Skip to main content

Secuil cerita tentang peluncuran buku

02.30 sore saat matahari sangat panas
“Kebebasan dan Kebudayaan” (Tibor R. Machan).
Judul buku yang menjadi sebuah suvenir yang dibagikan bagi peserta diskusi dalam bungkus tas berwarna orange.
“menegakkan kebebasan sipil, membangun budaya demokrasi” tema yang menjadi persfektif untuk membedah buku itu.
buku itu berisi tentang kebebasan manusia sebagai makhluk individu. tentang upaya negara dalam mensubsidi para rakyatnya sebenarnya merupakan sesuatu yang membuat rakyat bergantung pada negara. Tentang orang-orang kaya yang telah bekerja keras dan harus membayar pajak yang besar untuk menghidupi orang-orang miskin. Kritikan tentang sistem sosialisme dan komunisme yang mengekang dan menyeragamkan manusia, sehingga tak ada kebebasan. Tentang sosialisme yang hanya memberikan mimpi-mimpi tentang negara ideal yang utopia.
Paham-paham seperti ini yang akan di boikot di pintu rumah pelangi. Wawan, teman UKPM-ku pun merasakan hal yang sama.
“ diskusi apa..! menghalalkan kapitalisme. Mau ka lempari tadi itu forum”katanya dengan kesal.
“pasti ada maksud propaganda dari diskusi itu”kata k Topan seniorku di kosmik.
Namun, menurut Luthfi Assyaukanie peneliti Freedom Institute tak ada maksud untuk menanamkan ideologi tertentu dari diskusi ini. Hanya sekedar membahas kumpulan Essey dari Machan.
Terlepas dari apakah diskusi yang disponsori oleh Freedom insitute, yayasan Obor dan kedubes AS memiliki maksud tertentu atau tidak, setiap orang boleh punya persfektif lain. buku ini mungkin pandangan Machan tentang kebebasan manusia. Wawan dan k Topan pun punya cara pandang yang berbeda.
Dan menurutku, apa salahnya perbedaan itu. Bukankah ia kemudian merangsang daya kritis. Setiap orang punya defenisi benarnya masing-masing. Setidaknya buku sovenir itu dapat menjadi koleksi perpustakaan untuk rumahku kelak. Menjadi sebuah pembanding dalam dialektika berpikir.

Comments

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...