Skip to main content

Pak Kuasang Dan Uang Pemberiannya

Aku bertemu dengannya tiga hari kemarin. Di pintu nol unhas, tempat mangkalnya menunggu penumpang. Tak ada yang berubah dari dirinya. Rambutnya yang gondrong, kulitnya yang legam terbakar matahari. Kemeja putih kebesaran yang warnanya telah menguning karena keseringan dipakai dan terkena sinar matahari. Beberapa bagiannya tampak robek. Celana kain panjang yang dipotong seperempat betis dengan gunting berwarna gelap. Benang bekas gunting menggantung di ujung celana yang telah pudar warnanya itu. Pakaian dan pemakainya tampak sangat lusuh. Tapi ia memilih cuek. Ia ramah menyapa siapa saja yang lewat. Sumringah bapak tua itu memperlihatkan gigi-giginya yang berderet tak terawat. 

Terakhir kali saya menemuinya setahun lalu. Sebelum berangkat ke Ohio. Saat Ara masih belum bisa jalan dan menangis ketika disapa Pak Kuasang. Tampakan Pak Kuasang yang gondrong memang mampu membuat anak-anak ketakutan. Tapi bagi saya yang mengenalnya seringai itu adalah tanpa persahabatan. 

Saya telah lama mengenalnya. Sejak kuliah saya sering menumpang becaknya ke dalam pondokan. Dulunya saya malah hanya ingin menumpang becaknya. Tapi sejak ada dua tukang becak yang mangkal di pintu nol, mereka silih bergantian membagi rezeki. Naik becak Pak Kuasang menyenangkan. Saya selalu merasa aman sekalipun tengah malam plus ditambah cerita apa saja darinya. Tarifnya kadang 1000-2000 hingga depan pondokanku di depan danau unhas. Saya tak pernah mau menawar harga becaknya. Tapi ada kala dimana ia malah tidak mau mengambil bayaran. Saya naik becak gratis. 

Hampir lima tahun berlalu, ia tidak berubah. Hanya saja becak yang dulu dibawanya telah berganti becak motor. Kabarnya ia pun menyicil juga bentor itu. Becaknya yang dulu ia simpan di rumah. Dengan bentor ia merasa lebih mudah. Tak perlu mengayuh dan daya tempuh lumayan lama ke jarak-jarak yang dulunya susah dijangkau. 

Ia masih mengenal saya. Saat ia menyapa Ara, Ara malah tertawa. Ia tidak lagi menangis ketakutan. Saya tidak berbasa basi lebih lama lagi karena memburu mobil angkutan pulang ke Bone. Saat hendak beranjak, Pak Kuasang menyodorkan uang Rp.20.000 kepada Ara. Tak kuasa saya menerimanya. Tapi ia memaksa. Saya tidak dapat menolak. Saya melihat ia sebagai seorang kakek yang memberikan uang kepada cucunya. Seperti semua pemberian yang diterima hampir pasti selalu membahagiakan sang pemberi. Saya sangat berharap semoga Pak Kuasang merasakan itu saat memberi uang itu pada Ara. Rasa haru menyelubungi hati saya. Pak Kuasang mengajarkan sebuah makna yang begitu besar pada saya hari itu. Memberi adalah jalan kebahagian. 

Saya tidak mampu memberinya apa-apa. Saya hanya punya sejumput doa semoga Tuhan selalu memudahkan rezekinya dan dibahagiakan hidupnya.(*)

Baubau, 23 Agustus 2013

Comments

  1. Kalau tidak salah saya sempat membaca postingan Kak Dwi tentang Pak Kuasang ini setahun yang lalu. Masih sama, saya masih terenyuh membacanya :(
    Semoga Pak Kuasang dimudahkan rezekinya, aamin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Semoga selalu dalam lindungan Tuhan

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

tentang buku

"...u can buy many book,but u can't buy a knowledge" 081383118xxx pesan itu sampai ke ponselku beberapa saat setelah aku mengeluh pada seseorang tentang buku "detik-detik menentukan" BJ.Habibie yang tak berhasil aku peroleh dari peluncuran bukunya di hotel clarion hari ini. iya mungkin benar...aku terlalu mengharapkan buku yang ditulis mantan presiden ketiga ini.padahal ku punya begitu banyak buku yang bertumpuk di kamar. Belum pernah aku jamah sedikit pun. aku tak tahu beberapa hari terakhir ini aku begitu jauh dari buku. jauh dari para pengarang-pengarang besar dengan segala masterpiece-nya. akuy begitu malas membaca. malas membuka tiap lembar buku tebal itu dan memplototi huruf-hurufnya yang kecil. "tahu tidak...buku bisa membawa kesuatu tempat tanpa kamu harus bergesr se-inci pun" kata-kata itu selalu keluar jka aku mengeluh sedang malas baca buku... entahlah aku begit malas mengetahui tiap isinya. aku hanya terpesona pada banyak tumpukannya di kam...

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western ...

Norwegian Wood

Cukup melelahkan membaca Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Buku yang telah kulihat wujudnya sejak tahun 2004 baru aku baca di tahun 2013. Saya tidak terlalu akrab dengan karya-karya Haruki Murakami. Buku Norwegian Wood ini adalah karyanya yang pertama saya baca.  Mengapa saya berkata buku ini cukup melelahkan? Karena buku ini bercerita tentang kematian dan sangkut pautnya dengan orang-orang yang ditinggalkan. Bukan kematian yang disebabkan sakit atau tua. Tapi kematian orang-orang muda yang memilih bunuh diri.  Bersetting tahun 1970an di Jepang, sang tokoh utama, Watanabe menceritakan kembali kisahnya. Ia bertemu kembali kekasih almarhum temannya yang memilih mati bunuh diri di usia 17 tahun. Sekalipun tidak akrab mereka selalu bersama. Berkeliling mengitari Tokyo tanpa tujuan. Hingga sang perempuan, Naoko masuk panti rehabilitasi gangguan jiwa. Ia lantas bertemu Midori, perempuan nyentrik yang selalu berkata seenak dia. Perempuan yang selalu jujur mengatakan apapun yang i...