Skip to main content

...apa kami tak boleh dandan?


20 september kemarin...edi, teman seangkatanku di kosmik mengakhiri masa lajangnya. menyunting pacarnya sendiri. (ah...senengnya...).
sebagai teman angkatan turut berbahagia donk nah...karena teman seangkatan yang lagi nikah.so..teman-teman cewek di angkatanku sepakat untuk datang. setidaknya turut berbagi rasa bahagia sama edi.
karena itu, kita pada ngumpul di rumahnya echy. semua cewek rush 04 (specialnya spice girls). trus nambah lina sama ice.
karena kita cewek, trus mo ke pesta nikahan...taulah pasti harus dandan. pake kebaya...pakaian pesta pokoknya.
erna dan santy lah yang menjadi "Indo Botting"-nya buat kami. setia mendandani kami.paling repot itu pas aku, icha, sama darma.pasalnya kami yang nda pake jilbab.
jadilah kami objek untuk dibedaki. rambutku dispiral-spiral kaya' sosis.di dempul kaya'tembok. tak lupa lipstik yang membasahi bibir kami.
pokoknya...hari itu kami layaknya mo ikutan miss-missan. semua tampak cantik. dengan gaya yang sangat beda dibanding kalo mo ke kampus.
teman-teman cowoknya juga pada datang. bahkan pacar-pacar dari teman-temanku pun ada.tapi mereka kemudian mengomentari kami (para pasangannya,khususnya)katanya "kok menor skali, sih?".
ya jelaslah kami khususnya teman-teman yang dikomentari pada sedih bahkan sampe nangis malah. masalahnya yang dikomentari rata-rata yang pake jilbab. yang notabene-nya nda terlalu menor. kalo standar menornya seperti mereka, trus kami yang nda pake jilbab apa donk? super menor alias badut?
apa salahnya sih kalo kami, para perempuan sedikit dandan. toh kami nda salah kostum. ini memang acara nikahan. dan wajar kalo make kebaya dan dandan.
apa kami tak boleh dandan?apa kami tak boleh terlihat cantik....?

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone