Skip to main content

Ara dan Aturan Mainnya

     Playing in suitcase with lots of dolls

Setiap melihat Ara dan segala tingkah anak-anak yang dilakukannya, saya selalu bersyukur memiliki anak seperti dirinya. I adore her. Saya jatuh cinta tiap kali dia tersenyum, tertawa bahkan menangis. Selalu ada lakunya yang membuat saya gemas dan ingin memeluk dan menciumnya. 

Dia tumbuh menjadi anak yang aktif, cepat belajar, pengertian, meski keras kepala dan agak kurus :D. 
Dunianya adalah bermain. Segala hal begitu menarik baginya. Kecoa yang berlarian di wc, laba-laba yang merayap di dinding, tikus yang terjebak lem tikus. Bahkan pada tiga sulaman bunga pada lap kotor yang menurutnya seperti muka dengan mata dan hidung. 

Usianya kini hampir 2,5 tahun. Tapi masih saja ia belum berhenti ASI. Awalnya saya sedikit keras kepala untuk menyapihnya. Namun seiring berjalannya waktu ia mulai mengurangi aktivitas nenennya. Mungkin karena dia asyik main dengan sepupunya. Nafsu makannya pun mulai berubah. Ia akan meminta makan ketika lapar. "Makan...egg", katanya. Atau kadang juga "Makan nugget". Atau dengan sedikit gaya kala kutanyai "Ara mau makan apa?", ia menjawab dengan menyanyi lagu "makan apa?". Lagunya harus selesai sampai akhir dengan lirik yang tidak jelas tapi nadanya sesuai. Kalo udah nda tau lanjutannya, ia akan berhenti menyanyi dan memandang saya. Menunggu saya melanjutkan nyanyiannya. Menyajikan makanan pun harus melibatkan dirinya. Jika ingin telur dadar, maka telur itu harus dia yang olah. Mulai dari memecahkan telur, menggarami, mengocok, dan memilih piring yang akan ia pakai untuk makan. Menggoreng telur bersama Ara salah satu kegiatan berantakan yang menyenangkan. Jika bosan makan sesuatu, maka ia hanya akan memilih makan nasi. Tanpa lauk.  

Beberapa hari ini ia memiliki kebiasaan baru, merengek makan nasi jika nasi sudah terhidang di meja. Harus ada piring di hadapannya. Kemudian dengan lagak meniru orang dewasa, ia menyendok nasi ke piringnya, mengambil sayur dan lauk. Selesai. Sisanya biar mama yang habiskan. Tingkahnya kadang menjengkelkan tapi juga ngegemesin. Rekor teranehnya makan adalah dalam kurung waktu tiga jam ia tiga kali meminta makan nasi dengan menu berbeda. Rasanya seperti dikerjai sama Ara. Meski kadang ogah-ogahan mengabulkan keinginannya tapi jika ia meminta soal makanan maka dengan segera saya meladeninya. Soalnya Ara dan makanan adalah dua hal yang harus dijaga harmonisasinya.

    Me and my doll. Her name is Pingky

Bersama Ara sepanjang waktu membuat saya belajar bagaimana cara menghadapinya. Ia bukanlah anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Ia mengamati dan juga mempelajari saya. Ia tahu bagaimana bertingkah untuk mendapatkan perhatian saya. Jika saya marah padanya dan memilih diam serta tidak peduli pada tangisan atau rengekannya, maka ia akan menggunakan kata ajaibnya. "Ciking" dan "makan". Ciking adalah bahasanya untuk pipis. Dia suka membolak balikkan kata. Ciking dari kata kencing. Tokor untuk kotor. Lalap untuk nyala. Jika ia main-main air trus pengen lama-lama, saya biasanya memaksanya untuk selesai.    Ia berkeras untuk tetap main-main. Jika sudah capek marah-marah biasanya saya meninggalkannya. Membiarkannya menangis. Jikalau kesabarannya habis dia segera keluar kamar mandi. Menuju kamar dan tersedu-sedu. Kemudian berkata "ciking". Mau tidak mau balik lagi deh ke kamar mandi. 

