Skip to main content

Tamalanrea : kawasan pendidikan vs kawasan bisnis

Ramai. Ribuan orang tumpah ruah dijalan urip sumoharjo. Angkutan umum dan pribadi tak dapat bergerak. Kemacetan jalan tidak terbendung. Bukan untuk menuntut demo atau menuntut apapun. Mereka hanya ingin melihat mal baru .Tak hanya orang-orang dari kawasan Tamalanrea saja yang hadir malam itu, dari antang, sudiang, bahkan dari maros pun datang ke tempat itu.

Makassar town square. Mal pertama yang berdiri di kawasan Tamalanrea.. Ia berdiri megah. Di sisi kiri jalan menuju pusat kota. Dengan lampu-lampu yang berpendar indah penuh warna. Sabtu malam itu (29/09) merupakan grand launching mal yang lebih keren disebut M’tos. Lantai dasar, kedua, dan ketiga dipadati ribuan orang yang memiliki motif berbeda. Entah hanya untuk bermalam minggu di mal baru, berbelanja baju yang beriklan diskon 50% , berbuka puasa atau hanya sekedar mejeng dan cuci mata.

azan berbuka belumlah dilafazkan. laki-Laki – perempuan, tua-muda. Semua mencari tempat yang nyaman untuk berbuka. Tidak mendapat tempat duduk di foodcourt, melantai di sisi gedung yang tak dijejali orang pun tak mengapa. Kiki dan dua orang temannya sedikit beruntung dapat memperoleh tempat nyaman di foodcourt untuk berbuka. “Saya hanya jalan-jalan saja ke sini kak. Liat mal baru sekalian berbuka puasa bareng teman” katanya padaku.

Di supermarket lantai satu mal ini, berjejal ibu-ibu yang akan membeli kebutuhan sembako. “harganya sama ji sama supermarket lain” celutuk seorang ibu. Namun tak luput juga keranjangnya ia jejali dengan banyak barang.

Beberapa outlet yang mulai buka di mal ini diantaranya jesslyn K cakes, Ramayana departement store, Ramayana supermarket, zone 2000. masih terdapat ruas bangunan belum dibenahi. Outlet-outlet yang belum buka hanya memasang kertas koran di dinding-dinding kaca. Menempelkan kertas penanda akan outletnya di situ. dua orang gadis di lantai 3 tampak gembira melihat kertas-kertas itu bertuliskan 21cineplex dan gramedia pustaka.Sabtu itu, M’tos sukses menarik puluhan ribu pembeli dimalam grand openingnya.

Tamalanrea 1990-an

aku masih ingat tamalarea waktu pertama kali aku menginjakkan kaki ke Makassar yang saat itu masih bernama ujung pandang. Saat itu tahun 1997, jejeran hutan-hutan beton belumlah memenuhi tiap sisi jalan Tamalanrea. Jejeran toko fotokopi dan rental komputer memenuhi sisi kanan dan kiri pintu satu Unhas. Warung-warung kecil berjejer di sisi kiri hingga dekat jembatan tello. Di sisi kanan hanyalah rawa-rawa yang yang ditumbuhi ilalang.

Warung-warung yang terbuat dari bambu yang menjual kapurung khas palopo berjejer di sisi kiri jembatan tello. Aku masih sempat mencicipi salah satu makan di warung itu. kapurung. Sup sagu yang dicampur sayuran, udang, ikan, bahkan ikan teri. Disajikan dalam mangkuk besi. Warung-warung itu kini telah tergusur. Tergantikan oleh M’tos yang kini berdiri megah.

Kehadiran M’tos di kawasan Tamalanrea merupakan penanda bahwa pembangunan kota pun telah mengalami pergerakan ke arah tepi kota (Tamalanrea, daya, sudiang). Kawasan Tamalanrea yang dulunya dikenal sebagai kawasan pendidikan di Makassar pun kini telah menjadi lahan bisnis. Beberapa pusat perbelanjaan telah dibangun di tempat ini (alfa, top mode, harapan baru, hingga MTos).

Kehadiran Mtos dijalur utama ke arah kota yang tepat bersebelahan jembatan tello tak luput menimbulkan kemacetan. Betapa tidak, ruas jalan di jembatan tello itu menjadi satu- satunya akses ke kota tanpa melewati jalan tol menjadi begitu padat. Pete-pete yang menurunkan dan menunggu penumpang berjejer di depan Mtos yang notabenenya masih di badan jalan.

Demam town square

Town square melanda ibu kota. di Jakarta mal dengan embel-embel town square bertebaran bak jamur. Cilandak town square (citos), depok town square (detos). Malang town square (matos) dan banyak lagi town square. Jika diartikan kata perkata town square bermakna alu-alun kota.

Konsep town square sendiri menurut wikipedia yaitu sebuah area terbuka yang mudah ditemui di kota tradisional dan digunakan untuk pertemuan berbagai komunitas. Town square juga diistilahkan civic center (pusat warga), plaza (dalam bahasa spanyol), piazza (Italia)

Namun di Indonesia town square menjadi embel-embel dari nama mal. Apakah mal menjadi sebuah pusat warga? Entahlah. Hanya saja ketika saya ke mal dan tidak membawa membawa uang, saya sangat merasa tak nyaman. Mengambil kalimat teman saya “sakit hati rasanya kalo ke mal tidak punya uang”. Mtos menjadi mal yang kesekian yang hadir di Makassar. Setelah mal ratu indah, mal panakukang, global trade center, serta mkassar trade center. Dan bukan tidak mungkinakan ada lagi mal-mal lain disekitar Tamalanrea.

Dan malam itu saya pun menjadi bagian dari penikmat Mtos. Menjadi penyebab kemacetan di jembatan tello. Menyebabkan debu beterbangan di sepanjang jalan yang mengalami pelebaran. Melewati pasar cakar perintis yang malam itu tenggelam oleh pendar lampu warna-warni dari pusat-pusat perbelanjaan di kawasan tamalanrea.



Comments

Popular posts from this blog

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar