Skip to main content

Aku perempuan


Manusia bertumbuh. Berkembang.Mempelajari banyak hal. Melihat banyak kejadian. Mendengar banyak kisah. Merasakan banyak kesan. Menyentuh jutaan permukaan. Terus bertumbuh. Menyerap dan mengikat tiap arti hidup.

Aku adalah manusia itu. Aku benar-benar telah merasakan hidup di usia duapuluhan ini. Bahagia-sedih, tangis-tawa, kedatangan – kepergian, kehidupan baru-kehilangan. Bersama semua rasa itu aku bertumbuh. Aku ditempa untuk mampu bertahan di tiap rasa sedih, tangis, kepergian dan kehilangan.Rasa bahagia, tawa, kedatangan dan kehidupan baru menjadi vitamin-vitamin yang menguatkan jiwaku.

Waktu aku kecil, aku kadang berangan untuk menjadi orang dewasa dengan sifat mandiri dan penyelesaian masalah sendiri. Aku kagum dengan sifat bebas dan kemerdekaan dalam penentuan pilihannya. Tak seperti waktu aku masih kecil yang di dikte untuk ini dan itu.

Mimpi kecil itu telah menjadi nyata. Namun yang ketemui adalah sebuah keruwetan hidup yang makin kompleks.Tak sesimple bayangan masa kecilku. Aku berdiri dipijakan yang dulunya aku impikan dan kemudian aku tersadar bahwa aku ingin kembali ke masa kecilku. Masa kecil yang tak kenal pada hidup yang kompleks. Masa kecil yang hanya patuh pada dunia ceria dan bermain.

Tapi Manusia terus bertumbuh. Aku disini. Tak lagi mampu pulang ke masa kecil. Tak lagi mampu memakai gaun-gaun berenda yang membuatku berpikir bahwa aku adalah putrid dari negeri dongeng. Aku adalah perempuan yang harus terus menapaki hidup. Mengejar mimpi dan memenuhi kodratku.

Aku berada di titik yang mulai kuyakini benar-benar akan merubahku 180 derajat. Ini tak lagi seperti perubahan yang kurasa ketika aku beranjak dari SD ke SMP atau SMP ke SMA, atau dari SMA ke bangku kuliah. Ia pun tak seperti rasa ketika aku mulai mengenal dunia kerja.Tak seperti rasa bahagia ketika merasakan pertama kali pacaran. Tak seperti rasa mandiri ketika pertama kali mendapat gaji dari hasil jerih payah sendiri. Ini adalah sebuah rasa yang lain. Rasa yang mulai menyadarkanku bahwa aku telah dewasa sekarang. Aku bukan lagi anak kecil dengan kepang dua di rambutku dan seseorang berkata “Kau masih kecil sayang”.

Aku akan memasuki jenjang yang membuatku menjadi perempuan seutuhnya. Memainkan peran-peran sentral dalam sebuah kelompok masyarakat kecil. Dengan tanganku aku akan membelai, mendidik, dan mengajar sebuah generasi yang akan melanjutkan usaha meraih mimpi manusia di dunia. Aku akan mengambil peran bahwa dengan tanganku aku menjadi penentu baik buruknya sebuah generasi.

Aku berhenti bernafas. Sejenak duniaku sunyi. Yang ada hanyalah detak jantungku yang berdebar kuat. Disudut hati aku bertanya pada diriku sendiri apakah aku siap dengan transformasi ini ? Apakah aku mampu menanggalkan kepangan rambutku dan mulai belajar menyanggulnya layaknya Kartini?

Sejenak aku ragu dengan diriku. Aku masih meyenangi hidupku sekarang. Menggunakan jas kantor , menyandang tas selempang kuliahku. Perpaduan norak yang jadi nyentrik bagi sebagian orang. Tas itu menurut temanku, jika berwarna hitam lebih mirip tas orientasi P4 waktu kuliah dulu. Yang jika di balik akan terlihat gambar rantai, sebuah petanda dari merek sebuah terigu.

Aku masih menyenangi hidupku yang bebas. Yang tak perlu memasak untuk siapapun. Tak perlu sehat untuk siapapun. Tak perlu bahagia untuk siapapun. Semua hanya berpusat hanya pada diriku. Akulah episentrum semua gerak semesta.

Tapi sekali lagi, aku harus memenuhi kodratku sebagai perempuan. Tapi aku ragu, apakah aku sanggup????

Comments

  1. waw, sebuah pikiran yg serius, dwi.. tapi saya kira saya juga pernah berpikir seperti itu.. bener2 pikiran cewek bgt, di satu sisi kita ingin bertumbuh, di sisi lain kita tak ingin terikat. bisakah kita menjadi keduanya?

    aniwae, ur writing style is bit serious but easy to read so i prefer to read it when i get bored with the blogs that write mostly about updated lifestyle.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

tentang buku

"...u can buy many book,but u can't buy a knowledge" 081383118xxx pesan itu sampai ke ponselku beberapa saat setelah aku mengeluh pada seseorang tentang buku "detik-detik menentukan" BJ.Habibie yang tak berhasil aku peroleh dari peluncuran bukunya di hotel clarion hari ini. iya mungkin benar...aku terlalu mengharapkan buku yang ditulis mantan presiden ketiga ini.padahal ku punya begitu banyak buku yang bertumpuk di kamar. Belum pernah aku jamah sedikit pun. aku tak tahu beberapa hari terakhir ini aku begitu jauh dari buku. jauh dari para pengarang-pengarang besar dengan segala masterpiece-nya. akuy begitu malas membaca. malas membuka tiap lembar buku tebal itu dan memplototi huruf-hurufnya yang kecil. "tahu tidak...buku bisa membawa kesuatu tempat tanpa kamu harus bergesr se-inci pun" kata-kata itu selalu keluar jka aku mengeluh sedang malas baca buku... entahlah aku begit malas mengetahui tiap isinya. aku hanya terpesona pada banyak tumpukannya di kam...