Jam di atas TV tepat di angka 9 lewat 30 menit. Ara masih terjaga padahal besok sekolah pagi. Bersama Anna, mereka masih betah depan tivi menonton Peppa Pig. Serial kartun tentang keluarga babi dan teman-temannya yang lucu.
Masih sibuk beres-beres rumah sesekali saya
memperhatikan layar tivi yang menampilkan adegan antara Peppa Pig dan teman baiknya, Susi The Lamb.
"Peppa sama Susi suka
berkelahi ya", celetukku.
"Tapi mereka tetap temenan", kata Ara. "Iya tapi mereka juga suka berantem. Pernah ada episode mereka ga ngomong karena
berantem", kataku ngotot.
"But they always make it up. Kamu aja sama ayah suka berantem but you two
always make it up. Aku sama Dita
juga. Pernah aku spill water ke bajunya
Dita, trus we are still besty.
Eventhough you fight with your friends you should try to make it up", jelasnya panjang lebar.
Saya cukup kagum mendengarkan
bagaimana ia menjelaskan sebuah hubungan yang harus dijaga sekalipun dalam
keadaan kurang baik. Bahkan sampai
mengambil contoh saat saya berantem dengan Ayahnya. Hahaha.
Syukur-syukur dia melihat dari sudut pandang positif.
Beberapa hari lalu juga dia
pulang sekolah sambil membawa sebuah pernyataan yang menimbulkan diskusi antara
kami. " Kalo melakukan sesuatu harus dengan tangan kanan. Misalnya kalo ngasih sesuatu harus pake tangan
kanan. Kalo tangan kiri, nanti tangan kirinya dipotong", katanya.
Cukup geli juga sih mendengarkan
pernyataan ini. Karena waktu kecil pun saya mendengarkannya. Saat dewasa pun saya baru sadar bahwa hal itu
semata-mata untuk mengajarkan kesopanan pada anak tapi menggunakan
ancaman. Menakut-nakuti memang selalu
menjadi cara yang paling
efektif untuk menerapkan nilai. Tapi pada Ara saya selalu berusaha membuatnya
memikirkan kembali hal-hal tersebut.
"Jadi kalo misalnya tangan
kanannya lagi pegang sesuatu terus cuma bisa pake tangan kiri gimana. Atau
seperti Bapak yang di sekolah TK Ara dulu yang tangannya cacat gimana? Kalo dia pake tangan kiri melakukan atau
ngasih sesuatu, tangannya dipotong juga?", tanyaku memancingnya berpikir.
Dia terdiam sesaat. Kemudian tersenyum sambil mikir. "Oh iya. Masa
dipotong. Kalo tangan kanannya patah
atau luka juga gimana?", katanya bertanya pada dirinya sendiri.
"Melakukan dengan tangan
kanan memang lebih baik bahkan disunnahkan.
Tapi kalo melakukannya dengan tangan kiri bukan berarti langsung
dipotong tangannya. Ini tentang belajar
kesopanan. Bersalaman. Menyerahkan
sesuatu. Angkat tangan pake tangan
kanan. Tapi kalo dilakukan dengan tangan
kiri, sebaiknya sambil bilang
"maaf". Tuhan menciptakan tangan kiri juga dengan fungsinya. Kalo hanya buat bikin dosa, ngapain Tuhan capek-capek ciptain. Tangan kanan pun kalo melakukan hal buruk
tetap aja buruk. Misalnya melempar
binatang pake tangan kanan tetap aja berdosa.
Tapi kalo menolong terus pake tangan kiri tetap dapat pahala.
Entah dia paham atau tidak, setidaknya beberapa contoh yang saya
sampaikan cukup dimengerti olehnya. Saya selalu menyenangi berdiskusi bersama
Ara. Ada kala dimana dia cukup gampang untuk paham, ada kala dimana jawaban paling gampang yang
bikin dia berhenti bertanya adalah tunggu kamu sedikit lebih besar supaya kita
bisa diskusi lagi. Topik-topik agama
yang paling sering dia tanyakan. Juga hal-hal yang dia dapat dari tontonannya. Jika sedikit serius saya berusaha memberi
penjelasan. Kalo tidak serius kadang
saya jawab sekadarnya. Misalnya ketika
ia bertanya kenapa Rumah
Panda di Taman safari
dibikin seperti di Cina. "Supaya Pandanya tidak sadar
kalo dia di Indonesia. Nanti kalo dia
tau dia di Indonesia dia bakal kangen pulang.
Terus pesan tiket buat pulang.
Gimana dong", kataku ngelantur.
Dia tertawa. Antara lucu dan
kagum dengar jawabannya.
Usianya 8 tahun kini. Makin menyukai segala hal tentang teknologi.
Mulai sibuk dengan kegiatan luar sekolah. Tapi belum menunjukkan kebosanan.
Semoga selalu semangat buat belajarnya. Sehat selalu dan be happy kakak Ara.
Selamat ulang tahun. Panjang umur
serta mulia.
(Ditulis ketika Ara ulang tahun)
Comments
Post a Comment