Skip to main content

Belajar Dari Mesin Cuci Tua

Pagi ini mesin cuci rumah kami rusak. Micro komputernya tidak bisa berfungsi. Lampu kecilnya kelap kelip dan mesin mengeluarkan suara bip bip bip. Tombol on off nya tidak berfungsi. Untuk mematikan arus listrik harus menggunakan langkah ekstrim, mencabut kabel colokannya. Sudah seminggu ini mesin cuci itu tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Mesin tuanya kadang berteriak bip bip bip seakan protes disaat dia melakukan tugas mencuci. Airnya mengalir tidak deras. Entah di pipa mana yang tersumbat. Kemudian keran air pengisi airnya tidak berfungsi. Kami mengisi airnya dengan cara manual. Mengisinya dengan berember-ember air. Ternyata membutuhkan banyak air untuk mengisi penuh air di tabung mesin cuci itu. Cukup boros mengingat biasanya saya mencuci pake tangan irit air. 

Pagi ini, mesin cuci itu tidak lagi mampu melakukan tugasnya. Komputernya rusak. Sore kemarin terakhir ia berfungsi. Mengeringkan cucianku dengan lampu tanda pengering yang mati. Aku sudah yakin mesin cuci itu rusak. Tapi tak menyangka ia memilih rusak. Ia menyerah. 

Usianya cukup tua. Tujuh tahun. Pertama kali kami membelinya setahun sebelum mamaku meninggal. Dia lah yang memilih mesin cuci itu. Bertepatan ketika kami pindah ke rumah yang baru mama bangun. Meninggalkan rumah kayu kami. Membelinya menjadi penanda ke fasilitas hidup yang lebih nyaman dan modern. Rumah batu dan mesin cuci. Meninggalkan rumah kayu kami dan kebiasaan mencuci manual. 

Buat mamaku, membeli mesin cuci adalah sebuah lompatan besar. Sepanjang usianya dia mencuci pakaian dengan tangannya. Popok kami, baju sekolah kami, hingga seragam PNS Etta. Ia melakukannya terus menerus hingga kami pandai mencuci baju kami sendiri. Tapi baju hasil cucian mama selalu lebih bersih. Sekalipun aku menyikat cucianku lebih keras dibanding mama. 

Kedatangan mesin cuci itu serupa oase untuk mama yang makin menua.  Ia cukup memasukkan baju kotor, menekan tutsnya, dan membaca Al Qur'an hingga bunyi bip panjang tiga kali sebagai penanda cucian telah selesai. Menjemurnya pun gampang. Tak butuh sinar matahari terik karena cucian telah diperas hingga tak ada lagi tetesan air. Hanya butuh diangin-anginkan hingga kering. 

Setahun kemudian mama meninggal. Mesin cuci itu masih setia membantu kami membersihkan pakaian kami. Kuhitung-hitung, setiap hari kami menggunakan jasanya. Kadang cuma sekali, kadang berkali-kali dalam sehari. Mencuci sprei, bekas ngompol, muntah, baju kotor dari kami hingga anak-anak kami. 

Sebulan lalu ketika ke rumah mertua aku melihat mesin cuci di sana sudah diganti yang baru. Pikiranku tiba-tiba melayang ke mesin cuci di rumah ini. "Ia masih awet" pikirku sambil menerka berapa tahun usianya. Tujuh tahun sebuah angka yang awet untuk sebuah mesin yang tiap hari dipakai tenaganya. 

Hari ini ia menyerah. Tak berfungsi. Merusak konstelasi rumah. Kami mencuci baju dengan tangan. Sebuah ritus yang lama tak kami lakukan lagi. Tumpukan baju yang menggunung terpaksa kami cicil untuk dicuci. Rasanya mencuci manual terasa begitu merepotkan. Pinggul encok, tangan kasar terkena detergen. Waktu pun tidak menjadi efisien. Kami harus menyediakan waktu khusus untuk mencuci. Menjemurnya pun butuh waktu lama. Padahal dulu kami melakukannya dengan senang hati tanpa mengeluh.

Ah, mungkin kami yang tak pernah bisa siap mengalami perubahan dari kondisi nyaman ke tak nyaman. Padahal bukankah hidup bergerak seperti itu. Seperti roda silih berganti . Nyaman dan tak nyaman adalah pasangan. Satu menggenapi yang lain. Saling meniadakan. Lantas mengapa harus marah  dan mengeluh ketika ketidaknyamanan menghampiri. Mengapa kita tidak memilih untuk menanggapi dengan suka hati dan tersenyum. Ketidaknyamanan mengajarkan sabar dan mensyukuri keadaan. 

Etta menyelutuk " tak ada yang benar-benar bertahan selamanya. Sesekali tidak apa-apa merasakan ketidaknyamanan. Mamamu merasakannya puluhan tahun". Mamaku dan mesin cuci itu merupakan kenangan yang membekas dibenakku. Mamaku tak sempat menggunakan sampe rusak mesin cuci itu. Kamilah anak-cucunya yang memakainya. Bahkan manusia pun meninggal apalagi mesin yang pasti akan rusak. Nothing last forever. 

Mesin cuci itu kini diservis. Pagi-pagi Etta mengangkutnya ke kota untuk diservice. Tak tahu apakah ia akan sembuh kembali atau tidak digunakan. Yang pasti ia telah menunaikan tugasnya dengan baik. Terima kasih mesin cuci tua.(*)

Bengo, 14 Agustus 2013 

Comments

Popular posts from this blog

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Sebelum Salju Mencair

Dua hari ini Athens diselimuti awan hitam. Mendung. Cuaca menjadi dingin. Hujan pun turun. Kemarin cuaca mencapai titik minus. Titik hujan jatuh ke bumi menjadi butiran salju. Angin bertiup kencang. Pohon-pohon pinus tunduk patuh pada gerak angin. Tengah malam kristal-kristal beku itu mencumbui tanah Athens. Jutaan butir yang bertumpuk menutupi tanah, jalan, dan segala permukaan yang dijangkaunya. Permadani putih seketika terhampar menyelimuti bumi. Seperti kepompong yang menyelubungi ulat untuk menjadikannya kupu-kupu. Ini salju nak, coba yuk! Hingga pagi hujan salju masih belum reda. Butiran es itu seolah bersuka cita turun ke bumi. Meliuk-liuk mengikuti gerak angin hingga mendarat dengan sempurna di tanah. Mereka seakan berpesta dan enggan mengakhirinya. Hingga siang, butiran-butiran itu seakan tidak jenuh untuk terus meninggalkan jejak. Kulihat seseorang menuntun anjingnya bermain di tengah salju, Bodoh pikirku bermain-main di salju yang dingin. Bikin frosty ternyata s