Menu berbuka saat bulan Ramadan menjadi makanan
yang paling dicari-cari. Pukul 4 sore jalanan dipadati penjual berbagai macam
ta’jil. Imbasnya ke volume kendaraan yang tumpah ruah demi berburu takjil. Melalui tiga Ramadan di Kota Bogor, saya
tidak pernah benar-benar tertarik pada takjil yang dijual di pinggir jalan.
Suami lebih menyukai pisang ijo dengan sirup
asli DHT. Padahal pisang ijo sangat mudah ditemukan di pasar-pasar takjil, tapi
dengan catatan sirupnya bukan asli Makassar. Paling banter yang kami beli saat
berburu takjil adalah kelapa muda yang sudah dikupas seharga Rp.10.000 /butir.
Berbekal jerigen DHT 5 liter kiriman kakak Ipar dari Makassar, dahaga
terhapuskan begitu adzan magrib berkumandang.
Namun, ramadan kali ini saya berjumpa dengan
takjil khas Bogor. Berawal dari Whatsapp Grup ibu-ibu di kompleks, saya pun
mulai mengenal kuliner bernama mie glosor. Ternyata mie ini adalah makanan khas
untuk berbuka di Bogor.
Bagaimana rasanya berbuka dengan mie? Karena tradisi
di Bone berbuka selalu diawali dengan makanan berkuah yang manis, maka berbuka
dengan mie glosor ini rasanya agak beda.
Makanan ini terbuat dari mie kuning yang goreng
dengan bumbu perasa ditambah potongan sawi kecil. Dibekali dengan kuah kacang
yang agak pedas. Makanan pendampingnya bakwan goreng dan buras oncom (sama
seperti buras di Sulawesi Selatan namun dengan isian oncom yang pedas).
Seporsi mie glosor diharga Rp.4000-5000.
Pertama kali memakannya rasanya agak aneh. Entah lidah saya yang tidak sesuai
atau olahan mie glosor yang tidak enak. Mie glosor tersebut berhasil membuat
saya malas memakannya lagi. Hingga kemarin malam, tetangga yang keturunan Tiong
Hoa memberi bungkusan buat berbuka. Mie glosor dengan es buah.
Ekspektasiku tidak tinggi. Rasanya pasti tidak
beda, pikirku pesimis. Namun, saya salah besar. Olahan mie glosor yang satu ini
terasa enak. Tanpa kuah kacang pun terasa pas. Suami dan anakku pun doyan.
Malah dikasi tambahan lagi sama tetangga yang sukses dihabisin oleh Ara.
Cara pandang saya terhadap mie glosor berubah.
Saya hendaknya tidak menghakimi disaat pertama saya mencicipinya. Berilah
kesempatan kedua, seperti yang sering dilakukan para pencinta. Bisa saja rasa
yang kamu cicipi membuatmu berubah pikiran.
Demikianlah pelajaran singkat dari Mie glosor buatan tetangga.
Jadi ingat waktu Ramadhan di Bogor 3thn lalu, tapi waktu itu blom santer terdengar soal Mie glosor. Paling martabak air mancur, :)
ReplyDelete