Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2013

Gabung Yuk di #noreviewHOAX

--> Beberapa peserta #noreviewHOAX kopdar Juni lalu. Sumber : blog Dwianantasari Saya terbilang newbie di klub buku bernama #noreviewHOAX ini.   Postingan ini pun boleh dibilang sangat telat mengingat penghujung bulan tinggal menghitung jam. Banyak pledoi yang akan saya pakai untuk meminta permaafan atas kemalasan. Jadi karena ujung-ujungnya berakhir pada kemalasan maka sebaiknya saya tuntaskan tulisan ini. Nah, sejak gabung bulan Juli lalu, saya berhasil membaca dan mereview kurang lebih delapan buku. Baik itu berbahasa Inggris maupun yang jenisnya ebook. Bulan lalu kecepatan membacaku cukup laju. Sayangnya bulan ini karena terlalu banyak main-mainnya dan Ara sedang proses menyapih maka saya ingin membela diri dari kemalasan saya membaca buku. Baiklah, cukup dengan cerita kemalasan saya.   Kembali ke judul postingan ini. #noreviewHOAX adalah sebuah project   yang mengajak setiap orang yang ingin berpartisipasi untuk membaca buku dan kemudian mereview buku yang tel

Rantau Satu Muara

Awalnya saya tidak tertarik membaca kelanjutan buku trilogi negeri 5 menara karya Ahmad Fuadi. Tapi seorang teman merekomendasikannya padaku. Iseng kubeli di toko buku. Lagian ini seri terakhir dari buku kembar tiga ini, tak ada salahnya menuntaskan ujung perjalanan sang tokoh, pikirku.  Rantau satu muara bercerita tentang Alif, sang tokoh utama di dunia kerja. Ya, ini masihlah tentang kehidupan Alif. Setelah buku kedua ditutup dengan ia meraih gelar sarjana S1nya di buku ketiga Alif berjuang mencari kerja. Layaknya para sarjana baru, mencari kerja selalu menjadi tahapan hidup berikutnya.  Randay yang menjadi teman sekaligus pesaing Alif pun melancarkan serangan sengit. Ia kini bekerja di PT Dirgantara, jalan hidupnya sesuai yang ia cita-citakan. Masuk SMA, kuliah di ITB dan bekerja di perusahaan idamannya. Sedangkan Alif merasa dirinya bergerak ke arah yang tidak sesuai dengan keinginannya. Satu-satunya yang terus menerus ia lakukan adalah menulis. Dan ke arah itulah ia berjalan. Ia p

Parende Mama Jana

Apa makanan khas Buton? Saya tidak menemukan perbedaan yang begitu mencolok antara makan khas Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Kalo soal jenis dan macam, maka Sulawesi Selatan juaranya. Tapi itu bukan berarti di Pulau Buton khususnya di Baubau nda ada kuliner enak.  Daerah ini terkenal dengan makanan khas bernama Kasuami, terbuat dari tepung singkong yang dikeringkan. Tapi, entah kenapa sampai sekarang saya belum berniat mencicipinya. Selain Kasuami ada juga makanan khas yang lain. Namanya ikan Parende. Masakan ikan dengan cita rasa yang khas yang berbeda dengan Pallu Mara di Sulsel.  Meski sama-sama ikan masak, antara olahan antara parende dan pallu mara cukup berbeda. Jika pallu mara menekankan pada ikan bolu dengan banyak kunyit dan asam serta diberi sedikit gula merah, maka ikan parende menggunakan ikan laut yang entah apa namanya. Rasa kecutnya diperoleh dari belimbing atau mangga.  Di Baubau saya telah mencoba tiga masakan Parende di tiga tempat makan berbeda. Tidak ada pe

Menyapih Ara

Hari ini adalah hari dimana saya harus tega melihatnya menangis. Menghitung apa saja yang masuk dalam perutnya. Mengkalkulasi dan mereka-reka apakah ia cukup memenuhi energi hari ini. Lima buah pare telah saya siapkan. Untuknya. Untuk menjauhkannya dari sumber hidup yang selama ini ia andalkan. Tubuhku. Payudaraku.  Semua begitu cepat tanpa persiapan.  Ia kembali ke aktivitasnya mogok makan dan mengandalkan ASI-ku. Padahal di Bone ia cukup mau makan sekalipun saya tidak menyebutnya banyak. At least dia akan mengunyah barang tiga atau empat suap. Hitungan yang selalu kuanggap sah untuk aktivitas makannya. Saya tidak memintanya memakan sepiring penuh lengkap dengan lauk pauk dan sayur. Saya hanya memintanya membuka mulut, mengunyah nasi atau lauk pauknya saja. Tanpa membuangnya begitu makanan itu masuk mulutnya. Tiga atau empat suap tak masalah bagiku. Asalkan sudah kupastikan ada makanan yang masuk ke mulutnya. Tapi setibanya di Baubau ia sama sekali tidak mau makan. Bahkan hanya sekeda

Pak Kuasang Dan Uang Pemberiannya

Aku bertemu dengannya tiga hari kemarin. Di pintu nol unhas, tempat mangkalnya menunggu penumpang. Tak ada yang berubah dari dirinya. Rambutnya yang gondrong, kulitnya yang legam terbakar matahari. Kemeja putih kebesaran yang warnanya telah menguning karena keseringan dipakai dan terkena sinar matahari. Beberapa bagiannya tampak robek. Celana kain panjang yang dipotong seperempat betis dengan gunting berwarna gelap. Benang bekas gunting menggantung di ujung celana yang telah pudar warnanya itu. Pakaian dan pemakainya tampak sangat lusuh. Tapi ia memilih cuek. Ia ramah menyapa siapa saja yang lewat. Sumringah bapak tua itu memperlihatkan gigi-giginya yang berderet tak terawat.  Terakhir kali saya menemuinya setahun lalu. Sebelum berangkat ke Ohio. Saat Ara masih belum bisa jalan dan menangis ketika disapa Pak Kuasang. Tampakan Pak Kuasang yang gondrong memang mampu membuat anak-anak ketakutan. Tapi bagi saya yang mengenalnya seringai itu adalah tanpa persahabatan.  Saya telah lama menge

Di Tolak Naik Wings Air Karena Kursi Penuh

Antrian lumayan mengular di beberapa counter check in di bandara sore tadi. Arus mudik masih terasa sekalipun ini sudah memasuki minggu kedua lepas lebaran. Saya pun ikut larut dalam hiruk pikuk ramai itu. Sempat keliling mencari dimana letak counter check in pesawat wings air rute Baubau.  Waktu menunjukkan pukul tiga sore lewat beberapa menit. Televisi layar datar masih memasang tulisan check in open. Telah berdiri lima orang di depanku dengan barang yang lumayan banyak. Saya cukup lama ngantri, tiba-tiba seorang pria menyalip di depanku. Kudiamkan saja. Saya malas berdebat. Tubuhnya tinggi besar berbalut jaket jeans yang lusuh. Seram dalam definisiku. Ya, tak apa-apalah. Sampai giliran pria itu selesai menyelesaikan proses check in-nya tidak ada yang terjadi.  Tiba giliran saya. Menaikkan koper bagasi saya di timbangan. Kemudian sang petugas mengambil tiketku dan berkonsultasi dengan temannya. Cukup lama hingga saya merasa was-was. Kenapa nih? Saya masuk daftar cekal atau apa? Apaka

Di Tolak Naik Wings Air Karena Kursi Penuh

Antrian lumayan mengular di beberapa counter check in di bandara sore tadi. Arus mudik masih terasa sekalipun ini sudah memasuki minggu kedua lepas lebaran. Saya pun ikut larut dalam hiruk pikuk ramai itu. Sempat keliling mencari dimana letak counter check in pesawat wings air rute Baubau.  Waktu menunjukkan pukul tiga sore lewat beberapa menit. Televisi layar datar masih memasang tulisan check in open. Telah berdiri lima orang di depanku dengan barang yang lumayan banyak. Saya cukup lama ngantri, tiba-tiba seorang pria menyalip di depanku. Kudiamkan saja. Saya malas berdebat. Tubuhnya tinggi besar berbalut jaket jeans yang lusuh. Seram dalam definisiku. Ya, tak apa-apalah. Sampai giliran pria itu selesai menyelesaikan proses check in-nya tidak ada yang terjadi.  Tiba giliran saya. Menaikkan koper bagasi saya di timbangan. Kemudian sang petugas mengambil tiketku dan berkonsultasi dengan temannya. Cukup lama hingga saya merasa was-was. Kenapa nih? Saya masuk daftar cekal atau apa? Apaka

Another Wedding Another Reunion

Mempelai perempuan itu duduk di kursi pelaminan dengan begitu santun. Kebaya hitam dengan bawahan jarit melilit tubuhnya dengan sempurna. Membungkus tubuh perempuannya yang molek. Seorang pria berdiri di sampingnya berbeskap jawa dengan keris tersarung dibelakang punggungnya. Ia tampak gagah dan tegap. Tak permah saya membayangkan pria itu berdiri segagah itu. Biasanya saya hanya melihatnya dalam balutab kemeja dan jeans lusuh memperlihatkan tubuhnya yang kurus.  Baru kali ini saya mendatangi pernikahan beradat jawa. Tak kalah indah dengan baju pengantin adat bugis yang biasa aku lihat. Pakaian pengantin apapun adatnya selalu mampu menyulap sang mempelai menjadi yang paling cantik dan paling tampan. Seperti sihir yang mengeluarkan aura bercahaya dari sang pengantin. Sepasang mempelai yang sedang berbahagia adalah sahabat saya. Sang pria adalah kakak senior saya dan sang perempuan adalah sahabat dekat saya. Melihat mereka berdua di atas pelaminan dan berbahagia menularkan rasa bahagia y

Isyarat Hati

Puluhan penanda telah jauh hadir serupa mercuar pemberi cahaya pada perahu-perahu yang terobang ambing. Isyarat silih datang dan pergi. Memantik hati dan membawa firasat. Jalan menemuimu dipenuhi petunjuk-petunjuk yang tak lagi mampu aku terjemahkan. Tentang jalanan datar tanpa gundukan dan belokan ataukah peringatan bahaya agar berhati-hati.  Aku berjalan ke depan. Menyongsong segala yang akan kutemui. Menepis was-was dan curiga. Pada hatiku kupercayakan kompas penunjuk arah dan ia membawaku kepadamu.  Kepada ribuan detik yang kita lalu bersama. Ratusan menit yang merekam kenangan kita. Puluhan jam yang berusaha kita luangkan. Dan hari-hari tak begitu banyak yang bisa kita klaim milik kita.  Aku menuju ujung hatimu. Terjun bebas tanpa tahu entah apa yang akan menantiku di dasar sana. Bahkan kuragu apakah hatimu memiliki dasar yang mampu membuatku kembali berjejak meski telah patah.  Isyarat masih saja silih berganti. Menyusup di tidur malamku, mengejutkan serupa hantu. Membuatku terja

Belajar Dari Mesin Cuci Tua

Pagi ini mesin cuci rumah kami rusak. Micro komputernya tidak bisa berfungsi. Lampu kecilnya kelap kelip dan mesin mengeluarkan suara bip bip bip. Tombol on off nya tidak berfungsi. Untuk mematikan arus listrik harus menggunakan langkah ekstrim, mencabut kabel colokannya. Sudah seminggu ini mesin cuci itu tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Mesin tuanya kadang berteriak bip bip bip seakan protes disaat dia melakukan tugas mencuci. Airnya mengalir tidak deras. Entah di pipa mana yang tersumbat. Kemudian keran air pengisi airnya tidak berfungsi. Kami mengisi airnya dengan cara manual. Mengisinya dengan berember-ember air. Ternyata membutuhkan banyak air untuk mengisi penuh air di tabung mesin cuci itu. Cukup boros mengingat biasanya saya mencuci pake tangan irit air.  Pagi ini, mesin cuci itu tidak lagi mampu melakukan tugasnya. Komputernya rusak. Sore kemarin terakhir ia berfungsi. Mengeringkan cucianku dengan lampu tanda pengering yang mati. Aku sudah yakin mesin cuci itu rusak.