Di situasi lain, jika saya asyik baring-baring di kamar meninggalkannya bermain bersama Khanza, maka 20 menit kemudian dia akan tersadar dan mencari saya. Ke kamar dan kemudian memaksa saya untuk ikut bermain. "Bangun mama. Turun. Turun" katanya. Turun dari tempat tidur maksudnya. Kadang saya pura-pura bobo sambil memejamkan mata. Langkah pertama yang ia lakukan adalah, menatap wajah saya menunggu sampai saya membuka mata dan mata kami bersitatap. Kalo gaga, ia menjalankan taktik kedua, menangis pura-pura. Jika gagal lagi, ia mulai memaksa turun dan bangun. Dan jika masih tidak berhasil ia segera mengeluarkan magic word "Mama ciking" atau "makan". Di dua kata ini saya selalu kalah. Dengan segera saya bangun tidur membawanya ke WC. Sampai di WC dia cuma berdiri terus minta cebok tanpa pipis. Duh!!!

                      This is us

Taktiknya yang lain untuk mengajak saya ikut bermain adalah menganggu kelangsungan leyeh-leyehku. Jika saya sedang nonton maka ia akan berdiri di depan tivi ( yang tidak seratus persen menghalangi pandangan saya karena tubuhnya yang kecil) kemudian dia menutup layar tivi dengan tangan kecilnya. "Mama, jangan nonton" katanya tegas. Huahuahua....tingkahnya lucu. Mungkin pikirannya adalah ketika memblock pandangannya dengan telapak tangannya maka pandanganku pun akan terblok. Awalnya dia sempat yakin cara ini berhasil. Tapi karena saya masih juga asyik nonton maka cara kedua adalah menutup layar tivi dengan tangannya pas di depan mataku. Gampang buat saya untuk sedikit bergeser dari pemandangan telapak tangan kecil itu dan kembali menonton. Ia pun kembali belajar bahwa taktik itu salah. Kemudian ia menemukan cara jitu dan tepat sasaran. Menutup mata saya dengan telapak tangannya. Itu berhasil dan cukup menganggu. Sejak itu cara membuat saya berhenti nonton dan memperhatikannya adalah menutup mata saya. Bahkan kala ia asyik nenen, dengan iseng dia akan menutup mata saya terus ia berkata "mama tiup". Kalo saya sudah meniup, maka telapak tangannya ia angkat dan dibuat seolah-olah terbang. That's funny and amusing.  

                  Painting is fun

Cara lain mengajak saya bermain adalah menjauhkan segala benda yang mampu menarik perhatian saya dari dirinya. Jika saya sibuk main handphone, ia meraih handphone saya dan berkata "simpan". Jika saya membaca buku, bukunya akan ia ambil dari tangan saya. Matanya mendelik marah seakan berkata " your eyes on me. Not them"

Nah karena Ara pembelajar dan peniru maka tingkah saya pun kadang ia tiru. Semisalnya ketika saya asyik duduk membaca buku, maka ia pun meraih buku bacaannya dan duduk di sampingku. Sembari membuka bukunya dan seolah-olah membaca. Ada sebuah buku favoritnya tentang suara hewan. Judulnya, Can A Cat Quack?. Setiap saya membacakan buku ini saya selalu menjawab "No" untuk pertanyaan yang diajukan ditiap lembarannya. Ara meniru cara saya membaca buku itu. Does a Donkey Moe? No, katanya. Jika ia sudah bertingkah demikian, maka perhatian saya tertuju pada tingkahnya yang lucu. Yang kemudian berujung pada saya membacakan buku buatnya. 

Lain cerita jika dia nenen sambil saya asyik main handphone. Biasanya kalo ia nenen, saya membaca ibook di hp. Ara bakal melipat ibu jarinya, merapatkan keempat jari-jarinya dan fokus memandangi tangannya. Sembari ibu jarinya bergerak-gerak. Ternyata ia memimik tingkah saya yang bermain hp. Biasanya saya tertawa terbahak-bahak melihat tingkahnya, sedangkan ia tersipu malu. 

Ara anak yang cukup pengertian. Ia tahu mamanya nda bisa lepas dari handphone, makanya kalo dia lagi nenen dia akan memastikan handphone cukup dekat dari jangkauan saya. Hehehe. Bahkan kadang ia menyuruh saya pegang hp sebelum dia nenen. Pengertiannya yang lain adalah jika saya sakit, maka manjanya sedikit berkurang. Ia akan berkata pelan "mama sakit" sambil meliat kepadaku. Kadang juga saya iseng pura-pura sakit untuk sedikit ngeles dari aktivitas bermain bersama Ara. Nyatanya adalah saya jadi objek mainan Ara. Dengan segera ia mengambil obat. Obat apapun itu. Mulai dari minyak gosok sampai vitamin. Memaksakan treatmentnya pada saya. Karena sering melihat kakak saya memeriksa pasiennya, maka ia pun melakukan hal yang sama. Seperti mengambil senter dan melihat mata saya. Memaksa saya melihat padahal nyala senternya silau banget. Memaksa saya membuka mulut. Kemudian membuka botol minyak gosok dan menggosokkannya di badan saya. Bahkan sekali pernah memaksa saya membuka mulut dan menelan obat. Menghindar dari aktivitaa dokter-dokterannya Ara, saya menjadikan Etta sebagai tameng. Kalo etta sudah istirahat dan berbaring karena capek mengurus anak ayamnya, maka Ara dengan senang hati menjadikannya bahan eksperimen. Berdua dengan Khanza ia mengolesi Etta minyak gosok. Menaburinya bedak Herocyn. Serta memaksa etta membuka mulut atau memeriksa matanya. Kedua anak itu layaknya karakter Masha di serial kartun Masha and The Bear.  

     Do you wanna hear me sing a song?

Ara sangat suka menyanyi. Mungkin turunan dari Ayahnya. Saat diam atau tidak beraktivitas ia suka menyanyi. Twinkle-twinkle little star, London Bridge, tik tik, 1 2 3 4, pelangi-pelangi, cicak-cicak, balonku adalah lagu-lagu yang ia suka nyanyikan. Liriknya belum sempurna, tapi jika diperhatikan iramanya cukup tepat. Ujung-ujung liriknya pas. Kadang gemes mau rekam ia nyanyi, tapi Ara kalo nyanyi waktunya tidak terduga. Keinginan nyanyinya sesuai keadaan. Pas liat cicak, pas hujan turun. Atau saat liat balon. Kalo dia malas nyanyi, ia memaksaku menyanyi. Seumur-umur cuma dia yang mampu memaksa saya menyanyi. Lagu yang dipilih pun sesuai maunya. "Mama, nyanyi tutut", pintanya. Maka saya pun menyanyi lagu naik kereta api. "Mama, nyanyi sepatu", lagunya tul tuk ada spatu. "Mama, nyanyi lagu love", lagunya i love u. "Mama, nyanyi rainbow", lagunya pelangi-pelangi. Pas saya nyanyi maka ia pun akan merentangkan satu tangannya, tangan lain ditekuk serupa main biola. Ternyata dia memainkan musik. Kenapa biola, dugaanku karena ia pernah melihat orang main biola secara langsung. Ada juga permintaan lagunya yang saya tidak tahu lagu apa. "Mama, nyanyi mobil", "Mama, nyanyi drum", " Mama nyanyi snake" dia pun memaksaku membuat lagu baru. Duh!

Menari adalah kegemaran Ara. Setiap dengar musik maka ia akan berdiri dan bergoyang. "Gego" katanya. joged maksudnya. Kalo ada Khanza yang menemaninya joged nda masalah sih. Yang jadi masalah adalah kalo dia nda punya partner menari. Dia akan memaksa saya menari bersamanya. Mulai dari tarian balet yang berputar-putar, sampe joged alay ala tivi. Jogednya Pocoyo pun ia bisa tiru. Bahkan hanya sekedar menggoyang goyangkan kaki, ia berseru "dance" terus memaksa saya mengikuti gerakannya. Saat saya sudah semangat menari, eh dianya kabur main yang lain. Kalo gede dikit si Ara mau saya masukin ke kelas menari. Biar puas dia jogednya. 

Bahasanya sudah berkembang pesat. Ia mulai berusaha bercerita apa yang ia lihat, dengar, bahkan ingat. Cerita mickey dengan robotnya. Atau Pocoyo dengan remote penghilangnya. Meski masih terbatas kosakata tapi sedapat mungkin saya berusaha memahami. Ada kala ia menyebut dirinya  kakak. "Sini kakak", katanya sambil meraih pensil warna dari tanganku dan mewarnai bukunya. Ia belum tau konsep kakak, tapi ia meniru dari Khanza yang selalu menyebut dirinya kakak. Ia kadang meniru cara ngomong saya ke dirinya.  Dengan partikel bahasa bugis yang juga ia contoh. 

        My favorite spell is "i sis you"

Bermain bersama Ara adalah bermain dengan satu aturan, Ara's Rule. Ikuti semua maunya. Berhenti saat ia mengatakan berhenti. Bergerak saat ia ingin bergerak. Jika tidak bersiaplah mendengarkan teriakan dan rengekan yang memekakan telinga. Mendengar perintahnya, memenuhi permintaannya. Ia belajar banyak dari alam sekitarnya. Dari orang-orang yang ia lihat. Dari tivi dan gadget disekelilingnya.  

Saya berusaha membiasakan hal-hal baik. Cuci kaki tangan dan gosok gigi sebelum tidur. Membaca doa saat bobo. Membiarkan imajinasinya bermain. Memenuhi dahaga kreativitasnya. Saya tahu belum cukup dan saya pun bukanlah contoh yang ideal buatnya, saya pun kadang melakukan hal buruk yang ia contoh. Semisalnya  ketika mengumpat, ternyata ia menyimak dan meniru. Kalimat dari mulut kecilnya itu menyadarkan saya untuk menjaga cara bicara saya. Memilih kalimat positif. Bagus, cantik, good, great, pintar. Tak seratus persen saya menjadi malaikat dengan tutur kata baik dengan tingkah laku yang baik pula, tapi saya berusaha memberi contoh yang baik. Menekan marah, menekan teriakan. Ia belajar dari hal-hal kecil. Ia menyadarkan saya bahwa hal-hal kecil adalah pondasi untuk prilaku yang lebih besar. Ini belumlah sempurna. Masih jauh dari kesempurnaan. Tapi saya dan dia berusaha untuk belajar. Ia mengajari saya dan saya belajar dari dirinya. She is not  just a kid. She is a human. Manusia yang ketika saya berkata " i love u, Ara", ia menjawab " i sis u". Yang berkata "gud nite, mama" sambil mencium pipi saya sebelum tertidur. (*)

Bone, 5 Februari 2014

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

antusiasme berfoto....

Sebagai prasyarat untuk mendapat izin ujian selain kelenagkapan berkas, calon sarjana perlu menyertakan foto berjas atau berkebaya. Beranjak dari sinilah cerita hari ini bergulir. “izin ujian itu lama loh keluarnya” kata Santi. ( wahhh…aku harus segera mengurusnya ) Tapi aku belum berfoto. Merujuk pada dua orang kakak perempuanku yang telah berhasil menyelesaikan kuliah S1-nya dan telah melalui sesi berfoto untuk ujian dan wisuda, kepada merekalah aku meminta petunjuk. Dan hasilnya….keduanya berfoto menggunakan kebaya untuk ijazahnya. Meski kak Ipah memakai jilbab, ternyata untuk tampil cantik di ijazah ia rela untuk melepas jilbabnya dan bersanggul kartini. Dan atas petunjuk inilah aku pun kemudian mempertimbangkan hal tersebut. Dengan beberapa pertimbangan : Pertama, Dwi kan tidak berjilbab. Teman-teman yang pake jas rata-rata yang berjilbab. Kedua, Inikan ijazah untuk S1, tak ada orang yang memiliki gelar S1 dua kali. Mungkin ada, tapi mereka devian. (...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...