Skip to main content

Pedagang Cakar yang Melek Merek

Seorang teman mengajakku ke Pasar Daya. Tepatnya ke sentra penjualan cakar di Daya. Tujuannya mencari baju kemeja untuk dia gunakan melakukan wawancara kuesioner dengan beberapa perusahaan besar level manajer. Dia perlu sedikit di make over.

Sedikit bergaya ala wanita kantoran yang dari atas ke bawah tampak begitu keren. Aku mengenal dirinya dengan sangat baik. Dan bergaya seperti para wanita karir bukanlah pilihannya. Ia terlalu unik untuk menjadi seperti para wanita urban. Namun untuk kali ini demi tuntutan profesi sebagai seorang peneliti dia harus melakukannya.

Berbekal sedikit pengetahuanku tentang kerja kantoran dengan melihat gaya berpakaian teman-temanku di kantor, aku pun mulai berani untuk melakukan mix and match pakaian. Meskipun level kerennya masih di bawah standar dibanding beberapa teman-teman yang sudah begitu expert melakukan kolaborasi gaya. Aku pun memberikan saran bagaimana ia harusnya berpakaian.

Mengapa memilih ke Pasar Cakar? Pertama, harganya sangat miring dari harga barang-barang toko. Kedua, kamu bisa menemukan merek-merek terkenal di sana. Ketiga, satu harga baju Jualan Mall, di pasar cakar kamu bisa dapat tiga buah dengan model yang tak kalah bagusnya. Yang kamu butuhkan hanyalah ketelitian dan kejelian dalam memilih, keahlian dalam menawar, dan kekuatan untuk membongkar barang-barang yang tak tertata rapi.

Setelah kamu memakainya, orang-orang takkan pernah bertanya apakah kamu membelinya di Mall atau di pasar cakar. Yang mereka perhatikan adalah seberapa keren dirimu dari hasil mix matchmu. Aku mengenal beberapa teman yang hobbynya berbelanja cakar. Dan hasilnya penampilan mereka tak kalah dengan model-model di majalah fashion serupa Chic, Go girl, atau Elle.Dengan harga murah kamu bisa bergaya layaknya para model terkenal. Untung dua kali bukan?

Tapi biarkan aku jujur, ini kali pertamaku benar-benar mengunjungi pasar cakar dengan sungguh-sungguh. Pernah sekali aku berkunjung ke Pasar senggol Pare-Pare, namun aku sama sekali tak berminat untuk mencari barang. Hanya sekedar lewat dan menemani teman.

Aku penuh ekspektasi besar terhadap kunjunganku kali ini. Aku memikirkan pasar cakar itu serupa pasar yang ada di kampungku. Ramai dengan orang yang berdesak-desakan. Tapi ternyata yang kutemui adalah beberapa toko yang memajang begitu banyak barang. Tenda berwarna biru di pasang di depan toko. Puluhan baju menggantung. Sama seperti di toko-toko baju yang biasa tapi bayangkan yang dipajang itu bukan barang-barang baru berplastik. Bayangkanlah seperti cucian selemari di pajang. Nah seperti itulah bentuknya. Di lantai bertebaran barang-barang yang tidak terlalu bagus menurut penjualnya. Terhambur begitu saja seperti cucian yang malas kau lipat.

Barang-barang apa yang aku temui?Aku menemukan baju-baju,jeans, sepray lengkap dengan sarung bantalnya, jacket, tas, sepatu,rok, baju terusan bahkan pakaian dalam. Wow…

Sebelumnya mari kuperkenalkan cakar itu. Menurut informasi yang aku dapat cakar itu berasal dari kata Cap karung. Barang-barang secondhand yang diimpor dari luar negeri yang dikepak dalam karung. Tapi sebenarnya kalo dibilang barang-barang luar negeri yang nota benenya pasti bermerek luar tidak betul sepenuhnya. Karena aku menemukan beberapa pakaian dengan label “Made in Indonesia”.

Mengapa Indonesia surganya barang-barang seperti ini? Menurut pendapatku, karena Indonesia adalah surga bagi para penyelundup . Barang-barang tersebut biasanya diimpor melalui jalur tidak resmi agar tidak kena bea cukai. Kedua, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sangat tinggi, berbanding terbalik dengan tingkat pendapatan yang sangat rendah. Kebutuhan bergaya dengan menggunakan merek terkenal dengan harga terjangkau adalah pilihan yang tepat.

Bagaimana system pembeliannya?menurut seorang kawan, para pedagang membeli layaknya kucing dalam karung.mereka tak pernah tahu apakah barang-barang di dalam karung itu barang bagus atau tidak. Cara untuk mengetahui bahwa barang tersebut bagus adalah dengan melihat pengikat kawat pada karungnya. Jika ia kawat biasa, artinya barangnya tidak terlalu bagus. Tapi jika pakai kawat kuningan maka ada barang bagus di dalam karung. Para pedagang tak pernah memilih barang-barangnya. Mereka membeli langsung perpaknya dengan nominal tertentu. Sistemnya untung-untungan. Kadang mereka mendapat banyak barang bagus, kadang pula sedikit, kadang pula tak ada yang bagus sama sekali.

Jika kamu seeorang pekerja kantoran yang butuh banyak blazer untuk di pakai ke kantor namun terkendala pada masalah terlalu mahalnya blazer di Mall, aku menyarankanmu ke pasar cakar saja. Di sini aku menemukan banyak blazer dan blus-blus cantik dengan harga miring. Kamu hanya perlu untuk menawar rendah dan mencucinya dengan sangat bersih ketika pulang.

Lebih mudah memilih, menawar, dan membeli baju-baju second daripada tas second. Mungkin karena jika baju lebih kepada bagaimana model dan apakah ia cocok di badan atau tidak. Sedangkan tas adalah lebih dari sekedar disukai dan ngepas di badan. Tas-tas cakar adalah tas-tas dari luar negeri yang memiliki brand terkenal. Luis Vuitton, Channel, Guess, Pierre Cardin, Prada adalah merek-merek terkenal yang bisa kau temui di sini. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa para penjualnya melek dengan merek-merek seperti itu.

Kemarin kami menemukan tas Pierre Cardin. Awalnya kami tanya harga berharap tak terlalu mahal. Tidak diatas Rp.100.000. Namun setelah penjualnya melihat mereknya ia memberikan harga Rp.175.000. Padahal tas itu sudah agak beladus. Nilai tawar yang diberi hanyalah Rp.150.000. Sang penjual tidak mau menurunkan harganya lagi.

Lantas kami menemukan tas merek Guess. Ditempatkan di rak yang sedikit rapi. Dijejer bersama beberapa tas yang lumayan bagus. Tidak ditempatkan di lantai berhamburan dengan tas-tas kucel lainnya. Ketika aku menemukannya aku bertatapan mata dengan temanku. Dan menyeringai lebar. Merek Guess. Masih bagus pula. Aku lantas menanyakan ke yang punya toko tentang harganya. Masih berharap dengan harga yang murah menurut kantong kami.

Sang penjual hanya melihat sekilas dan mengatakan “Rp. 300.000”. Apa???? Nda salah tuh. Mahal banget. Hanya untuk sebuah barang second. Kami masih berharap harganya bisa turun. Dengan muka memelas bertanya “Bisa turun nda mbak?”.
Dengan penuh percaya diri Mbaknya menggeleng kepala dan berkata “tidak”.

Tidak ada tawar menawar untuk tas bermerek Guess tersebut. Baru kali ini rasanya aku berbelanja lebih dulu memperhatikan merek daripada harga. Dulunya aku selalu mengecek harga dulu baru merek.Ternyata untuk barang-barang second hand mereklah yang menjadi kekuatan.
Melek terhadap merek-merek terkenal inilah yang menjadi keuntungan mereka. Bayangkan jika kamu membeli barang satu pak tanpa tahu apa isi di dalamnya. Kamu hanya berharap barang-barang tersebut bagus agar ketika kamu menjual eceran harga bisa sedkit agak mahal agar dapat untung.
Pasar cakar Daya merupakan pasar cakar yang masih lumayan murah. Tak hanya di Daya, tapi pasar cakar juga ada di pasar Serong dan di Jl.Perintis Kemerdekaan dekat Caerfour. Di sentra cakar Ratulangi pun lebih banyak pilihan lagi. Tapi menurut seorang teman, disana lebih mahal. Patokan harga sudah berdasarkan merek.

Perburuan kami tidaklah terlalu mengecewakan. Kami berhasil membawa pulang tas bermerek Polo dengan harga Cuma Rp.50.000. Lebih murah Rp.50.000 dari harga yang kami bayangkan. Penjualnya juga lumayan cakep, meski turun standar di musik dangdut yang mengalung di tokonya.

Kami pulang dengan gatal-gatal di badan, beberapa kantong plastic, dan merindukan tas Guess harga Rp.300.000 itu.(*)

foto : www.ekobiz-parepare.com

Comments

  1. dwi harus jelasin, cakar itu apaan?

    ReplyDelete
  2. Sudah kali pak saya jelaskan. dirimu tidak membacanya dengan seksama :P

    ReplyDelete
  3. hehehe...ternyata engkau juga memperhatikan pria bertopi itu, hihihi

    ReplyDelete
  4. Aduh besok mau ke cakaran binggung nih

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...

my homework

I got homework from my mentor in Briton “if you can choose your couple, what things considering to fulfill it? I don’t know, but I really like this homework. It’s different from many kinds of homework some days ago. What things considering?mmmmm……it’s hard. But actually isn’t hard. I always discuss about this with Mr. Yusran Darmawan. I always ask him what the criterias of the girl that looking for. And he also ask me with the same question. And if he ask me, I always answer it with this “first, I want someone who have a high Quality IQ. I wanna that men become my partner of my discuss. I like asking about everything, so I must find someone who can answer all my questions. spesific for my knowledge focus. Second, I want some who can also make me laugh when I’m sad. Someone who always give support when I’m give up. Someone who can be so adult when I become childist. Three, I want someone who more adult than me. Maybe more 2 years older than me. Because I always think that I...

We Spent Time Together

For many days, I never hanging out with my daughter Ara, never walking around Court Street and doing sight seen. Winter season was very cold. I couldn't stand outside without wearing winter coat and feeling frozen. It was also hard for Ara to go outside when she felt uncomfortable with her big winter coat. That’s why I stayed at home and played with her in my comfy apartment to watch snowflake fallen from the sky. We felt warm. Flour power cupcakes Yesterday was a breezy sunny day. The wind was cold, but the sunlight kept me feel warm. I went to OU-mini farmer's market in OU Howard Park, near the green statue. There were a lot of local vendors. They sold many things such as bakery, cake, pretzel, jellies, and many more. At the first time I just planned to sight seen, until I met the lady who sold flour power cupcakes.  I bought her brownies. When I saw cupcake, I suddenly remembered that I ever read information about these cupcakes in B Magazine. ...