Skip to main content

Etta dan Menulis


Saat menulis paling menyenangkan di rumah adalah kala pagi dan sore hari. Tanpa harus ada Kevin mengganggu di rumah. Pagi sebelum matahari begitu terik. Saat embun masih belum kering benar, sambil menyeruput teh hangat.

Susahnya kala pagi adalah begitu banyak tugas rumah tangga yang harus diselesaikan sehingga menjadi beban pikiran saat menulis. Jadinya tidak focus.
Kala sore ketika tak ada lagi tugas rumah yang harus dikerjakan, sambil duduk menikmati senja dan memeprhatikan anak-anak bermain layangan atau para petani Pulang dari sawah, saat-saat seperti itu pun adalah moment-moment yang baik buat moodku.

Seperti sore ini.
Tak ada Kevin yang menganggu. Semua tugas rumah telah selesai. Matikan Televisi dan mari bercinta dengan notebook. Kegiatan soreku ini dikomentari oleh Etta yang sibu k menyiram tanaman. Ia memeprhatikanku duduk dan menulis begitu banyak kata di layar computer.

Komentarnya “kau hapal yang kau tulis?”.
Aku jawab iya.

“trus kenapa harus dituliskan lagi kalo sudah dihapal?” katanya.

Aku tersenyum mendengarnya. Masuk akal juga pendapatnya. Tapi Etta tidaklah terlalu mengenalku mungkin. Hubungan kami hanyalah relasi bapak dan anak. Hubungan atas ke bawah tanpa diimbangi sebuah komunikasi intens dari hati ke hati.


Etta mungkin tak tahu kalo aku begitu menyenangi menulis. Menulis bagiku adalah proses pelepasan diri dari semua rasa yang ada. Mungkin karena itu pula dia tak pernah mengerti mengapa aku berpacaran dengan pacarku yang sekarang. Etta begitu datar melihat hidup. Mungkin karena itu hidupnya lurus-lurus saja.

Aku hanya menanggapi komentarnya bahwa tulisan ini nantinya akan aku masukkan di internet. Aku tak menjelaskan lagi bahwa menulis bagiku adalah meditasi. Menulis bagiku adalah katarsis. Menulis bagiku adalah mengabadikan diri. Toh pada akhirnya dia tetap membiarkanku di sini hingga sore menjelang. Trus menulis tanpa memberi komentar lagi…..

Comments

Popular posts from this blog

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar