Skip to main content

Di Tolak Naik Wings Air Karena Kursi Penuh

Antrian lumayan mengular di beberapa counter check in di bandara sore tadi. Arus mudik masih terasa sekalipun ini sudah memasuki minggu kedua lepas lebaran. Saya pun ikut larut dalam hiruk pikuk ramai itu. Sempat keliling mencari dimana letak counter check in pesawat wings air rute Baubau. 

Waktu menunjukkan pukul tiga sore lewat beberapa menit. Televisi layar datar masih memasang tulisan check in open. Telah berdiri lima orang di depanku dengan barang yang lumayan banyak. Saya cukup lama ngantri, tiba-tiba seorang pria menyalip di depanku. Kudiamkan saja. Saya malas berdebat. Tubuhnya tinggi besar berbalut jaket jeans yang lusuh. Seram dalam definisiku. Ya, tak apa-apalah. Sampai giliran pria itu selesai menyelesaikan proses check in-nya tidak ada yang terjadi. 

Tiba giliran saya. Menaikkan koper bagasi saya di timbangan. Kemudian sang petugas mengambil tiketku dan berkonsultasi dengan temannya. Cukup lama hingga saya merasa was-was. Kenapa nih? Saya masuk daftar cekal atau apa? Apakah Tiket Ara tidak valid? Sang petugas meminta saya menuju kantor Lion. Ternyata di belakang saya tiga orang pun mengikut. Dua pria dan satu wanita. Si pegawai berkata penumpang pesawat overload dan seatnya sudah penuh. What!!!! Kok bisa? Seumur- umur naik pesawat baru kali ini saya dengan ada kelebihan penumpang. Padahal saya memegang tiket penerbangan sah. Tanggal 20 agustus pukul 16.00. Dibeli tiga hari sebelumnya. Saat itu travel tempat saya beli mengatakan kursi sisa tiga. Jadi pada saat saya beli tiket, kursi belum penuh. Nah, kok kali ini tiba-tiba penuh. Dan kenapa saya harus jadi bagian dari penumpang yang tersisih itu. Rasanya mau menangis di pojokan sambil usap-usap jendela kaca. 

Pihak Lion menjelaskan bahwa ada masalah teknis dimana ada penumpang yang jam 1 0 dialihkan ke jam 4. Dan apesnya adalah saya berdiri di antrian check in ketika semua seat telah penuh. Lemas rasanya. Padahal saya buru-buru pulang mau mengejar acara sail Indonesia di Kab. Buton. Tau gini saya nda usah pulang dulu. Saya nda usah bolak balik Makassar dan kecapean. Saya tinggal lebih lama lagi di rumah. Andai saja saya lebih cepat datang ke bandara. Andai saja saya sedikit ngotot saat bapak seram itu memotong antrian saya. Mungkin saat ini saya sudah di Baubau tidur nyenyak dan siap-siap ke kab. Buton besoknya. 

Sayangnya saya terdampar di kantor Lion dan tidak dapat berkutit. Petugasnya berusaha mencarikan kursi tapi mereka tidak yakin mampu mendapatkan tiga kursi kosong. Perempuan disampingku memilih untuk menunda keberangkatan. Saya tidak lagi bisa berdebat. Saya pasrah sekalipun saya agak sakit hati terhadap maskapai berlogo singa ini. Akhirnya petugas berhasil mendapatkan satu kursi dan mereka berikan kepada seorang bapak yang sepertinya sangat urgent untuk berangkat. 

Dan tinggallah saya menunggu sebuah keajaiban. Saya malas berdebat dan tidak lagi berharap. Ara pun mulai rewel. Menangis sesunggukan ingin bermain. Duh, pengen nangis juga rasanya. 

Pukul 16.15 sang petugas masih berusaha mencari seat kosong. Katanya pesawat delay. Hingga akhirnya mereka berkata tidak ada lagi kursi kosong dan pesawat telah take off. Pilihan kompensasinya adalah menginap di hotel atau biaya transportasi senilai 200 ribu.

Maskapai yang seenaknya saja mengubah jadwal keberangkatan penumpang sudah selayaknya mendapat banyak kutukan. Mereka nda tau bahwa tiap orang memiliki jadwal yang telah diatur. Mereka nda tau seberapa banyak galau yang harus saya habiskan di Makassar jika tinggal sehari lagi. Lebih mahal daripada uang. Hiks, nih singa minta dikuliti kayaknya. 

Saya akhirnya memilih kompensasi hotel saja. Malas balik ke rumah kakakku yang jauh dan tak berpenghuni. Mending ke hotel yang meski saya tau tidak begitu bagus ( toilet bau, tidak ada sabun, odol, dan handuk) masihlah lebih nyaman daripada sendirian dan makan mie instan yang dimasak di magic jar. 

Awalnya kupikir bandara selalu menyenangkan. Datang dengan elegan sambil menarik koper. Berdiri berjejeran dengan para penumpang yang kadang bule. Menunggu pesawat sambil wifi gratis. Ternyata, ada sisi yang seperti ini. Sisi yang menjengkelkan dari menunggu pesawat yang tidak hanya delay tapi dibatalkan. Jika saja hal ini saya rasakan di bandara luar negeri saya penasaran seberapa bagus hotel yang akan saya tinggali. Tapi saya juga pasti akan stress untuk komplain dalm bahasa inggeis yang pas-pasan. Cukup sudah saya ketinggalan pesawat dulu. Cukup sudah saya ditolak naik pesawat karena penumpang overload. Saya mau mengembalikan imaji bandara sebagai tempat galau yang menyenangkan. 

Dan inilah saya, berbaring di hotel dekat bandara. Lepas dari kantuk, terbangun dan kembali pada realitas. I need my sleepy face to forget reality. Kali aja besok saya terbangun dan sudah di Baubau. (*)

Makassar, 20 Agustus 2013

Comments

  1. Kompensasi yang ditawarkan, ada dua opsi ya?
    1) Biaya transportasi Rp 200rb
    2) Dikasih kamar hotel
    Benar begitu?

    Coba lihat Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011, pada Pasal 10. Sepertinya gak klop dengan yang Anda alami.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Sengsara Membawa Nikmat

  Judul : Sengsara Membawa Nikmat Penulis : Tulis Sutan Sati Penerbit : Balai Pustaka Midun, lelaki muda baik budinya halus pekertinya disukai warga sekampung. Namun, hal ini menciptakan kebencian Kacak, kemanakan Tuanku Laras, kepada Midun. Segala cara dilakukan Kacak untuk menjebak Midun. Hingga akhirnya ia menyewa pembunuh untuk menghabisi nyawa Midun. Untungnya, Midun masih mampu menghindar dari tikaman pisau. Namun perkelahian itu menjebloskan Midun ke penjara. Membuatnya terpisah dari keluarganya. Penderitaan tak berhenti di situ, di penjara pun Midun menerima siksaan. Hingga masa ia bebas, ia memilih tak pulang ke Bukit Tinggi. Ia memilih mengadu nasib ke Betawi mengantar Halimah, perempuan yang ditolongnya pulang ke Bogor. Di tanah Jawa inilah lika liku hidup membawanya menjadi asisten demang dan pulang ke tanah Padang.  Judul buku ini cukup mencerminkan cerita lengkap sang tokoh utama. Kemalangan silih berganti menimpa sang tokoh utama. Namun berpegang pada keyakinan ...

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang pen...