

woman stand up againts poverty di antara para pengemis losari

spanduk sepanjang kurang lebih 50 neter terbentang di pinggiran bibir pantai losari yang sedang direnovasi. spanduk-spanduk itu dipegangi oleh mayoritas perempuan-perempuan dari segala lapisan mayarakat. mulai dari aktifis perempuan, mahasiswi, sampai kaum miskin kota ikut berbaur di sore hari itu.

"Woman Stand Up Againts Poverty" tercetak tebal pada spanduk-spanduk itu. 16 oktober 2006. ini bertepatan dengan hari kemiskinan sedunia. hari dimana para aktivis melawan G8. kelompok 8 negara yang menguasai perekononian dunia saat ini.

Unifem menjadi salah satu penggagas acara ini. salah satu LSM perempuan yang menangani masalah Gender dan memperjuangkan hak-hak perempuan. aksi ini menjadi ajang inisiasi untuk memerangi pemiskinan yang telah mengglobal.

kira-kira 1000 orang lebih tumpah ruah di sepanjang bibir pantai. ikut berpatisipasi pada acara ini. bahkan berusaha di catat di Guinesse BOOK record. sebagai salah satu aksi berdiri untuk memerangi kemiskinan yang dilakukan di hampir seluruh belahan dunia yang dilakukan selam tiga hari.

sebuah acara yang besar. acara yang pasti memakan tidak sedikit biaya. apalagi untuk dapat tercatat dalam rekor dunia.

beberapa waktu lalu Muhammad Yunus, seorang bankir asal Bangladesh yang berusaha memerangi kemiskinan dengan memberikan pinjaman ke pada rakyat kecil tanpa jaminan. sebuah hadiah yang tepat untuk memerangi kemiskinan.

kedua peritiwa itu terjadi hampir bersamaan. hanya selang beberapa waktu. benang nerah yang ada bahwea dua-duanya memrangi pemiskinan. namun satu yang kemudian mengganggu benakku. apakah acara berdiri sejenak ini dapat memerangi pemiskinan. dapat memberikan efek yang sama seperti yang dilakukan oleh bankir asal Bangladesh itu?

entahlah...aku hanya melihat...saat acara itu...masih banyak pengemis yang menyodorkan tangannya sekedar meminta beberapa receh uang. menjual minuman ringan, atau bahkan melakukan tindakan pebcurian dan kriminal hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.

tak ada yang salah dengan acara besar ini. namun, ketika dana acara ini dialokasikan untuk sebuah kerja real untuk menetang kemiskinan, setidaknya kita telah berbuat selangkah lebih maju dibanding sekedar berbicara.atau untuk menggantikan masuk di rekor dunia. mungkin kita dapat menjadi kandidat peraih nobel.
ataukah acara ini untuk pencitraan elit politik nanti...entahlah..
semua kepentingan kemudian bertabrakan. bahkan kemiskinan pun kemudian terekslopitasikan.

(tulisan ini hanya sekadar celoteh seorang perempuan yang masih melihat begitu banyaknya pengemis di jalanan saat pulang dari prosesi "stand Up Againts Poverty")

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone