Skip to main content

Rumah Pelangi


Rumah. sekumpulan huruf yang memiliki tempat yang istimewa dalam kamusku . Tanyakanlah padaku. dan kan ku jawab, Ia sebuah kata yang memiliiki makna yang begitu dalam.selalu memberikan kesan yang tak ibsa terwakilkan dengan bahasa verbal. Bahkan bisu pun masih belum bisa memaknainya dengan sempurna.
Tanyakanlah pada setiap orang, kemana mereka akan pulang? Rumah. tempat yang selalu menerima setiap senyum dan laramu.akan selalu menerima patah dan rapuhmu.
Bahkan sandy si tupai dalam sebuah episode spongebob pun begitu mamaknai akan rumah.”rumah bukanlah persoalan ayam panggan atau perapian hangat. Tapi ia adalah ketika kau dikelilingi oleh orang-orang yang mencintaimu”.
Pelangi....kata ini pun masuk dalam kamus bahasa dalam otakku. Penyatuan warna yang selalu hadir di langit ketika awan telah lelah memeras air dalam tubuhnya. Ketika kelabunya telah terganti oleh birunya langit. Ketika pak matahari masih tampak malu-malu bercahaya sehabis hujan.
Apa yang kusukai dari pelangi? Ia begitu berwarna. Merah, jingga,kuning, hijau, biru,nila,ungu. Melengkung mengikuti bulatan bumi, seperti seorang perempuan ayu yang tampak malu-malu. Seperti kisah di dongeng sebelum tidur, pelangi itu adalah tangga untuk para bidadari khayangan saat mereka mandi di sungai.
Cerita itu pun masih kusukai hingga sekarang. Meskipun sekarang aku tahu bahwa itu hanya cerita isapan jempol belaka. Saraf otakku pun sudah tahu bahwa cerita itu tak pernah bisa dirasionalisasikan. Hanya imaji anak lima tahun yang mampu menjangkaunya.
Tapi, pelangi bagiku memilki sebuah arti yang lain. ketujuh warna yang menghiasinya tak pernah saling bertengkar. Berebutan harus berada di mana. Mereka dengan senag hati saling berjajar berbagi tempat. Mereka hadir dengan warna mereka .hadir di langit dan memberi pesona yang begitu indah.
Kali ini aku ingin berkisah.dan... kisah ini tak hanya tentang rumah. bukan juga hanya pelangi. Tapi ini adalah tentang rumah pelangi. Rumah pelangi ini tak bisa ku klaim sebgai milikku. Jika hanya milikku, ia takkan bernama rumah pelangi. Ia hanya akan bernama sesuai warnaku.
Rumah pelangi ini adalah milik kami. Kami adalah sekumpulan orang yang tak pernah saling berjanji untuk bertemu di rumah pelangi. Tak pernah pula sama-sama membangun rumah pelangi ini. Rumah pelangi telah ada sejak lama. Menjejakkan kakinya di bumi. Ia menerima semua orang yang hendak mempir di rumahnya. Entah itu sekedar melukiskan warna atau menitipkan catnya. Kami hanyalah pendatang di rumah pelangi. Rumah pelangilah yang mempertemukan kami.
.jangan pernah berpikir bahwa ia adalah sebuah rumah hangat.memiliki dinding yang bercat warna pelangi. Kamu salah. Rumah pelangi kami tak semewah dugaanmu. ia adalah sebuah ruangan dua kali enam meter. Bercat biru kusam. Yang mewakili warna pelangi hanyalah gambar wajah Che Guavara yang begitu berwarna. Itu pun tak merepresentasikan warna pelangi. Karena lukisan itu di dominasi warnah merah dan kuning.
Hangat? jangan pernah berpikir rumah pelangi kami hangat seperti hangat yang kau bayangkan. Hanya sebuah tirai merah kusam yang dipasang terbalik yang membantu kami menahan angin dingin kala malam.
Dekorasinya pun sangat sederhana dan terkesan kotor. Hanya sebuah lemari besar yang penuh buku dan arsip yang ada. Juga sebuah folder hitam karatan yang mulai rusak. Dua buah meja yang masing-masing di atasnya terdapat dispenser dan komputer. Dan sebuah papan tulis putih yang selalu penuh coretan. Lantainya pun hanya ditutupi karpet tipis berdebu di beberapa bagian dan tikar plastik yang telah robek di bagian yang lain.
Kami Datang dari berbagai warna. Kami pun membawa warna kami. Entah itu warna Sigmund freud,subcomandante marcos, akar rumput, agent cia, saraswati, spongesbob,wiji tukul dan banyak lagi warna. Semua bertumpah ruah di sini. Menumpahkan warna yang kami miliki.melukisnya dengan indah.
Telah banyak lukisan moment yang telah kami lihat di rumah pelangi. Telah banyak moment pula yang telah kami lukis di rumah pelangi dengan warna kami sendiri. Ketika tesa dan antitesa berdialektika, kami melukisnya. Saat kapitalis berjingkrak di dunia,kami pun melukisnya. Diskusi ideologis hingga moment biskal pun kami lukis di dinding rumah pelangi.
Moment romantis pun tak pernah lupa kami lukis. Kami melukisnya dengan kata-kata. Tetulis maupun lisan. Kami pun melukis puisi bersama-sama tiap bulan purnama di tepi danau. Tak hanya itu lagu pu kita lukis. Dan selalu dengan warna yang berbeda. Dengan warna cerah, sedih, konyol, dan banyak warna lainnya.
Tak pernah tertinggal melukiskan kebodohan dan kekonyolan kami. Saling mentertawakan dan mengerjai menjadi suatu warna lain pula dalam rumah pelangi. Namun, warna itu takkan pernah menyakiti. ia ada dalam batas kewajaran warna di rumah pelangi. Ia tak pernah membuatmu harus pergi dari rumah pelangi.
kami selalu menrima setiap warna yang ada tanpa pernah mencelanya. Telah ada nilai arkais di rumah pelangi untuk saling menghargai tiap warna yang ada. Bahwa setiap warna selalu memilki keindahan tersendiri dan akan memberi keindahan lain jika bisa saling berdampingan. Para penghuni rumah pelangi pun akan memiliki tambahan warna yang lain.
Kami menyukai semua warna. Tapi, hitam tak boleh begitu mendominasi. Ia mampu menghapus semua warna kami. Semua warna dalam rumah pelangi. Terhadap hitam kami harus over protected. Ia mampu hadir dalam berbagai bingkai warna yang lain. hadir tanpa pernah kami sadari.
Di rumah pelangi kami pun bisa mengekspresikan warna milik kami. Entah itu warna subcomandante marcos,katakan tidak. Warna wiji Tukul,hanya satu kata lawan. Warna akar rumput yang selalu dipanjangkan usia saman. Atau warna spongebob yang lugu bersama patrick dan temannya di bikini bottomnya.
Rumah pelangi tak pernah mengikatmu. Kamu mau datang dan pergi terserah padamu. Namun, ketika kamu ingin pulang dan tak menemukan rumah. kamu tetap penghuni rumah pelangi dan kamu boleh pulang ke sana. Seorang teman penghuni rumah pelangi pernah berkata “aku pernah tak tahu surga itu ada dimana. Tapi sekarang aku sadar ada surga di bumi”. Ya...di rumah pelangi ini. Ia tak hanya sekedar ruang tempat kami berkumpul dan berbagi kisah. Tapi ia telah menenpati ruangnya tersendiri di dalam hati kami

Comments

  1. Anonymous9/25/2006

    that's a beautiful photo.

    ReplyDelete
  2. Anonymous10/05/2006

    sayang, hitam justru warna favoritku.... entah kenapa susah diterima? bukannya saat semua warna berbaur, hitam jua yang akhirnya ada. Bukannya 'hitam' itu ada di semua warna? yang putih pun punya hitamnya sendiri bukan? hitam itu sesungguhnya jati diri semua warna. Hanya mereka yang ditasbihkan Tuhan hanya memiliki putih, atau mungkin diputihkan Tuhan, entah.....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar